Berkas Perkara Penganiayaan Berat dengan Tersangka Mario Dandy Dinyatakan Lengkap
Proses sampai tahap ini dipastikan tidak terkait tekanan publik yang menilai penegak hukum lamban dalam menyidik kasus ini.
Oleh
ERIKA KURNIA
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta menyatakan berkas penyidikan tersangka penganiayaan berat, yakni Mario Dandy Satrio (20) dan Shane Lukas Rotua Pangodian Lumbantoruan (19), lengkap. Proses sampai tahap ini dipastikan tidak terkait dengan tekanan publik yang menilai penegak hukum lamban dalam menyidik kasus ini.
Seperti diketahui, kedua tersangka terlibat dalam penganiayaan terhadap Cristalino David Ozora (17) pada Senin (20/2/2023) di Perumahan Green Permata, Jalan Swadarma Raya, Kelurahan Ulujami, Kecamatan Pesanggrahan, Jakarta Selatan. Akibat penganiayaan itu, David menjalani perawatan di rumah sakit karena mengalami kerusakan otak berat.
Kasus ini melibatkan pelaku lain, yakni AG (15), pacar Mario. Perkara AG tergolong dalam anak berkonflik dengan hukum dan sudah terlebih dahulu disidangkan. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan vonis bagi AG dengan pidana 3 tahun 6 bulan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak, Senin (10/4/2023). AG dinyatakan turut melakukan penganiayaan berat yang terencana.
Dalam perkara dengan tersangka Mario dan Shane, Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta Agus Sahat Sampe Tua Lumban Gaol menyatakan, kejaksaan pertama kali menerima berkasnya pada 10 Mei 2023. Setelah menganalisis berkas perkara kedua tersangka tersebut, pihaknya menyatakan telah lengkap.
”Rabu, 24 Mei 2023, Kejaksaan Tinggi DKI telah menerbitkan P-21 (atau hasil penyidikan lengkap),” kata Agus saat konferensi pers di kantor Kejati DKI Jakarta, hari ini.
Pada kesempatan sama, Asisten Tindak Pidana Umum Kejati DKI Jakarta Danang Suryo Wibowo menegaskan, berkas perkara tidak bolak-balik dikirim antara penyidik di Polda Metro Jaya dan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Penyerahan berkas perkara hanya satu kali sesuai dengan aturan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
”Untuk pembelajaran rekan-rekan sekalian, khususnya masyarakat, zaman sekarang kita semakin melek hukum tentunya. Aturan-aturan terkait proses penanganan perkara juga sudah ada di dalam KUHAP. Sebagaimana yang saya sampaikan tadi, waktu tahapan itu memang masih dalam koridor KUHAP,” katanya.
Ia juga menyatakan, Kejaksaan bekerja secara profesional tanpa intervensi agar tidak ada kesalahan penanganan perkara di pengadilan. Ke depan, segera disiapkan administrasi untuk pelimpahan ke pengadilan atau P-31.
Dalam kasus ini, tersangka Mario dijerat dengan Pasal 355 Ayat 1 KUHP juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP subsider 353 Ayat 2 KUHP juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP atau ke-2 Pasal 76 C juncto Pasal 50 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Adapun tersangka Shane dijerat dengan Pasal 355 Ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP Subpasal 355 Ayat 2 juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP atau Pasal 355 Ayat 1 ke-1 KUHP juncto 56 kedua KUHP Subpasal 353 Ayat 2 KUHP juncto Pasal 56 Ayat ke-2 KUHP. Ia juga dijerat menggunakan Pasal 76 C juncto Pasal 50 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak juncto Pasal 56 ke-2 KUHP.
Desakan keluarga korban
Sebelumnya, perwakilan keluarga korban, Alto Luger, mengutarakan kekecewaannya di media sosial Twitter, Senin (22/5/2023). Paman dari David itu merasa proses hukum terhadap para tersangka tidak jelas setelah lebih kurang tiga bulan berjalan dari waktu kejadian. Alto menulis di Twitter sebagai berikut:
”Dear Polda Metro Jaya,
Kami, keluarga David Ozora yang mengikuti perkembangan kasus hukum atas tersangka utama Mario Dandy, penganiaya berat dengan perencanaan atas anak kami David merasa capek dengan ketidakjelasan perkembangan kasus ini.
Untuk itu maka kami merasa sebaiknya Mario Dandy dibebaskan saja, dan sekaligus diangkat sebagai Duta Free Kick oleh Polda Metro Jaya, karena prestasinya yang sangat luar biasa yaitu bisa melihat kepala seorang anak sebagai bola yang pantas untuk ditendang, dan diakhiri dengan selebrasi, dan juga prestasinya yang mampu membuat berkas kasusnya bisa berputar-putar antara Polda Metro dan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.
Ini jelas sebuah prestasi dari seorang Mario Dandy.
Kami pernah punya harapan tinggi kepada kalian... Pernah punya...
Terima kasih”
Saat dihubungi wartawan pekan ini, Alto menjelaskan, keluarga yang masih mengikuti perkembangan kasus ini kecewa dengan penanganan penegak hukum terkait. Polisi dan kejaksaan dinilai tidak sigap seperti saat menangani kasus tersangka anak AG (15).
”Memang, ada tuntutan undang-undang juga agar proses persidangan anak yang berkonflik dengan hukum dipercepat, tetapi materi persidangan mereka, kan, satu paket. Mereka berada di lokasi kejadian yang sama, kasus yang sama, dan perbuatan yang sama. Jadi, seharusnya itu tidak perlu terlalu lama untuk pemberkasan Mario dan Shane,” ujar Alto.
Pihak keluarga korban juga menjadi berasumsi, kinerja penyidikan penegak hukum tidak optimal. ”Selama ini, kan, perspektif masyarakat tentang Polri lagi turun gara-gara kasus sebelumnya. Nah, sebenarnya kenapa saya nulis begitu? Supaya kalau ini dipercepat, aparat penegak hukum bergerak cepat, apresiasi masyarakat akan naik terhadap institusi, khususnya Polri,” katanya.
Sampai berita ini ditulis, pihak kepolisian dari Polda Metro Jaya belum memberi tanggapan atas komentar keluarga David.
Kasus penganiayaan terhadap pelajar sekolah menengah atas itu mengakibatkan kefatalan. Korban sempat koma sekitar dua bulan di rumah sakit dan berpotensi mengalami kecacatan otak. Saat ini, menurut keterangan keluarga di media sosial, David sudah kembali ke rumah dan belajar kembali bersekolah walaupun kemampuan kognitifnya belum pulih.