98 Persen Pangan dari Luar Daerah, Jakarta Antisipasi Dampak El Nino
Ancaman El Nino yang berpotensi menciptakan kekeringan di beberapa daerah perlu diantisipasi agar suplai pangan stabil. Kerja sama dengan daerah produsen dibutuhkan mengingat 98 persen pangan Jakarta berasal dari luar.
Oleh
Raynard Kristian Bonanio Pardede
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dampak fenomena El Nino dapat mengancam ketahanan pangan karena berpotensi menyebabkan kekeringan di beberapa wilayah di Indonesia. Langkah antisipasi dibutuhkan Jakarta mengingat 98 persen sumber pangannya berasal dari luar daerah. Kerja sama dengan daerah produsen dibutuhkan untuk mencukupi pangan Jakarta.
Ketua Koperasi Pasar Induk Besar Cipinang Zulkifli Rasyid mengatakan, dampak dari munculnya El Nino sudah mulai terasa sejak Juli 2023. Kekeringan yang mulai melanda beberapa daerah penghasil beras, seperti Jawa Barat dan Jawa Tengah, membuat suplai menuju pasar beras terbesar di Jakarta ini mulai menurun. Meskipun begitu, ia belum bisa merinci persentase penurunan suplai tersebut.
Akibat mulai menurunnya suplai beras dari daerah, harga beras pun mulai merangkak naik meski tidak terlalu tinggi. Kini, beras kualitas medium di tingkat pasar induk berada di harga Rp 10.500-Rp 10.700 per kilogram, setelah sebelumnya Rp 10.200 per kilogram. Setelah didistribusikan ke tingkat eceran, harga tersebut akan terus naik. Namun, kenaikan harga ini dinilai masih berada dalam tingkat yang sesuai dengan daya beli masyarakat.
”Para petani tetap panen dan menghasilkan beras, tapi jumlahnya berkurang cukup besar. Gejalanya sudah mulai terasa sejak beberapa bulan lalu dan sepertinya akan berlanjut hingga 3-4 bulan ke depan. Harus mulai diantisipasi agar harga tetap stabil. Opsi impor sepertinya akan jadi pilihan,” ucapnya, di Jakarta, Senin (31/7/2023).
Mengacu pada Peraturan Badan Pangan Nasional (Bapanas) Nomor 7 Tahun 2023 tentang Harga Eceran Tertinggi (HET) Beras, harga beras kualitas medium di zona satu adalah Rp 10.900 per kg. Adapun zona satu meliputi Jawa, Sumatera Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi.
Mendiversifikasi daerah pemasok beras dari satu daerah ke daerah lain bisa menjadi salah satu cara memastikan ketersediaan beras. Akan tetapi, menurut Zulkifli, cukup sulit bagi pedagang beras mencari beras dari daerah lain karena ancaman kekeringan diprediksi mengenai semua wilayah penghasil beras di Indonesia.
Ia menuturkan, pemerintah dinilai perlu mengimpor beras untuk memastikan suplai dan harga tetap stabil hingga akhir tahun. Sebagai informasi, Perum Bulog telah ditugaskan untuk mengimpor beras 2 juta ton, tetapi belum ada informasi mengenai realisasinya hingga kini. Permasalahan suplai dan harga yang kini ditambah dengan masalah kekeringan diharapkan menjadi momen pula bagi pemerintah untuk membenahi tata niaga beras di Indonesia.
”Instansi yang bertanggung jawab banyak sekali mulai dari Bulog, Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, Bapanas, dan lainnya. Dari sisi pedagang ini cukup membingungkan, perlu ada ketegasan siapa leading sector-nya agar permasalahan yang berulang ini bisa diselesaikan,” ucapnya.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan Kelautan dan Pertanian (KPKP) DKI Jakarta Suharini Eliawati mengatakan, 98 persen pangan Ibu Kota berasal dari luar Jakarta. Untuk itu, diperlukan kerja sama antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan daerah produsen. Hal ini mengingat kebutuhan Jakarta untuk beras cukup tinggi dengan tingkat konsumsi 3.000 ton beras setiap hari.
Pengadaan beras melalui kerja sama (contract farming) daerah ini pun dilakukan oleh PT Tjipinang Food Station dengan beberapa daerah penghasil beras di Jawa Barat. Pada tahun ini, melalui contract farming pula pemerintah mampu menyalurkan pangan bersubsidi, khususnya beras 25.000 ton. Jakarta sebenarnya memiliki sawah di Jakarta Utara dan Jakarta Barat, tetapi hanya seluas 414 hektar. Angka tersebut dinilai masih belum mampu mencukupi kebutuhan Jakarta.
Selain beras, ia pun mendorong program perkebunan kota (urban farming) agar masyarakat bisa mendapatkan kebutuhannya secara mandiri. Pemerintah memberikan beberapa bibit tanaman, seperti cabe, terong, dan tanaman lain yang dapat dipanen dalam waktu tiga bulan.
”Jakarta adalah benar-benar daerah konsumen. Untuk itu, kita perlu kerja sama dengan daerah lain. Warga juga didorong menanam tanaman dengan usia pendek, seperti cabe dan terong, yang bisa dipanen hingga tujuh kali dalam satu tahun,” ucapnya.
Dalam kesempatan terpisah, Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi mengatakan, untuk memastikan suplai beras di masyarakat tetap stabil, pihaknya sudah menugaskan Perum Bulog untuk mengadakan 2,4 juta ton beras sebagai cadangan pangan. Jumlah tersebut berasal dari produksi petani dan juga impor.
Untuk memastikan keterjangkauan pangan, pemerintah juga akan memberikan bantuan sosial beras kepada 21,35 juta keluarga penerima manfaat (KPM). Pemerintah mengalokasikan 300.000 ton beras untuk program ini. Tidak hanya itu, Bulog juga akan mengadakan stabilisasi pasokan harga pangan (SPHP) atau operasi pasar sepanjang tahun 2023 dengan target penyaluran 1,2 juta ton beras.
”Upaya ini semoga bisa menguntungkan semua pihak dari petani, pedagang dan juga konsumen agar daya beli masyarakat tetap terjaga,” ujarnya.