Pemerintah Kota Bogor berencana membangun tiga SMP negeri dan dua SMA negeri agar polemik PPDB tidak terulang lagi.
Oleh
AGUIDO ADRI
·3 menit baca
BOGOR, KOMPAS — Dinas Pendidikan Kota Bogor, Jawa Barat, mengumumkan ada 208 calon siswa didiskualifikasi dari penerimaan peserta didik baru atau PPDB 2023 tingkat sekolah menengah pertama. Pemerintah Kota Bogor akan menambah sekolah negeri agar polemik PPDB ke depan tidak terulang.
Kepala Dinas Pendidikan Kota Bogor Sujatmiko Baliarto mengatakan, dari total 8.230 pendaftar PPDB tingkat SMP, tercatat 3.251 pelajar yang diterima dari jalur zonasi. Adapun 208 pelajar tidak lolos atau didiskualifikasi.
”Dari sistem, 208 dicoret. Sebagian besar peserta PPDB didiskualifikasi karena data kependudukan yang didaftarkan ke laman PPDB dan data di lapangan tidak sesuai,” ujar Sujatmiko, Kamis (13/7/2023).
Dari hasil pengumuman itu, katanya, pihaknya mendapatkan keluhan dari sejumlah orangtua yang kecewa karena anaknya tidak lolos PPDB.
Menurut dia, kecurangan atau pendaftaran PPDB 2023 yang tidak sesuai aturan menjadi pelajaran bagi semua pihak. Disdik pun ke depan bersama Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Bogor akan memperkuat sinergi dan koordinasi agar PPDB lebih baik.
Koordinasi ini untuk memudahkan pemeriksaan data di tengah singkatnya waktu pendaftaran dan verifikasi PPDB. Waktu singkat itu berpotensi menyebabkan kesalahan (human error) karena banyaknya jumlah pendaftar.
Saat mendaftar ulang, pelajar akan diverifikasi kembali oleh panitia PPDB Kota Bogor. Calon pelajar yang kedapatan tidak jujur atau mendaftar tidak sesuai aturan akan langsung didiskualifikasi dari daftar SMP yang dipilih.
Sementara itu, Wakil Wali Kota Bogor Dedie A Rachim mengatakan, hingga pengumuman PPBD 2023 jenjang SMP, tim khusus verifikasi PPBD Kota Bogor menemukan 297 calon pelajar jalur zonasi terindikasi mendaftar tidak sesuai aturan atau data dalam dokumen persyaratan tidak sesuai dengan data di lapangan. Mereka diduga memanipulasi data kependudukan ketika mendaftar melalui PPDB daring.
Angka itu bertambah dari temuan awal sebanyak 155 pendaftar tidak sesuai aturan. Sebelumnya, tim khusus verifikasi PPBD Kota Bogor telah mendata 913 pendaftar yang selanjutnya dilakukan verifikasi faktual di lapangan.
Beberapa sekolah ditemukan bermasalah, seperti SMPN 1 sebanyak 32 persen, SMPN 2 (9 persen), SMPN 3 (1 persen), SMPN 4 (15 persen), dan SMPN 5 (14 persen).
”Kami akan melakukan evaluasi terkait permasalahan administrasi, seperti proses perpindahan alamat, pemalsuan dokumen, dan pembenahan lainnya,” ujar Dedie.
Tambah sekolah
Tak hanya evaluasi dan pembenahan, lanjut Dedie, Pemkot Bogor pada 2024 akan menambah sekolah negeri agar polemik PPBD tidak terulang. Setidaknya ada lima sekolah terdiri dari tiga SMPN dan dua SMAN.
Menurut Dedie, penambahan sekolah negeri baru akan membuat sebaran atau rasio pendidikan di Kota Bogor semakin baik. Selain itu, akses sebaran sekolah memberikan keadilan bagi masyarakat untuk mendapatkan sekolah negeri.
Sejak 2022, Pemkot Bogor telah mengkaji pembangunan sekolah baru yang akan dieksekusi pada 2024. Dari hasil kajian, ada beberapa SDN dengan jumlah pelajar yang sedikit atau kurang. SDN itu direncanakan menjadi tingkat SMPN. Selanjutnya SDN yang berdekatan akan digabung dan menjadi SMP. Saat ini, SDN itu dalam tahap persiapan anggaran.
”Pendirian SMP baru pada 2024. Ini termasuk SDN-SMPN terpadu di Kayumanis,” katanya.
Selain SDN dan SMPN, pihaknya juga sudah mendorong pembangunan SMAN baru di wilayah Kota Bogor. Pembangunan SMAN 11 mulai dilaksanakan di kawasan Rancamaya, Bogor Selatan, tahun depan. Lalu ada SMAN 12 di Kayumanis, Tanah Sareal.
Untuk menjangkau rencana pembangunan sekolah baru itu, lanjut Dedie, dibutuhkan waktu dan akan dilakukan secara bertahap. Pembangunan sekolah baru tidak bisa sekaligus.
”Rencananya, SMAN tahun depan baru satu. Namun, untuk SMA di Tanah Sareal akan kami usulkan tahun ini. Semoga tahun depan juga segera disetujui Pemprov Jawa Barat,” katanya.
Meski ada penambahan sekolah, Dedie mengakui, kebutuhan sekolah negeri belum ideal. Jika melihat kebutuhan di enam kecamatan dan 68 kelurahan, idealnya jumlah SMPN setidaknya 35 sekolah dan SMAN sekitar 20 sekolah. Di Kota Bogor, saat ini jumlah SMPN sebanyak 20 sekolah dan SMAN hanya 10 sekolah. Sementara jumlah SDN mencapai 210 sekolah.