Plastik Sekali Pakai dan Saset Dominasi Sampah Pesisir Jakarta
Tumpukan sampah menimbulkan pendangkalan di Marunda Kepu, Jakarta Utara, sehingga nelayan sulit menyandarkan perahunya. Sampah itu juga akan menjadi mikroplastik.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Plastik sekali pakai dan saset mendominasi sampah di pesisir Jakarta. Berdasarkan audit oleh Wahana Lingkungan Hidup Indonesia atau Walhi Jakarta di Marunda Kepu, plastik sekali pakai dan saset itu terdiri atas 135 merek keluaran 140 produsen.
Walhi Jakarta mendesak pemerintah mengoptimalkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.75/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2019 Tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen. Adapun Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta terus mengajak produsen menerapkan extended producer responsibility atau produsen bertanggung jawab atas produk mereka.
Audit sampah tersebut bergulir sejak 18 Maret 2023. Secara keseluruhan dipilah 5.547 sampah yang meliputi plastik daur ulang, plastik sekali pakai, kertas, karet, kaca, serta bahan berbahaya dan beracun.
Walhi menemukan 2.697 sampah plastik sekali pakai. Sebanyak 32,96 persen di antaranya kemasan minuman serbuk. Kemudian, disusul plastik produk makanan ringan sebesar 22,47 persen dan penyedap makanan 10,6 persen. Setelah plastik sekali pakai, terdapat 2.001 sedotan plastik dan 235 gabus sintetis (stirofoam).
”Saat ini, kami masih mengaudit sampah di titik lainnya. Ketika semuanya sudah selesai, baru kami sampaikan kepada pemerintah pusat dan Jakarta,” ujar pengampanye Walhi Jakarta, Muhammad Aminullah, Senin (17/7/2023).
Walhi Jakarta masih mengaudit sampah di pesisir Jakarta dan Kepulauan Seribu. Senin ini, misalnya, berjalan audit sampah di Pulau Rambut, Kepulauan Seribu.
Muhammad menyebutkan, produsen abai, sedangkan pemerintah lalai atas tumpukan sampah dan pencemaran yang terjadi. Pengabaian oleh produsen terjadi lantaran dalam aturan pengelolaan sampah disebutkan produsen bertanggung jawab atas kemasan yang diproduksi.
Produsen pun wajib mengambil kembali sampah kemasan yang telah mereka produksi. Di samping itu, ada tanggung jawab menggunakan bahan-bahan yang dapat diurai oleh alam.
”Pemerintah lalai menegakkan aturan pengelolaan sampah. Pemerintah harusnya bisa mengambil tindakan tegas pada produsen,” kata Muhammad.
Tumpukan sampah itu menimbulkan pendangkalan di Marunda Kepu sehingga nelayan sulit menyandarkan perahunya. Sampah juga akan menjadi mikroplastik.
Walhi Jakarta mendesak pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk mempercepat dan mengoptimalisasi Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen.
Muhammad menambahkan, pemerintah juga dapat mengoptimalkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah dan Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.
Ketiga regulasi itu secara tegas menyebutkan, produsen bertanggung jawab untuk menggunakan bahan kemasan yang mudah terurai oleh alam, mendaur ulang kembali kemasan produk, dan mengambil kembali produk yang telah mereka produksi.
Subkoordinator Urusan Penyuluhan dan Hubungan Masyarakat Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Yogi Ikhwan mengatakan, pemerintah daerah terus mengajak produsen untuk bertanggung jawab atas produk mereka. Ketentuan soal itu termaktub dalam Pasal 16 Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Sampah.
Pertama, produsen wajib mencantumkan label dan tanda yang berhubungan dengan pengurangan dan penanganan sampah pada kemasan dan/atau produk yang dihasilkan dan/atau beredar di daerah.
Kedua, produsen wajib mengelola kemasan dan/atau produk sebagaimana dimaksud pada poin pertama yang tidak dapat atau sulit terurai oleh proses alami. Ketiga, kewajiban produsen sebagaimana dimaksud pada poin pertama dan kedua dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
”Kami terus mengupayakan norma ini diterapkan oleh produsen,” ujar Yogi.