Kondisi Tanah Beda, Drainase Vertikal Tidak Dapat Diaplikasikan di Seluruh Jakarta
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menargetkan pembangunan 200 drainase vertikal di Jakarta Selatan pada tahun ini. Pembangunan perlu memperhatikan kondisi tanah di lokasi agar program efektif dan tidak membuang anggaran.
Oleh
Raynard Kristian Bonanio Pardede
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menargetkan pembangunan drainase vertikal sebagai antisipasi banjir atau mempercepat penurunan genangan air saat hujan datang. Kondisi tanah yang berbeda-beda di setiap wilayah membuat program ini tidak bisa dilakukan secara luas di Ibu Kota. Konektivitas saluran air dengan sistem daerah aliran sungai besar perlu dilakukan sebagai dukungan.
Berdasarkan informasi dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Suku Dinas Sumber Daya Air Jakarta Selatan akan membangun sekitar 200 drainase vertikal di wilayahnya. Ditargetkan ada sekitar 20 titik yang tersebar di 10 kecamatan di Jakarta Selatan.
Pengajar hidrologi di Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Evi Anggraheni, mengingatkan, drainase vertikal lebih berfungsi mengelola air akibat hujan dengan intensitas ringan sampai sedang. Jika digunakan untuk mencegah banjir, drainase vertikal kurang efektif. Untuk itu, pemerintah perlu memperjelas target dan peruntukan dari program tersebut.
Akan tetapi, jika pemerintah menginginkan program ini untuk dapat berfungsi sebagai pengendali banjir juga, pembangunan harus dilakukan di daerah yang memiliki tingkat muka air tanah yang dalam, terlepas dibangun di atas trotoar ataupun bahu jalan. Hal ini penting untuk melihat kemampuan tanah dalam menyerap air yang turun nantinya.
Meski begitu, Evi mengingatkan, adanya perbedaan kondisi muka air tanah di masing-masing wilayah membuat pembangunan drainase vertikal tidak bisa diaplikasikan di seluruh wilayah Jakarta.
”Lokasi pembangunan harus memperhatikan kondisi tingkat muka air tanah yang dalam agar dapat menyerap air dengan baik. Program ini tidak bisa universal di seluruh wilayah DKI,” ucapnya di Jakarta, Rabu (24/5/2023).
Jika drainase vertikal hanya sekadar dibangun, tanpa memperhatikan tingkat muka air tanah, fungsinya tidak berjalan efektif karena pori-pori tanah akan lebih cepat terisi dengan air dan tanah cepat menjadi jenuh. Hal tersebut mengakibatkan drainase vertikal hanya efektif untuk menampung air saat hujan pertama kali turun saja, tidak untuk hujan setelahnya.
Kondisi muka air tanah di Jakarta berbeda-beda, program ini tidak bisa secara universal diterapkan secara luas di Ibu Kota.
Bagi daerah di Jakarta yang tidak bisa dibuatkan drainase vertikal, pemerintah perlu memastikan konektivitas antar-saluran air dari yang terkecil hingga terhubung ke sistem daerah aliran sungai (DAS) besar.
Salah satu titik pembangunan drainase vertikal di Jakarta Selatan ada di kawasan persimpangan menuju Sekolah Komando Angkatan Laut (Seskoal) di kawasan Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, tepatnya di bawah jalur Transjakarta koridor 13 Ciledug-Tendean.
Murrobi (43), warga yang berjualan di dekat lokasi drainase vertikal tersebut, berharap agar drainase vertikal tersebut dapat mengurangi banjir di kawasan tersebut. Jika hujan lebat datang, kawasan persimpangan Seskoal Cipulir menjadi langganan banjir setinggi 50-60 cm.
Jika genangan sudah tinggi, aktivitas berkendara kerap lumpuh total. Warung makanan yang ia miliki pun sering terkena limpasan akibat air yang menggenangi kawasan itu.
”Semoga bisa mengurangi banjir, sejak ada pompa air, sekarang lebih cepat surut sekitar setengah jam saja. Sebelumnya bisa sampai 1 jam-an,” ujarnya.
Kepala Suku Dinas Sumber Daya Air Jakarta Selatan Santo menerangkan, pembangunan drainase vertikal ini menggunakan sistem pengeboran sehingga dapat memiliki kedalaman sekitar 20-25 meter per lubangnya. Khusus di Cipulir, pembangunan drainase ditargetkan selesai pada pertengahan Juni 2023.
Pembangunan drainase vertikal ini diawali dengan menggali tanah hingga kedalaman 3 meter, lalu dipasangi buis beton atau beton berbentuk bulat dengan diameter 1 meter. Selanjutnya, tanah dibor menggunakan mesin hingga kedalaman 20 meter, lalu ditanami pipa sebesar 4 inci.
Selain di Cipulir, pembangunan drainase vertikal akan dilanjutkan di Grogol Utara dan Kebayoran Lama Utara. ”Drainase model baru ini supaya penanganan banjir dan genangan lebih maksimal,” ucapnya.
Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta Bidang Tata Ruang, Justin Adrian, menerangkan, dari hasil evaluasinya, program drainase vertikal perlu dilanjutkan dengan beberapa catatan. Salah satu catatannya adalah lubang drainase harus lebih dalam dari pembangunan sebelumnya. Ia menilai, drainase vertikal yang dibangun pada beberapa tahun sebelumnya hanya memiliki kedalaman 3-4 meter sehingga tidak efektif menyerap air dan malah meluber ke jalanan.
Selain itu, program pengendalian banjir juga perlu dilanjutkan dengan menormalisasi aliran sungai yang masih banyak dihuni oleh bangunan-bangunan liar.
”Teknis dan konstruksinya harus ada perubahan agar tidak membuang anggaran saja. Pak Heru bisa lebih tegas soal program pengendalian banjir seperti ini karena minim beban politik,” ucap Justin.