Delapan Rumah di Cakung Dilalap Api, Satu Anak Tewas
Kebakaran di kawasan Cakung, Jakarta Timur, menghanguskan 8 rumah warga pada Jumat (2/6/2023). Seorang anak berusia 10 tahun menjadi korban. Evaluasi di kawasan padat perlu dilakukan untuk mencegah hal ini terus terjadi.
Oleh
Raynard Kristian Bonanio Pardede
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebanyak delapan rumah terbakar pada pukul 04.00, Jumat (2/6/2023), di kawasan padat penduduk di Cakung, Jakarta Timur. Seorang anak berkebutuhan khusus menjadi korban akibat peristiwa tersebut. Kebakaran ini menjadi yang kedua dalam rentang waktu satu minggu di Jakarta Timur. Evaluasi terhadap spesifikasi bangunan dan tata ruang perlu dilakukan untuk mencegah peristiwa ini berulang terus.
Saksi mata kejadian, Hadi Nurhayan (63), warga RT 006 RW 005 Cakung, menjelaskan, api pertama kali terlihat sekitar pukul 04.00. Pria yang rumahnya berdekatan dengan lokasi kebakaran tersebut langsung mengabarkan warga sekitar untuk menyelamatkan barang-barang berharga sebagai antisipasi apabila api ikut menyambar rumah mereka.
Di Jalan Swadaya 4 RT 004 RW 005 Jatinegara, Cakung, pada Jumat (2/6/2023) pukul 13.00 WIB, ada delapan rumah yang hangus terbakar. Warga terdampak kini mengungsi di posko yang didirikan warga lain secara swadaya. Kebakaran terjadi di permukiman padat penduduk di mana jalan menuju lokasi hanya bisa dilalui dengan kendaraan roda dua.
Akibat kejadian itu pula, Tasha (10) menjadi korban. Jenazah dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum Pulo Jahe, Cakung, pada pukul 14.00 di hari yang sama. Tasha diduga tewas tertimpa atap rumah yang roboh akibat kebakaran tersebut.
”Warga panik karena rumah di wilayah ini berdekatan. Sembari menunggu pemadam kebakaran, kami juga ikut memadamkan api dengan menyiram air dari ember,” ucap Hadi.
Selang sekitar 15 menit setelah api berkobar, petugas pemadam kebakaran dari Suku Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan (Gulkarmat) Jakarta Timur tiba di lokasi. Pemadaman dan pendinginan lokasi kebakaran selesai sekitar pukul 06.00.
Peristiwa ini pun menjadi pelajaran penting bagi Hadi dan warga lainnya. Ia menyebut, Pemerintah Kota Jakarta Timur akan mengevaluasi kondisi di permukiman, salah satunya memasang sistem pompa pemadam air (hidran). Hal ini agar pemadaman bisa berjalan lebih baik.
Wilayah padat penduduk seperti ini membuat mobil pemadam kebakaran sulit masuk. Jika ada hidran, mungkin kebakaran bisa dicegah lebih awal.
”Respons dari Gulkarmat sangat baik dan cepat. Tetapi, jika ada hidran, hal-hal seperti itu bisa lebih cepat dicegah. Kami harapkan ada bantuan hidrankarena ini permukiman padat penduduk, sulit bagi mobil pemadam kebakaran masuk ke dalam,” ucapnya.
Kepala Seksi Operasi Suku Dinas Gulkarmat Jakarta Timur Gatot Sulaeman menjelaskan, dugaan awal penyebab kebakaran adalah adanya percikan api yang menyala di rumah Dania, ibu dari Tasha. Pada saat penyisiran di lokasi, tim pemadam kebakaran menemukan korban Tasha tertimpa atap rumah yang roboh akibat api yang menghanguskan rumah.
”Korban seorang anak berkebutuhan khusus. Api diduga berasal dari kamar tempat korban berada. Ada sekitar 42 orang yang bisa diselamatkan dari kebakaran tersebut,” katanya.
Sebelumnya, kebakaran di permukiman padat penduduk juga terjadi di Duren Sawit, Jakarta Timur, Selasa (30/5/2023) pukul 02.00. Akibat kejadian itu, seorang warga menjadi korban jiwa, sementara empat orang lainnya mengalami luka bakar cukup parah. Gatot menyebut, kebakaran diduga terjadi karena aktivitas bakar sampah warga. Kondisi permukiman yang banyak dihuni bangunan semipermanen membuat api mudah menyebar.
Wali Kota Jakarta Timur Muhammad Anwar meminta warga waspada terkait ancaman kebakaran, terlebih di lingkungan padat penduduk. Perhatian khusus diberikan kepada masyarakat yang rumahnya dibangun dengan material yang rawan terbakar.
”Saya minta untuk memberi pemahaman bagi warga soal potensi korsleting listrik dan penggunaan gas yang kerap menjadi pemicu kebakaran,” ucapnya.
Pengajar di Departemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Zulkifli Djunaidi, menerangkan, masih banyaknya rumah yang dibangun dengan material yang mudah terbakar harus menjadi sasaran evaluasi pemerintah. Kehadiran hidran sebagai alat pemadam kebakaran skala wilayah juga jarang ditemui di perkampungan padat penduduk di Jakarta.
Selain itu, penetapan jalur dan lokasi evakuasi juga wajib dimiliki setiap kawasan. Namun, ruang terbuka hijau yang seharusnya menjadi lokasi evakuasi sudah banyak hilang akibat pembangunan yang tidak terencana.
”Pemerintah bisa tegas dengan menjadikan izin mendirikan bangunan sebagai acuan evaluasi. Dari itu akan kelihatan yang menaati prosedur atau tidak. Rencana detail tata ruang juga harus mulai aware dengan aspek kebencanaan,” ucapnya.