Konektivitas Kunci Pengembangan Kawasan Berorientasi Transit
Setelah mendapat mandat sebagai pengelola KBT, MRT Jakarta mengelola dan membangun KBT di lima titik. Interkoneksi atau konektivitas antarmoda juga antara stasiun dan gedung-gedung di sekitar stasiun menjadi kunci.
Pada agenda Forum Transit Oriented Development atau Forum TOD yang digelar PT MRT Jakarta (Perseroda) pada 8 Juli 2022 silam, Presiden Direktur PT Pakuwon Jati Stefanus Ridwan bercerita tentang kondisi terkini pusat perbelanjaan Blok M Plaza.
Ia bercerita, saat MRT menawarkan Blok M Plaza menjadi stasiun, pihaknya sangat mendukung. Apalagi, dari pengamatannya, pusat-pusat belanja di Singapura atau Hong Kong rata-rata terhubungkan dengan stasiun MRT.
Dari stasiun, bahkan kemudian dibuatlah integrasi fisik yang menghubungkan stasiun MRT dengan pusat perbelanjaan itu. Integrasi fisik itu menghubungkan dan memudahkan penumpang MRT yang ingin ke pusat perbelanjaan yang selama pembangunan MRT terkesan sepi.
Pengelola pusat perbelanjaan juga membuat evaluasi segmen pengunjung yang bakal mendatangi pusat perbelanjaan itu dengan pola mobilitasnya sehingga membuat penyesuaian terkait ritel-ritel yang mengisi.
Pada 2019, disebutkan, jumlah pengunjung ke pusat perbelanjaan itu bertambah 22 persen dengan adanya koneksi dengan MRT Jakarta. Pandemi Covid-19 pada 2020 membuat kontribusi pengunjung pusat perbelanjaan dari penumpang MRT turun 10 persen.
Baca Juga : TOD Bangkitan Ekonomi Baru
Namun, angka pengunjung pusat perbelanjaan yang disumbang pengguna kereta MRT kembali naik hingga Mei 2022 itu dengan rata-rata 21 persen. Kenaikan terjadi ketika pandemi Covid-19 makin terkendali dan ekonomi mulai bangkit. Bisa jadi, tahun ini saat pandemi kian terkendali pengunjung pusat perbelanjaan itu makin padat.
Stefanus Ridwan menyadari, konektivitas antara stasiun MRT dengan pusat kegiatan atau tempat usaha itu penting. Konektivitas itu bisa meningkatkan pengunjung. Sebelum terhubung dengan Stasiun MRT, Blok M Plaza ramai pada Senin-Jumat. Sementara setelah terhubung dengan Stasiun MRT Blok M Plaza, ramai pengunjung pada Senin hingga Minggu.
Ridwan pun memberi catatan, konektivitas antara stasiun dengan gedung di sekitarnya harus dihadirkan secara nyaman dan aman. Untuk memudahkan pergerakan pengunjung dari stasiun ke pusat perbelanjaan atau pusat kegiatan dan sebaliknya, integrasi itu harus dilengkapi tanda-tanda yang juga jelas.
Kepala Departemen TOD Business Generation PT MRT Jakarta (Perseroda) M Raihan Kusuma, dalam Kelas MRT Fellowship Program, Rabu (31/5/2023), menjelaskan, konektivitas antara stasiun dengan gedung-gedung di area sekitar stasiun menjadi salah satu prinsip dałam pengembangan suatu kawasan berorientasi transit (KBT) atau transit oriented development (TOD). Tujuannya tentu saja untuk membuat pergerakan orang tidak ada hambatan (seamless).
Di tahap awal, tentu saja, pengembangan KBT yang memang salah satu tujuannya untuk mengurangi penggunaan kendaraan bermotor, polusi, hingga mendorong penggunaan angkutan umum, adalah dengan membangun akses pedestrian yang aman dan nyaman bagi pejalan kaki dan pengguna sepeda atau kendaraan nonmotor. Itu hadir melalui penataan kawasan.
Bagi MRT Jakarta, pengembangan KBT di sekitar stasiun dimungkinkan dengan adanya mandat yang diberikan Pemprov DKI Jakarta kepada PT MRT Jakarta (Perseroda). Mandat itu melalui Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta No 3 Tahun 2008 tentang Pembentukan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Perseroan Terbatas (PT) MRT Jakarta.
Melalui perda itu, MRT Jakarta bukan hanya mendapat mandat untuk membangun dan mengoperasikan sarana dan prasarana perkeretaapian, tetapi perlu juga mengembangkan bisnis lain sebagai sumber pendapatan nontiket. TOD atau kawasan berorientasi transit menjadi salah satu pengembangan bisnis MRT, selain juga bisnis di dalam dan di luar stasiun.
Untuk pengembangan KBT, Pemprov DKI Jakarta memberikan mandat kepada PT MRT Jakarta (Perseroda) sebagai pengelola kawasan. Hal itu diatur dalam Peraturan Gubernur Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penugasan Perseroan Terbatas Mass Rapid Transit Jakarta sebagai pengelola kawasan berorientasi transit koridor utara-selatan Mass Rapid Transit Jakarta.
Baca Juga : MRT Jakarta, Operator Utama TOD Fase 1
Dalam pergub itu dijelaskan, PT MRT Jakarta (Perseroda) menjadi pengelola KBT di Dukuh Atas, Istora dan Senayan, Blok M dan Sisingamangaraja, Fatmawati, dan Lebak Bulus. Pembangunan dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Gubernur tentang Panduan Rancang Kota terkait KBT.
”MRT sebagai pengelola kawasan membuat urban design guideline (UDGL) atau panduan rancang kota, di mana di sana tertulis juga nanti para developer yang berminat membangun di kawasan TOD harus membangun sesuai dengan PRK yang kita buat. Oleh karena itu, tidak ada desain-desain yang sembarangan. Jadi, harus ada desain-desain arsitekturnya, istilahnya desain sipil itu, harus sesuai PRK kita,” kata Raihan.
Konsep TOD sendiri menarik. TOD merupakan kawasan yang terintegrasi angkutan umum massal, dirancang untuk mendorong pergerakan pejalan kaki, pesepeda, penggunaan angkutan umum, dan pembatasan kendaraan bermotor dalam radius 350-700 meter.
Karena ada di kawasan terintegrasi angkutan umum, dalam perancangannya TOD memadukan fungsi transit manusia, kegiatan, bangunan fungsi campur, ruang publik, dan ruang terbuka hijau. Ini mengoptimalkan akses masyarakat kepada transportasi publik dan masyarakat mendapatkan kenyamanan bermobilitas melalui interkoneksi antarmoda.
Ada integrasi antara tata ruang dan transportasi yang menjadi dasar pengembangan TOD. Kuncinya adalah integrasi. (Iwan Kurniawan)
Dengan tujuan TOD ingin meningkatkan pergerakan mobilitas orang supaya lebih seamless atau tanpa hambatan, lanjut Raihan, konektivitas atau keterhubungan antara stasiun MRT dengan gedung-gedung di sekitar area MRT menjadi penting. ”Kita mendorong semua pemilik gedung yang ada di area MRT untuk bisa terkoneksi,” kata Raihan.
Dengan terkoneksi, para penumpang MRT tidak perlu menemui kesulitan dałam pergerakannya. Mereka bisa bergerak leluasa tanpa hambatan seperti di Singapura, Hong Kong, dan Jepang.
Dalam Forum TOD 2022 itu, Kepala Biro Pembangunan dan Lingkungan Hidup Sekdaprov DKI Jakarta Iwan Kurniawan menjelaskan, kunci dasar TOD adalah integrasi, interkoneksi. ”Ada integrasi antara tata ruang dan transportasi yang menjadi dasar pengembangan TOD. Kuncinya adalah integrasi,” ujarnya.
Integrasi level 1 dalam pengembangan TOD, disebutkan Iwan, sudah berjalan. Itu terlihat adanya integrasi antarmoda MRT dengan Transjakarta, juga antarmoda lain. Integrasi antarmoda terlihat juga di Stasiun Tebet, di Stasiun Manggarai, ataupun di Stasiun Gondangdia, juga di beberapa lokasi yang akan berjalan sebagai bagian dari penataan kawasan.
Integrasi level 2 adalah interconnecting, keterhubungan dari stasiun ke bangunan sekitarnya. ”Yang sudah dilaksanakan di Blok M Plaza, lalu rencana konektivitas underground UOB dengan Stasiun Dukuh Atas,” kata Iwan.
Baca Juga : Kawasan Berorientasi Transit Dukuh Atas Diluncurkan PT MRT dam Pemprov DKI
Raihan melanjutkan, untuk interkoneksi antara stasiun dan bangunan sekitarnya, integrasi stasiun MRT Blok M dengan Blok M Plaza menjadi cerita sukses yang akan didorong ke bangunan-bangunan lainnya di sekitar stasiun MRT yang lainnya.
”Dengan konektivitas yang sudah terjadi, Blok M Plaza yang tadınya para tenant-nya sudah mati suri, sekarang jadi salah satu destinasi utama untuk meeting point. Orang-orang untuk makan siang dan juga meeting di Blok M Plaza yang adalah dekat stasiun MRT,” kata Raihan.
Lalu konektivitas lain yang sudah selesai dan sudah dioperasikan sejak akhir 2022 adalah jembatan penghubung antara Stasiun Lebak Bulus dengan Poins Square. Keberadaan jembatan penghubung yang membuat nyaman pengunjung itu, menurut Raihan, sudah membuat pengisi-pengisi penyewa di pusat belanja itu kian ramai dan beragam.
Adapun konektivitas yang sedang berlangsung adalah pembangunan Simpang Temu Dukuh Atas, Plaza Transit Stasiun Karet, Serambi Temu Dukuh Atas, hingga penataan jalan Pati-Juana dan jalur pedestrianisasi Blora.
”Ke depan juga ada interkoneksi Stasiun Cipete dengan Urban Forest hingga perluasan area concourse Stasiun Bundaran HI ke pusat perbelanjaan, serta masih ada sejumlah proyek lainnya yang segera berjalan,” kata Raihan.
Sebagai pengelola kawasan, menurut Raihan, MRT Jakarta juga menata Taman Martha Tiahahu di dekat Stasiun Blok M. Taman yang sebelumnya gelap, menakutkan, kini berubah setelah dibangun menjadi kawasan hijau yang nyaman untuk warga berkegiatan, bahkan daftar tunggu penyelenggara kegiatan di taman itu sudah panjang.
Bicara pengembangan bisnis, lanjut Raihan, pembangunan interkoneksi atau konektivitas hingga penataan kawasan itu menjadi sumber pendapatan bagi MRT di luar penjualan tiket. Di rute yang saat ini baru terbentang 16 km dari Lebak Bulus ke Bundaran HI, MRT bukan sekadar alat transportasi, melainkan juga menjadi sarana yang menghidupkan, mengembangkan, dan menata kawasan Jakarta.