Integrasi Angkutan Umum Reguler ke Jaklingko Terhambat Anggaran
Terbatasnya anggaran subsidi transportasi membuat upaya menggaet seluruh angkutan umum reguler tergabung dalam Jaklingko terhambat. Biaya peremajaan yang tinggi juga menyulitkan operator untuk ikut dalam program ini.
Oleh
Raynard Kristian Bonanio Pardede
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Keterbatasan anggaran subsidi transportasi di Jakarta dinilai menjadi salah satu penyebab masih banyaknya angkutan umum reguler yang belum terserap dalam program Jaklingko. Tidak hanya itu, biaya peremajaan mikrolet yang cukup tinggi membuat operator sulit memenuhi standar yang ditetapkan pemerintah dalam program tersebut. Solusi tambahan dibutuhkan agar akselerasi pelayanan transportasi di Jakarta bisa berjalan baik.
Ditemui di Jakarta, Kamis (27/7/2023), anggota Komisi Tarif dan Pembiayaan Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ), Saut Marulitua Hutabarat, mengatakan, hingga kini sudah ada 2.092 unit mikrolet yang bergabung dalam program integrasi transportasi umum Jakarta, yakni Jaklingko. Tahun ini, pemerintah menargetkan penambahan sebanyak 400 unit mikrolet.
Mayoritas mikrolet tersebut milik perusahaan angkutan umum reguler yang sudah bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Mikrolet tersebut berubah nama menjadi mikrotrans. Sejak pertama kali digulirkan tahun 2018, setiap tahun Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyiapkan anggaran sebesar Rp 3 triliun sampai Rp 4 triliun untuk subsidi transportasi umum.
Meski demikian, belum semua angkutan umum reguler bergabung ke dalam program ini. Terbatasnya alokasi anggaran subsidi membuat upaya mengonversi seluruh angkutan umum reguler terhambat. Tidak hanya itu, menggaet seluruh unit angkutan umum reguler masuk ke dalam Jaklingko berpotensi menimbulkan pemborosan.
”Dari catatan, angkutan umum reguler itu ada setidaknya 8.000 unit mikrolet, dari berbagai operator, sulit bila semua bergabung ke Jaklingko. Mengapa? Karena nanti akan ada penumpukan di satu rute, di jam-jam yang tidak sibuk, akan ada unit yang terus berjalan tanpa penumpang. Ini, kan, menjadi pemborosan. Jadi, harus dihitung benar berapa jumlah unit yang dibutuhkan,” ujar pria yang juga menjadi unsur pimpinan di Koperasi Angkutan Umum Budi Luhur ini.
Alokasi anggaran yang disediakan harus digunakan secara efektif. Kalau seluruhnya diajak bergabung, bisa jadi tidak tepat sasaran penggunaannya. Untuk yang tidak terserap bisa mengubah jadi armada yang lebih kecil untuk melayani warga di permukiman yang lebih jauh.
Saut menyarankan, angkutan umum reguler yang tidak terserap dalam Jaklingko mengubah armadanya menjadi armada dengan kapasitas penumpang lebih sedikit agar dapat melayani penumpang di wilayah permukiman warga. Solusi ini dinilai tepat untuk memperluas layanan transportasi umum di Jakarta.
Berdasarkan perhitungannya, total angkutan umum reguler yang dapat diajak bergabung hingga 2026 nanti sedikitnya 3.500 unit, dengan total kini sebanyak 2.942 unit. Dengan itu, masih terbuka ruang bagi ratusan unit mikrolet milik angkutan umum reguler untuk bergabung. Akan tetapi, jumlah ini masih dapat berubah mengikuti animo masyarakat.
”Anggaran subsidi juga bisa saja naik kalau pemerintah melihat permintaan masyarakat untuk program ini meningkat,” ucapnya.
Tidak hanya tantangan dari sisi pemerintah, hambatan dari sisi pemilik angkutan umum juga menjadi perhatian. Dari sisi operator, apabila ingin bergabung dengan Jaklingko, pemerintah mewajibkan para pengusaha angkutan umum reguler meremajakan armada yang mereka miliki, seperti menambah pendingin udara dan papan pemberitahuan elektronik. Namun, biaya peremajaan yang mencapai puluhan juta per unit dinilai memberatkan para pengusaha angkutan umum, yang pendapatannya menurun akibat terus berkurangnya jumlah pelanggan.
Pada saat yang sama, para pemilik angkutan umum sulit mengajukan pinjaman kredit usaha rakyat (KUR) ke perbankan karena mayoritas masih memiliki cicilan untuk armada sebelumnya.
Sekretaris Umum Koperasi Angkutan Mikrolet Jaya (Kopamilet Jaya) Muhammad Agus Sudrajat menjelaskan, pihaknya mendukung penuh program ini, tetapi tingginya biaya membuat masih banyak pengusaha angkutan umum urung bergabung dengan Jaklingko. Hingga kini, dari total ribuan unit yang berada dalam kepengurusan Kopamilet Jaya, hanya puluhan unit yang sudah ikut Jaklingko.
Ia berharap agar pemerintah membuka akses pembiayaan yang terjangkau bagi mereka. Pada saat yang sama, pihaknya berharap adanya bantuan penambahan sarana seperti pendingin udara dan papan pemberitahuan elektronik dari pemerintah. Dukungan juga dibutuhkan mengingat pada tahun 2026, Dinas Perhubungan menargetkan seluruh mikrolet reguler sudah tergabung ke Jaklingko.
”Program ini baik karena membantu masyarakat di lingkup perumahan mendapatkan layanan transportasi publik. Namun, kami dilema, kalau mau meremajakan biayanya mahal, sementara unit sebelumnya mulai ditinggalkan pelanggan. Mengajukan kredit juga sulit karena kami masih harus melunasi cicilan untuk unit yang kami beli sebelumnya,” ujarnya.