Ayip Ukur Jarak Rumah ke Sekolah, Protes Dugaan Kecurangan PPDB Tangerang
SJR (16), calon siswa SMA di Kota Tangerang, Banten, dinyatakan tidak lolos PPDB zonasi akibat tidak memenuhi persyaratan jarak rumah. Padahal, di hari pendaftaran, SJR dinyatakan aman dan masuk dalam kuota penerimaan.
Oleh
Raynard Kristian Bonanio Pardede
·4 menit baca
Kisruh sistem penerimaan peserta didik baru atau PPDB jalur zonasi terus berlanjut. Seorang calon siswa di Kota Tangerang, Banten, dinyatakan tidak lolos sehari setelah pendaftaran ditutup, padahal sebelumnya masuk dalam kuota penerimaan. Perhitungan yang tidak cermat dibarengi dengan kesenjangan mutu antarsekolah dinilai menjadi tantangan yang menghambat penerapan sistem zonasi ini.
Ayip Adam (31), warga RT 002 RW 003 Kelurahan Bojong Jaya, Kota Tangerang, Banten, menjelaskan, adiknya, SJR (16), dinyatakan tidak lolos sehari setelah ditutupnya gelombang PPDB jalur zonasi pada Rabu (6/7/2023).
Sebelumnya, SJR dinyatakan masuk dalam 153 kuota calon peserta didik di SMAN 5 Kota Tangerang melalui jalur zonasi. Hal ini karena berdasarkan perhitungan awal, jarak antara rumah SJR dan sekolah yakni 412 meter, sehingga dianggap memenuhi syarat. Namun, pada Kamis (7/7/2023), SJR dinyatakan tidak lolos dan jarak antara sekolah dan tempat tinggalnya berubah menjadi 467 meter.
Kesal dengan tindakan tersebut, Ayip pun membawa meteran untuk membuktikan bahwa jarak dari rumahnya menuju sekolah adalah tepat. Aksi Ayip ini pun ramai di media sosial. Ia telah melaporkan kejadian ini ke Inspektorat Daerah Provinsi Banten dan Ombudsman Jakarta Raya untuk ditindaklanjuti.
Ia berharap agar pemerintah ataupun pengelola sistem PPDB memberikan transparansi mengenai metode perhitungan jarak yang diberlakukan dalam jalur zonasi.
”Perhitungan yang kami masukkan 412 meter dan adik saya aman, masih masuk kuota sampai Rabu. Namun, besoknya terpental karena ada perubahan jarak. Perhitungan jarak yang dilakukan oleh sistem ini seperti apa tidak transparan, apakah benar otomatis atau jangan jangan masih manual,” ujarnya di Tangerang, Jumat (14/7/2023).
Wakil Kepala Sekolah Sekolah Menengah Atas Negeri 5 Kota Tangerang Banten Friantha Rukmawan menjelaskan, ia telah mengetahun laporan mengenai hal tersebut pada Senin (10/7/2023). Berdasarkan laporan yang diajukan, karena salah satu anggota keluarga Adam dinyatakan tidak lolos PPDB jalur zonasi, karena jarak antara sekolah dan calon siswa tidak mencukupi syarat.
Adapun lokasi rumah Adam terletak di RW 003, Kelurahan Bojong Jaya, Tangerang, Banten, sementara lokasi sekolah berada di Kelurahan Karawaci Baru. Menanggapi hal itu, pihak sekolah menyatakan, kebijakan penerimaan siswa melalui jalur zonasi didasarkan oleh perhitungan sistem yang dikelola dalam situs SIAP PPDB Online. Situs ini dikelola oleh badan usaha milik negara, Telkom Indonesia.
Ia menyebut bahwa penentuan kuota PPDB jalur zonasi ditentukan oleh kebutuhan masyarakat dan juga siswa. Di PPDB kali ini, sekolahnya memperoleh jatah 153 calon peserta didik. Angka ini didapatkan melalui kategorisasi jumlah calon siswa yang jarak rumahnya terdekat hingga terjauh dari sekolah.
Perhitungan dari pengelola situs PPDB dan dinas pendidikan tingkat provinsi perlu transparan agar kita mendapatkan kepastian mengenai perhitungan jarak ini.
”Sekolah tidak punya akses apa-apa karena perhitungan jarak dilakukan secara otomatis oleh sistem. Penolakan juga dari sistem. Sekolah hanya bertugas memverifikasi dokumen dan data calon siswa saja,” ujarnya.
Bagi siswa yang tidak lolos dalam PPDB jalur zonasi akibat permasalahan jarak, sekolah hanya dapat membantu memberikan rekomendasi pencabutan berkas agar orangtua bisa mendaftar kembali di sekolah yang lebih dekat. Selama pelaksanaan PPDB 2023, SMAN 5 Kota Tangerang sudah banyak menerima keluhan dan laporan mengenai hal serupa.
Untuk itu, Friantha berharap agar pemerintah memberikan petunjuk teknis yang jelas bagi pihak sekolah dalam menangani kasus serupa mengingat penuntasan masalah seperti ini bukan menjadi kewenangan utama mereka.
”Tahun lalu sekolah masih diberikan kewenangan untuk mengecek jarak ini, sekarang semua sudah by system dari pusat. Sekarang menjadi lebih baik agar tidak ada sekolah yang curang. Kami hanya bisa rekomendasi ke pengelola sistem agar berkas siswa tersebut dicabut lalu didaftarkan di tempat lain,” tuturnya.
Kesenjangan
Penasihat di Paramadina Institute for Education Reform (PIER) Universitas Paramadina, Muhammad Abduhzen, menjelaskan, kekisruhan PPDB jalur zonasi terjadi akibat beberapa hal. Pertama, pembagian zona dalam sistem ini terlalu ketat karena hanya didasarkan pada jarak saja. Seharusnya perhitungan juga memasukkan hitungan jumlah sekolah dalam satu kecamatan atau kelurahan dibandingkan dengan jumlah calon peserta didik yang akan masuk sekolah.
Permasalahan lain adalah masih belum meratanya kualitas dan mutu pendidikan antarsekolah. Pemerintah daerah dinilai belum memberikan terobosan untuk meningkatkan kualitas sekolah. Hal ini yang membuat sistem PPDB yang sudah berjalan sejak 2017 masih terkendala implementasinya.
”Masalah klasik yaitu mutu pendidikan yang masih tidak merata. Akibatnya, orangtua melakukan berbagai cara agar anaknya bisa lolos di sekolah favorit lewat jalur zonasi, terutama bagi orangtua yang punya akses ke otoritas,” ujarnya.
Zen menjelaskan, sistem zonasi dinilai cukup baik tetapi harus segera diikuti oleh aksi nyata peningkatan dan pemerataan mutu sekolah. Selama kualitas belum relatif sama, kecurangan untuk mengejar sekolah favorit akan terus berlangsung dan mengorbankan calon siswa yang berhak lolos melalui program tersebut.
PPDB dengan sistem seleksi dinilai masih dibutuhkan mengingat daya tampung sekolah negeri masih terbatas. Agar permasalahan tersebut dapat diatasi, pemerintah perlu meningkatkan mutu sekolah swasta menjadi lebih berkualitas dan juga terjangkau.
”Sistem ini sejak 2017 dan sampai sekarang masalahnya masih sama. Pemerintah itu harus membuat target sebanyak 80 persen sekolah minimal memiliki kualitas yang sama,” katanya.