Luas panen padi di Jakarta terus menyusut setiap tahun. Padahal, kehadiran pertanian ini bisa membantu ketahanan pangan warga Ibu Kota. Mengubah pola pertanian menjadi lebih adaptif perubahan iklim perlu dilakukan.
Oleh
Raynard Kristian Bonanio Pardede
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Lahan pertanian khususnya padi di Jakarta terus menyusut setiap tahun. Alih fungsi lahan menjadi pabrik dan pemukiman menjadi beberapa penyebab. Meski terbatas, potensi lahan pertanian di Jakarta tetap besar untuk mendukung ketahanan pangan warga Ibu Kota.
Ketua Kelompok Tani Jawa Indah Kalideres Racidin menerangkan, panennya pada masa tanam kali ini menurun dibandingkan hasil sebelumnya. Pada panen akhir 2022 lalu, ia mendapatkan sekitar 7 ton gabah per satu hektar lahan yang ia garap. Sementara pada panen Juni ini, ia mendapatkan 6,7 ton per satu hektar lahan.
Hama tikus dan walang sangit yang datang saat curah hujan sedang tinggi pada beberapa bulan lalu membuat hasil panennya menurun. Racidin bersama 15 petani lain di kelompok taninya mengelola sekitar 12 hektar lahan pertanian padi. Sawah yang dikelola ini dikelilingi pemukiman penduduk.
”Dampak cuaca panas ini soal ketersediaan air, tapi kami lebih mengkhawatirkan hujan karena biasanya saat mendung banyak hama. Kalau sudah sering gerimis, harus sering semprot pestisida,” ucapnya di pinggir sawahnya di Kalideres, Jakarta Barat, Selasa (13/6/2023) kemarin.
Krisis iklim yang membuat cuaca tidak menentu memengaruhi aktivitas pertanian Racidin dan petani lainnya. Saat musim hujan tiba, para petani harus bersiap akan serangan hama. Saat cuaca sedang panas, ketercukupan air jadi permasalahan baru. Hal itu pula yang membuat lahan pertanian di kawasan ini menyusut, dari awalnya 17 hektar menjadi hanya 12 hektar.
Soal ketersediaan air, kelompok taninya sudah membangun sistem irigasi yang terhubung dengan pipa pembuangan air milik warga dari perumahan sekitar.
Air yang dipakai bukan air bersih, tetapi dari sisa pembuangan aktivitas mandi, cuci, dan kakus warga. Meski sedikit cemar, Racidin menyebut, lebih baik mendapat air semacam itu daripada tidak sama sekali agar sawahnya tetap mendapatkan suplai air saat cuaca sedang panas.
”Kita bangun sejak 2010. Air dari pemukiman memang harus disaring karena ada sampah. Ini upaya kita supaya lahan pertanian ini tidak lagi menyusut. Pemerintah juga membantu lewat pemberian bibit. Saya berharap bisa terus didukung pemerintah,” ucapnya.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan Kelautan dan Pertanian DKI Jakarta Suharini Eliawati mengapresiasi upaya petani yang tetap mampu mendapatkan panen dengan jumlah yang cukup besar tersebut. Agar tetap produktif, pihaknya terus membantu petani agar tetap produktif dengan memberikan bantuan bibit padi jenis Ciherang.
”Panen kali ini luar biasa karena hasilnya bagus dan banyak dengan jenis padi Ciherang,” ucapnya pada acara panen padi, Kamis (8/6/2023).
Selain di kawasan Kalideres, juga terdapat beberapa kawasan pertanian di Jakarta, seperti di Rorotan, Cilincing, Jakarta Utara, dan Ujung Menteng, Cakung, Jakarta Timur.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2022, luas panen padi di Jakarta tengah menurun. Luas panen tahun 2022 mencapai 477,25 hektar, turun 82,72 hektar atau sebesar 14,77 persen dibandingkan tahun 2021 yang sebesar 559,97 hektar. Jumlah tahun 2021 tersebut juga sudah berkurang sekitar 345,54 hektar dibandingkan tahun 2020.
Menjaga produktivitas pertanian tetap tinggi menjadi salah satu kunci agar penyusutan sawah bisa dihindari karena memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Namun, mewujudkan produktivitas pertanian yang baik tidak bisa dilakukan apabila terobosan dalam bidang pertanian masih minim.
Pertanian masih sangat tradisional ini yang membuat produktivitasnya terus menurun. Banyak kesempatan dan ruang untuk berkembang bila pemerintah dan swasta mau terlibat lebih jauh.
Peneliti di Center for Indonesian Policy Studies Faisol Amir menerangkan, belum ada perubahan pola bertani di Indonesia sejak puluhan tahun lalu. Terobosan masih minim karena petani tidak memiliki dana yang besar untuk mengakuisisi teknologi bidang pertanian. Untuk itu, pemerintah bersama pihak swasta perlu memberikan bantuan permodalan untuk mengembangkan usahanya.
Petani juga perlu mendapatkan pemahaman mengenai pola pengelolaan pertanian di tengah ancaman krisis iklim. Meningkatkan produktivitas hasil tani juga penting untuk meningkatkan ketahanan pangan, khususnya di perkotaan yang sangat bergantung pada hasil tani dari daerah lain.
”Pertanian yang masih sangat tradisional ini membuat produktivitas terus menurun. Banyak kesempatan dan ruang untuk berkembang apabila pemerintah dan swasta mau terlibat lebih jauh,” katanya.