Selain menghormati putusan hakim, Kementerian PPPA meminta AG berhak mendapat pembinaan dan bimbingan di LPKA.
Oleh
SONYA HELLEN SINOMBOR
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menghormati putusan hakim yang menjatuhkan pidana pidana 3 tahun 6 bulan kepada AG (15), anak berkonflik dengan hukum dalam perkara penganiayaan berat terhadap Cristalino David Ozora (17). Mereka meminta Lembaga Pembinaan Khusus Anak, tempat AG menjalani masa pidananya, memberi perhatian pada kepentingan terbaik dari anak.
Kementerian PPPA menilai vonis tersebut dinilai sudah sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA). Khususnya Pasal 61 Ayat (1) yang menyatakan bahwa pembacaan putusan pengadilan dilakukan dalam sidang yang terbuka untuk umum dan dapat tidak dihadiri oleh anak.
”Kami menghormati putusan hakim terhadap anak berkonflik dengan hukum, AG. Sidang pembacaan putusan yang tidak hanya putusannya yang lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum, tetapi juga tidak menghadirkan langsung anak yang berkonflik dengan hukum dalam persidangan,” ujar Deputi Perlindungan Khusus Anak, Kementerian PPPA, Nahar, di Jakarta, menanggapi vonis terhadap AG, Senin (10/4/2023).
Nahar menegaskan, AG telah dinyatakan bersalah dan divonis pidana pembinaan 3 tahun 6 bulan untuk menjalani masa pidananya di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA). ”Kami berharap anak juga berhak memperoleh pembinaan, pembimbingan, pengawasan, pendampingan, pendidikan dan pelatihan, serta hak lain sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” katanya.
Pada kesempatan tersebut, Nahar juga mengajak semua pihak untuk terus berdoa dan mengupayakan agar anak korban Cristalino David Ozora segera pulih seperti sediakala dan hak-haknya sebagai anak korban dapat dipenuhi, seperti pelayanan kesehatan, pendidikan, rehabilitasi medis dan sosial, serta jaminan keselamatan.
Anak korban juga diharapkan diberikan kemudahan mendapatkan informasi mengenai perkembangan perkara, termasuk dapat diusulkan mendapatkan ganti rugi (restitusi) dari pelaku (khususnya pelaku utama), juga hak-hak lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kementerian PPPA menilai penegakan hukum secara tegas terhadap kasus ini dapat mencegah dan menurunkan terjadinya kekerasan terhadap anak.
Selain itu, Nahar mengingatkan dan mengajak semua masyarakat yang mengalami, mendengar, ataupun melihat terjadinya tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak untuk berani dan segera melapor kepada pihak yang berwajib atau melalui layanan pengaduan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 yang dapat diakses melalui hotline 129 atau WhatsApp 08111-129-129.
”Kami menghormati hasil putusan hakim dengan pertimbangan-pertimbangan dari pihak yang punya kewenangan mengasesmen AG selama ini. Kami mengapresiasi hakim yang tidak menghadirkan anak dalam pembacaan putusan,” ujar Ketua KPAI Ai Maryati Solihah,
Sejak kasus tersebut bergulir, Ai menyatakan KPAI memberikan perhatian khusus. Hal itu ditunjukkan KPAI yang memantau sejak tahap penyelidikan, penuntutan di pengadilan, agar prosesnya tetap berjalan sesuai dengan SPPA.
Kriminolog FISIP Universitas Indonesia, Mamik Sri Supatmi, mengingatkan, kendati AG divonis bersalah, sesungguhnya AG adalah korban dari sistem peradilan pidana yang seksis, punitif, dan reaktif terhadap kenakalan anak-anak. Publik dan aparat penegak hukum abai dalam melihat bahwa AG juga adalah anak korban.
Pekan lalu, Rabu (5/4/2023), AG dituntut pidana 4 tahun dengan pembinaan di LPKA, dalam persidangan tertutup di Pengadilan Negeri Jakarta Jakarta Selatan. Di luar sidang, Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan Syarief Sulaeman Ahdi menyampaikan, jaksa menuntut majelis hakim agar memvonis AG terbukti bersalah melakukan tindak pidana dalam dakwaan primer berdasarkan Pasal 355 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) atau tindak pidana penganiayaan berat terencana.
Pidana tersebut, menurut jaksa, patut diberikan karena AG memenuhi semua unsur dakwaan dari pemeriksaan fakta, barang bukti, dan saksi. Sebelumnya, jaksa mendakwa AG dengan tiga dakwaan.
Dakwaan primer pertama Pasal 353 Ayat 2 KUHP mengenai penganiayaan berencana yang mengakibatkan luka berat serta Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP mengenai mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan kekerasan.
Dakwaan primer kedua adalah Pasal 355 Ayat 1 mengenai penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana lebih dulu serta Pasal 56 Ayat 2 KUHP mengenai mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana, atau keterangan untuk melakukan kejahatan.
Kemudian dalam dakwaan ketiga dengan Pasal 76 C juncto Pasal 80 Ayat 2 Undang-Undang (UU) RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No 23/2022 tentang Perlindungan Anak.