Diduga Ada Kelalaian dalam Kasus Tewasnya Bripda Ignatius
Dari hasil pemeriksaan, tersangka sudah membawa senjata di dalam tasnya. Senjata api itu lalu dikeluarkan dalam kondisi sudah aktif atau terkokang sehingga ketika pelaku menarik pelatuk meletus senjatanya.
Oleh
AGUIDO ADRI
·4 menit baca
BOGOR, KOMPAS — Gelar perkara kasus kematian Brigadir Dua Ignatius Dwi Frisco Sirege (21) dilakukan secara tertutup di kantor Kepolisian Resor Bogor, Jawa Barat.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Barat Komisaris Besar Surawan mengatakan, gelar perkara fokus pada memberitahukan fakta peristiwa akibat adanya unsur kelalaian atau tidak kepada keluarga korban Ignatius.
Adapun fakta gelar perkara itu seperti dari mulai tersangka Bripda IM (23) sebagai pengguna senjata api dan Bripka IG (33), sebagai pemilik senjata api, serta saksi berkumpul di kamar di Rumah Susun Polri Cikeas, Bogor. Kemudian sampai korban datang ke kamar itu. Lalu dari percakapan terakhir tersangka mengatakan ”ini saya punya senjata” dan dengan tidak sengaja dia menembak korban. Kemudian tersangka hendak ditangkap oleh rekan-rekannya karena akan melarikan diri.
Dari hasil pemeriksaan, tersangka sudah membawa senjata di dalam tasnya. Senjata api itu lalu dikeluarkan dalam kondisi sudah aktif atau terkokang sehingga ketika pelaku menarik pelatuk meletus senjatanya.
Dari fakta ini adalah kelalaian yang dilakukan tersangka sehingga menyebabkan senjata meletus dan mengenai rekannya sendiri.
Penyidik tidak menemukan ada unsur kesengajaan tersangka menembak korban. Pelaku hanya ingin menunjukkan bahwa ia memiliki senjata api. Pelaku penembakan dan korban merupakan senior dan yunior yang saling mengenal baik.
”Masih kami dalami bagaimana dia akan melarikan diri. Dari fakta ini adalah kelalaian yang dilakukan tersangka sehingga menyebabkan senjata meletus dan mengenai rekannya sendiri. Kami tidak menemukan unsur perencanaan dalam peristiwa ini,” kata Surawan, Selasa (1/8/2023) malam.
Barang bukti senjata api saat ini sudah diserahkan ke puslabfor untuk diperiksa lebih lanjut legalitasnya, didapat dari mana, dan lainnya. Senjata api itu jenis pistol rakitan non-organik. Selain itu, ada selongsong peluru kaliber 45 ACP serta telepon seluler milik korban dan saksi.
Fakta lainnya dalam gelar perkara yaitu ditemukan dua botol anggur di kamar tempat mereka berkumpul. Surawan belum mau membuka percakapan para tersangka dan korban karena masih menunggu hasil digital forensik.
Surawan mengataka,n pihaknya masih akan mendalami dugaan pelanggaran berat dan akan menggelar sidang kode etik dalam waktu dekat kepada tersangka. Pihaknya juga akan mendalami asal usul senjata api yang dibawa tersangka.
Ketua Pelaksana Harian Komisi Kepolisian Nasional Benny Mamoto menuturkan, gelar perkara menekankan pada fakta-fakta yang terungkap selama proses pemeriksaan dari saksi, dua tersangka, dan bukti berupa jejak digital. Dari hasil gelar perkara itu nanti akan kembali dipelajari untuk menemukan kesimpulan atau fakta baru lainnya.
”Ini pendekatannya scientific crime investigation. Belum bisa disimpulkan bahwa gelar hari ini kepada fakta yang belum terungkap,” kata Benny.
Di awal, kata Benny, Kompolnas sudah mendorong dan mendesak untuk mengelar perkara dengan mengundang keluarga korban sebagai bentuk transparansi dalam penanganan kasus. Selain itu, agar keluarga bisa mengikuti hingga mengetahui proses dibalik peristiwa.
”Fakta (dari gelar perkara) ini disaksikan pihak keluarga sehingga keluarga dan penasihat hukum tahu fakta di lapangan seperti apa. Kesempatan untuk bertanya atau mendalami dari jawaban penyidik,” kata Benny.
Kedua tersangka dikenai Pasal 338, Pasal 359, dan UU Darurat. Pasal-pasal itu akan dikoordinasikan dengan jaksa penuntut umum terkait dengan kesesuaian fakta-fakta.
”Tinggal menunggu berkas diberi ke kejaksaan dan kita tinggal mengikuti persidangan secara terbuka,” kata Benny.
Dari kasus tewasnya Bripda Ignatius, kata Benny, Kompolnas sudah memberikan rekomendasi rekomendasi terkait kepemilikan, menyimpan, membawa, dan menggunakan senjata api oleh anggota kepolisian.
Didampingi oleh kuasa hukum dan Aliansi Advokat Borneo Bersatu, TIM Hotman 911 serta Front Borneo International, Y Pandi, ayah Bripda Ignatius, mengatakan, ia memohon agar peristiwa yang menimpa anaknya bisa dilakukan secara transparan dari hasil akhir kasus yang dialami anaknya. Kasus yang terjadi pun harus terus dikawal proses hukumnya.
Dari hasil gelar perkara itu, tim kuasa hukum akan mengkaji dan mendalami kembali petunjuk yang mereka dapat agar proses hukum bisa berjalan lebih jelas.
Dalam komunikasi harian, kata Y Pandi, Bripda Ignatius selalu bercerita hal baik dan menikmati tugas yang dia geluti. Tidak pernah ada keluhan dari Bripda Ignatius.