Polda Metro Jaya Sidik Laporan Kebocoran Penyelidikan Korupsi di ESDM
Polisi memutuskan menaikkan laporan ke status penyidikan karena unsur pidana ditemukan.
Oleh
ERIKA KURNIA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Polda Metro Jaya memproses banyaknya laporan yang masuk terkait dugaan tindak pidana kebocoran informasi penyelidikan dugaan korupsi di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Polisi memutuskan menaikkan laporan ke status penyidikan karena unsur pidana ditemukan.
Kepala Polda Metro Jaya Inspektur Jenderal Karyoto menyampaikan, institusinya menerima lebih dari sepuluh laporan mengenai dugaan pidana pembocoran hasil penyelidikan dugaan korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dugaan korupsi itu mengenai tunjangan kinerja tahun anggaran 2020-2022, di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Banyaknya laporan membuat direktorat terkait di Polda Metro Jaya segera memeriksa saksi-saksi dan dokumen pendukung. Hasilnya, mereka menemukan adanya unsur pidana pada obyek yang dilaporkan.
”Kami menemukan ada peristiwa pidana sehingga kami melakukan dengan surat perintah penyidikan,” kata Karyoto seusai kegiatan Donor Darah Polda Metro Jaya di Jakarta Selatan, Selasa (20/6/2023).
Perwira tinggi kepolisian itu mengakui, keputusan ini juga sesuai dengan fakta yang ia ketahui saat ia masih menjadi Deputi Penindakan KPK. Fakta itu, antara lain, adanya informasi nama-nama terduga pelaku korupsi yang sampai kepada target penyelidikan KPK.
”Artinya, barang yang tadinya rahasia menjadi tidak rahasia ketika sudah dipegang oleh pihak-pihak yang menjadi obyek penyelidikan. Jelas,” ujarnya.
Dugaan pidana kebocoran informasi ini diketahui dari rekaman video penggeledahan oleh penyelidik dan penyidik KPK di ruang kerja dan mobil milik Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM Muhammad Idris Froyoto Sihite, 27 Maret 2023. Penggeledahan dilakukan untuk mencari bukti manipulasi tunjangan kinerja (Kompas.id, 20/6/2023).
Petugas lalu menemukan tiga lembar kertas tanpa judul yang di atasnya tertulis dugaan tindak pidana korupsi terkait produk pertambangan hasil pengolahan minerba. Isinya nama-nama sejumlah pihak di Kementerian ESDM dan perusahaan.
Temuan itu membuat kalangan masyarakat sipil bersama mantan pimpinan KPK melaporkan Pimpinan KPK Firli Bahuri. Mereka mengadukan Firli ke Dewan Pengawas KPK karena dugaan melanggar kode etik. Kemudian, mereka juga membuat laporan ke Polda Metro Jaya.
Beda penilaian
Namun, kemarin, Ketua Dewan Pengawas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean menyatakan, mereka tidak memiliki cukup bukti untuk melanjutkan sidang etik. Hal ini didasari hasil pemeriksaan sejumlah barang bukti yang sebelumnya dilaporkan ke Dewas, mulai dari rekaman video berdurasi lima menit, flashdisk, hingga sejumlah dokumen. Kemudian, pemeriksaan terhadap 30 orang, termasuk Idris Sihite dan Menteri ESDM Arifin Tasrif.
Saat diperiksa Dewas, kata Tumpak, Idris mengaku mendapatkannya dari Menteri ESDM Arifin, yang diperoleh dari Firli. Namun, belakangan Idris meralat pernyataannya dan menyebut dokumen dari seorang pengusaha berinisial S.
”Pernyataan bahwa dokumen itu berasal dari Menteri ESDM dan Firli Bahuri untuk menakut-nakuti penyidik agar tidak sporadis penggeledahannya serta (penyidik) tidak mengakses banyak dokumen perkara,” kata Tumpak dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta.
Dewas KPK kemudian berkesimpulan, tiga lembar kertas tidak identik dengan telaahan informasi yang dibuat KPK. ”Tidak ditemukan komunikasi Saudara Menteri Arifin Tasrif yang memerintahkan Saudara Idris untuk menghubungi Saudara Firli,” kata Tumpak.
Menanggapi hal ini, Karyoto mengatakan mekanisme penilaian mereka dan Dewan Pengawas (Dewas) KPK seharusnya tidak berbeda. Kenyatannya, perbedaan temuan dimungkinkan karena Dewas KPK bekerja secara sukarela, sementara kepolisian menggunakan teknik khusus dalam penyelidikan ataupun penyidikan.
"Kemarin saya sempat bertemu dengan Ketua Dewas. Kita diskusi. Diskusi saja. Saya mengatakan, 'temuan kami seperti ini, Pak'. Dewas bilang, 'temuan kami seperti ini'. Kami tidak bisa memaksa karena sifatnya di sana sukarela. Kalau di kami kan ada teknik-teknik untuk mencari yang namanya dokumen,” ujar Karyoto.
Dewas KPK tidak punya kewenangan paksa seperti penegak hukum untuk dapat mencari alat bukti ataupun barang bukti memperkuat dugaan siapa pelaku pembocoran (Yudi Purnomo)
Mantan Penyidik KPK, Yudi Purnomo, percaya bahwa penyidik Polda Metro Jaya akan profesional dan obyektif mengusut kasus kebocoran informasi tersebut. Penilaian kode etik yang dilakukan Dewas KPK tidak akan berpengaruh dalam proses penegakan hukum.
”Dewas KPK tidak punya kewenangan paksa seperti penegak hukum untuk dapat mencari alat bukti ataupun barang bukti memperkuat dugaan siapa pelaku pembocoran. Sehingga tentu bukti yang didapatkan tidak sebaik penegak hukum atau penyidik,” kata Yudi.
Meski tidak ikut melaporkan dugaan pidana ini ke Polda Metro Jaya, Yudi meyakini polisi dapat menegakkan hukum guna mendukung pemberantasan tindak pidana korupsi.