Hukuman Berat Perencana Tawuran Antargeng Remaja di Jaksel
Polisi menerapkan ancaman pidana berat terhadap pelaku tawuran berencana di Mampang, Jakarta Selatan, yang mengakibatkan satu orang meninggal. Apakah ini dapat memberi efek jera dan pencegahan?
Oleh
ERIKA KURNIA
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Penyidik Kepolisian Resor Metro Jakarta Selatan mencoba menerapkan ancaman pidana berat terhadap tersangka tawuran berencana di Kecamatan Mampang, Jakarta Selatan, yang mengakibatkan satu orang meninggal. Langkah ini diharapkan memberikan efek jera kepada kelompok remaja lainnya yang berencana melakukan aksi serupa.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polrestro Jakarta Selatan Komisaris Irwandy Idrus, dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (30/5/2023), menyampaikan, mereka menerapkan ancaman penjara maksimal 12 tahun kepada sembilan tersangka sebagaimana diatur dalam Pasal 355 Ayat 2 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Pidana itu lebih berat daripada ancaman Pasal 170 dan Pasal 353 Ayat 3 KUHP terkait penganiayaan berencana yang mengakibatkan kematian, dengan pidana maksimal masing-masing lima tahun enam bulan dan sembilan tahun penjara.
”Kali ini kami berikan ancaman pasal terberat, yaitu Pasal 355 Ayat 2 KUHP dengan ancaman hukuman 12 tahun penjara sehingga dengan harapan menimbulkan efek deterens bagi kelompok atau orang lain yang ingin melakukan perbuatan serupa,” kata Irwandy.
Ancaman ini diberikan kepada sembilan tersangka dari kelompok yang menamai diri Ascob8. Mereka adalah Firmansyah (21), Arif Rahman (18), Rizky Putra (19), Adittia Ramdani (21), serta lima anak di bawah umur ARA, AA, ARK, DAS, dan HD. Para tersangka merupakan teman satu tongkrongan. Perkumpulan mereka makin intens saat sebagian pelaku yang masih pelajar tengah libur sekolah atau baru lulus dari bangku sekolah menengah.
Pada Rabu (17/5/2023) malam, kelompok Ascob8 ditantang kelompok ABR lewat pesan media sosial Instagram untuk duel. Menyanggupi tantangan itu, mereka menentukan lokasi untuk duel pada Kamis (18/5/2023) dini hari. Geng Ascob8 lalu menyiapkan senjata tajam dan membagi tugas saat akan menghadapi lawan mereka.
Pada pukul 02.30, sembilan remaja dari geng Ascob8 pun bertemu tujuh remaja dari geng Anak Bangka Raya (ABR), di Jalan Mampang Prapatan Raya. Dalam duel itu, satu orang dari kelompok ABR, Alfin Syagaf Santoso (18), menjadi korban karena dikeroyok dan mendapat sabetan celurit di perut dari kubu Ascob8.
Wakil Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Jakarta Selatan Komisaris Henrikus Yossi menambahkan, ancaman hukuman berat ini diberikan sesuai fakta penyidikan. Fakta itu dititikberatkan pada perencanaan terstruktur yang dilakukan sebelum penganiayaan berat dilakukan.
”Perencanaan yang mereka lakukan mulai setelah mereka saling menjawab DM (pesan langsung), kemudian mereka mengiyakan untuk melaksanakan tawuran dan mempersiapkannya, pulang ambil senjata, kumpul lagi, lalu bagi tugas untuk transportasinya. Itu adalah bentuk-bentuk perencanaan yang mereka lakukan,” jelasnya.
Ketika pihak lawan korban mendapat ancaman hukuman berat, polisi telah berkoordinasi dengan pihak sekolah korban dan Suku Dinas Pendidikan Jaksel setempat untuk mencegah agar tidak ada aksi balas dendam atau aksi serupa yang menimbulkan korban.
Hukuman berat juga mengancam tujuh pelaku tawuran yang mengakibatkan korban meninggal di Jalan Sulawesi, Kecamatan Koja, Jakarta Utara, Sabtu (27/5/2023) lalu. Pelaku yang dimaksud adalah remaja berinisial AS (20), AR (18), BA (22), AB (19), SAR (18), MZ (16), dan AYB (16). Adapun korban meninggal yang dimaksud adalah DA (22).
Polres Metro Jakarta Utara menjerat para pelaku dengan Pasal 170 Ayat 3 KUHP yang ancamannya 12 tahun penjara, Pasal 351 Ayat 2 dan Ayat 3 KUHP dengan ancaman 7 tahun penjara, dan Pasal 2 Ayat 1 Undang-undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 dengan 9 tahun penjara.
”Pengenaan Pasal tersebut sesuai dengan perbuatan pelaku,” kata Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Utara Ajun Komisaris Besar Iverson Manossoh dalam keterangan tertulis.
Para pelaku tawuran juga melakukan pola yang sama dengan kasus di Mampang. Mereka saling tantang dengan kelompok lawan di media sosial. Lalu, mereka menentukan waktu, lokasi pertemuan untuk duel, serta menyiapkan senjata tajam berupa celurit hingga pedang.
”Mereka sengaja beraksi (tawuran) dini hari untuk menghindari penyergapan anggota polisi yang berpatroli di malam hari hingga subuh. Jika ada polisi yang melintas (berpatroli), mereka akan saling DM dan menggunakan sandi ‘Awas ada angin’,” ungkap Iverson.
Selain tujuh pelaku tersebut, polisi juga mendalami lima pelaku lainnya dan mengejar 10 pemuda lain yang terlibat dalam aksi tawuran tersebut.
Tidak efektif
Pemberian hukuman berat bagi remaja pelaku kekerasan, menurut kriminolog dari Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Indonesia, Yogo Tri Hendiarto, justru dinilai usang. Cara ini, menurut dia, tidak terbukti dalam berbagai penelitian dapat mengurangi terulangnya kasus serupa.
”Penjeratan hukuman berat tidak ada hubungannya dengan potensial pelaku dan tidak akan memberikan efek jera pada pelaku kejahatan. Contoh saja, ancaman hukuman mati bagi pelaku narkotika yang sampai saat ini tidak menghentikan masyarakat menjadi pelaku,” ujarnya saat dihubungi melalui telepon.
Pemberian hukuman berat pada remaja, termasuk yang di bawah umur, menurut dia, akan memberi konsekuensi buruk bagi para penerima hukuman di masa depan. Mereka tidak sulit melepas stigma pelaku kriminal pada usia mereka yang terlalu dini. Situasi ini akan berimplikasi pada penerimaan mereka di masyarakat saat akan melanjutkan sekolah atau pekerjaan.
Selain itu, potensi kasus seperti itu akan tinggi sejalan dengan banyaknya populasi usia muda di DKI Jakarta. Jumlah penduduk Jakarta yang berusia 19 tahun dan ke bawah di tahun 2022, menurut data Badan Pusat Statistik Jakarta, berkisar 3,21 juta atau hampir 30 persen dari total 10,75 juta penduduk.
”Kalau sistem pendidikan kurang menyenangkan, tidak ada fasilitas infrastruktur dan sistem yang memadai untuk mereka produktif di kegiatan positif, mereka dapat cenderung mencari identitas diri atau kelompok yang tidak terarah,” ujarnya.
Hal ini bukan hanya menjadi pekerjaan rumah bagi institusi pendidikan, tetapi juga pemerintah daerah yang berperan menyediakan sarana dan prasarana penyaluran bakat atau aktivitas masyarakat. Pihak swasta pun juga bisa ikut berperan dalam pembangunan ini.
Polisi sendiri dinilai cukup berperan dalam upaya pencegahan. Program Polda Metro Jaya seperti Street Race untuk menampung hobi balap motor sampai Street Boxing bisa berguna. Sayangnya, program itu belum konsisten untuk bisa dimanfaatkan masyarakat.
Upaya pencegahan yang bisa dilakukan masyarakat dan aparat adalah aktif mengawasi kegiatan ”nongkrong” remaja. Budaya nongkrong kerap terbukti menjadi awal rencana-rencana tindak kenakalan remaja.
”Kerumunan remaja perlu diawasi oleh semua masyarakat dan dibubarkan jika ketahuan. Perlu ada tindakan inisiatif dari masyarakat. Polisi juga bisa mengawasi lewat operasi-operasi mereka, seperti dalam patroli malam,” imbuhnya.