Jakarta daerah cekungan, banyak endapan aluvial sehingga air sulit meresap kalau tidak tahu akuifer yang dituju. Sumur resapan tidak efektif diterapkan di sebagian besar kawasan Ibu Kota ini.
Oleh
Fransiskus Wisnu Wardhana Dhany
·4 menit baca
KOMPAS/FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
Sumur resapan di sepanjang Jalan Aditiyawarman hingga Jalan Kertanegara, Kelurahan Selong, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (2/12/2021).
JAKARTA, KOMPAS — Sumur resapan tak begitu cocok di kawasan hilir, seperti DKI Jakarta, yang daya serap tanahnya rendah. Kajian harus benar-benar matang supaya sumur resapan tak berakhir sebagai kolam penampungan karena gagal mengurangi genangan dan menambah cadangan air tanah.
Sumur resapan terbangun di kantor pemerintahan, tepi jalan, dan kawasan permukiman se-Jakarta. Kedalamannya mencapai 3 meter dengan diameter 1 meter, seperti di halaman parkir Kantor Kelurahan Gelora, Jakarta Pusat, dan sepanjang Jalan Aditiyawarman hingga Jalan Kertanegara, Kelurahan Selong, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (2/12/2021).
Muhammad Fakhrudin, Peneliti Ahli Utama pada Pusat Riset Limnologi BRIN, menuturkan, sumur resapan berfungsi mengurangi genangan dan menambah cadangan air tanah. Syaratnya harus terletak di area dengan tanah berdaya serap tinggi.
”Jakarta terletak di hilir, daya serap tanahnya rendah. Semakin ke utara, semakin rendah sehingga tidak bisa buat sumur resapan. Nanti sumur resapan hanya jadi kolam penampungan,” ujarnya.
KOMPAS/FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
Material sisa pengerjaan sumur resapan di sepanjang Jalan Aditiyawarman hingga Jalan Kertanegara, Kelurahan Selong, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (2/12/2021).
Karena itu, pembangunan sumur resapan secara masif akhir-akhir ini harus punya kajian. Area atau titik-titik mana saja yang punya daya serap baik dan kendala lokasi.
Kasatmata, ada beberapa bagian permukaan sumur resapan di Jalan Aditiyawarman hingga Jalan Kertanegara yang pecah atau retak, tertutup tanah dan dedaunan. Jalur itu ramai dilintasi sepeda motor dan mobil serta jadi tempat parkir. Sebagian sumur resapan ada di badan jalan atau di tengah trotoar. Saat pengerjaan, proyek ini mengganggu mobilitas warga. Saat sudah jadi pun, permukaan jalan dan trotoar tak semulus sebelumnya.
Jakarta daerah cekungan, banyak endapan aluvial sehingga air sulit meresap kalau tidak tahu akuifer yang dituju.
Fakhrudin menyebutkan, prinsip semakin banyak sumur resapan, maka semakin bagus akan sia-sia jika membangun tanpa kajian daya serap tanah dan mempertimbangkan kondisi lapangan. Lewat kajian dan pertimbangan justru pemerintah bisa mengetahui efektivitas ketimbang masifnya sumur resapan.
”Kondisi lapangan, kan, beda-beda. Harus pastikan berfungsi dengan baik. Juga perawatan rutin dengan bersihkan sampah, lumpur, dan lainnya,” katanya.
Akuifer
Nur Hidayat, Perekayasa Ahli Madya Pusat Teknologi Reduksi Risiko Bencana Organisasi Riset Pengkajian dan Penerapan Teknologi BRIN, juga menyarankan kajian kondisi tanah tanah, terutama akuifer di Jakarta, sebelum membuat sumur resapan. Akuifer merupakan lapisan bawah tanah yang mengandung dan mengalirkan air.
”Jakarta daerah cekungan, banyak endapan aluvial sehingga air sulit meresap kalau tidak tahu akuifer yang dituju,” ujarnya.
Endapan aluvial merupakan jenis tanah lempung dan pasir. Tanah tersebut membuat akuifer yang terletak di dekat permukaan tanah mudah jenuh atau cepat terisi air saat hujan dan kering saat kemarau. Bahkan, air sulit meresap ke dalam tanah sehingga tidak cocok untuk sumur resapan.
Hidayat mengatakan, kajian kondisi tanah penting untuk mengetahui jumlah akuifer dan kondisinya sehingga sumur resapan sesuai dan tepat sasaran. Semua data tersebut bisa diperoleh dari Balai Konservasi Air Tanah yang secara periodik memetakan kondisi tanah.
”Akuifernya terisi, jenuh, atau kosong sehingga bisa tahu di Jakarta butuh berapa sumur resapan di suatu lokasi,” katanya.
ARSIP CEPI AL HAKIM
Mekanisme kerja dari sumur resapan.
Keakuratan sumur resapan diyakini selaras dengan tujuan mengurangi genangan dan menambah cadangan air tanah. Alih-alih mubazir karena tak optimal.
Fungsi DAS
Konsep sumur resapan di Ibu Kota sudah ada sejak 1996 tatkala Pemprov DKI Jakarta bekerja sama dengan Jepang untuk membangun sistem tata air. Pendekatannya on-stream atau menyentuh langsung sungai dan kali dengan cara dilebarkan dan dikeruk; dan off-stream atau menata air di permukaan dengan membenahi hulu air, membangun saluran, dan got.
Pada 1996, para ahli tata air Indonesia dan Jepang menarik garis bayangan kedalaman air tanah dari timur ke barat. Batasan yang bisa untuk sumur resapan adalah Setiabudi dan Tanah Abang. Daerah Rawamangun tidak bisa karena meskipun pembangunannya telah menguruk tanah, pada konstruksi aslinya itu adalah wilayah rawa (Kompas, 2 Maret 2021).
Endrawati Fatimah, pengajar Teknik Planologi pada Universitas Trisakti, menuturkan, sumur resapan di Jakarta tidak optimal mengurangi genangan dan menambah cadangan air tanah karena daya serap tanah yang rendah. Hal itu berdasarkan fungsi daerah aliran sungai (DAS) dan peta ekoregion Jakarta. Peta yang disusun berdasarkan bentang lahan oleh Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah Jakarta.
”Dalam fungsi DAS, Jakarta ada di hilir. Puncak sebagai hulu menjadi tempat resapan air, area tengah menahan air dengan situ-situ, dan area hilir, Jakarta mengalirkan air ke laut,” ujarnya.
KOMPAS/FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
Sumur resapan di sepanjang Jalan Aditiyawarman hingga Jalan Kertanegara, Kelurahan Selong, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (2/12/2021).
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Warga melintasi coran semen untuk sumur resapan di Karet Tengsin, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Kamis (18/11/2021).
Merujuk peta ekoregion itu Jakarta terbagi menjadi dataran marin yang terdiri dari area pasang surut berlumpur (rentan banjir), beting gesik dan lembah antar gisik (rawan genangan) di utara Jakarta.
Kemudian dataran fluvial terdiri dari dataran rawa (rentan genangan dan banjir), banjir, dan fluviomarin (rentan genangan, rob, dan banjir) di tengah ke arah utara Jakarta. Terakhir dataran vulkanik. Terdiri dari dataran bergelombang hingga landai dari arah pusat ke selatan Jakarta.
”Jakarta secara alami bukan area yang meresapkan air. Resapan tergantung dari jenis tanah, tetapi makan waktu lama sehingga harus selaras kebijakan di hulu, tengah, dan hilir,” tuturnya.
Jakarta bisa mengutamakan perbaikan dan peningkatan drainase sembari memperbaiki situ-situ, dan di kawasan hulu membangun sumur resapan.