”Urban Farming” di Jakarta untuk Antisipasi Cuaca Ekstrem
”Urban farming” perlu digencarkan agar warga Ibu Kota memiliki ketahanan pangan di tengah ancaman cuaca ekstrem. Pemerintah perlu memberikan bantuan modal dan bibit agar masyarakat tertarik ikut serta.
Oleh
Raynard Kristian Bonanio Pardede
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kegiatan pertanian di perkotaan terus didorong untuk mewujudkan ketahanan pangan di Ibu Kota, khususnya mengantisipasi dampak perubahan iklim. Peran pemerintah diperlukan agar menarik masyarakat menaruh minat yang besar pada kegiatan tersebut.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebut musim kemarau tahun ini akan lebih kering apabila dibandingkan dengan tiga tahun sebelumnya. Hal tersebut disebabkan kondisi La Nina yang berdampak pada iklim basah mulai melemah dalam tiga tahun terakhir. Hal tersebut dapat memicu kekeringan yang bisa memengaruhi pasokan pangan bagi warga di berbagai tempat di Indonesia.
Kegiatan seperti urban farming atau pertanian di kota menjadi salah satu upaya mitigasi dampak kekeringan, khususnya di Jakarta yang sangat bergantung pada hasil pertanian daerah lain.
Di kawasan Kembangan, Jakarta Barat, salah satu pegiat pertanian perkotaan Lilis Pujiawati (50) menjelaskan, melalui kegiatan tersebut, masyarakat dapat mendapatkan berbagai manfaat baik dari segi ekonomi maupun pencukupan gizi. Adapun Lilis menggunakan teras rumah berukuran 5 meter x 5 meter untuk membudidayakan anggur.
Dari hal tersebut, ia mendapatkan keuntungan dengan membudidayakan bibit anggur, sementara bibit yang sudah berbuah ia konsumsi bersama keluarga ataupun tetangga. Meski anggur tergolong buah yang sulit dibudidaya, dirinya tetap melanjutkan kegiatan tersebut dengan bantuan teknis dari Komunitas Anggur Jakarta (KAJ).
”Bibit yang tingginya sudah 1 hingga 2 meter bisa dijual dengan harga Rp 250.000. Saya lakukan pembibitan dan juga pembuahan anggur beberapa kali. Untuk buah, dibagikan ke tetangga dan lingkungan sekitar,” kata Lilis saat ditemui di rumahnya di Kembangan, Jakarta Barat, Senin (15/5/2023).
Bekerja sama dengan Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian (KPKP), ia dan KAJ akan memberikan pelatihan teknis untuk beberapa warga di Jakarta Barat yang berminat membudidayakan anggur. Dengan semakin banyak warga yang memiliki kemampuan bertani di perkotaan, semakin banyak pula masalah yang bisa diselesaikan, seperti gizi, pangan, dan kesejahteraan.
Bimbingan dan bantuan dari pemerintah perlu digencarkan untuk menarik minat masyarakat, mengingat masih mahalnya biaya produksi bertani di perkotaan, seperti harga pupuk.
”Kegiatan ini untuk jangka panjang supaya warga punya keahlian menanam buah atau sayur. Pandemi menjadi pelajaran. Antisipasi krisis pangan juga. Sayangnya, masih ada warga berpikir sekali bertani bisa dapat buah yang enak dengan cepat, padahal skillfarming perlu diasah,” ujarnya.
Tidak hanya di Jakarta Barat, program urban farming juga terus didorong di wilayah administratif lain seperti Jakarta Selatan. Kepala Suku Dinas KPKP Jakarta Selatan Hasudungan Sidabalok menerangkan, pemerintah memberikan bantuan pembibitan dan peralatan gratis bagi warga yang ingin bertani di lahan kosong yang ada di wilayahnya.
Warga fokus menghasilkan buah yang bagus dan cepat. Padahal, ini semua butuh proses. Yang lebih penting, warga punya skill menanam dan bertani di lahan yang terbatas.
Di Jakarta Selatan, pemerintah menggencarkan program Gang Hijau yang memanfaatkan lahan di tiap-tiap kelurahan. Bukan hanya pertanian, peternakan juga dimanfaatkan. Di wilayahnya terdapat sekitar 800 sapi perah yang dapat dimanfaatkan, yang kini tersebar di kawasan Mampang Prapatan, Pancoran, dan Pesanggrahan.
”Kurang lebih ada 70 Gang Hijau yang kami bina. Mereka menanam bayam, kangkung, juga memelihara ikan. Bantuan diberikan gratis. Hasilnya dimanfaatkan untuk warga sendiri, khususnya diberikan kepada warga kurang mampu untuk pengentasan tengkes (stunting). Kalau lebih produktif, bisa dijual,” kata Lilis.
Dalam kesempatan terpisah, Kepala Dinas KPKP DKI Jakarta Suhairini Elawati menjelaskan, penguatan sistem pangan di Ibu Kota penting, khususnya untuk mengantisipasi dampak cuaca ekstrem ke depannya. Pada 2023, Dinas KPKP tidak hanya fokus pada urban farming, tetapi juga mendorong pengembangbiakan ikan di lingkungan lewat program urban fish garden.
”Sebanyak 98 persen pangan Jakarta berasal dari luar daerah. Apabila daerah tersebut terkena kekeringan, tentu akan memengaruhi pola tanam dan berimbas pada ketahanan pangan di Ibu Kota. Sesuai arahan Presiden, warga diminta memanfaatkan lahan-lahan untuk menanam tanaman produktif yang umurnya pendek yang bisa dikonsumsi nantinya,” ucapnya.
Secara umum, peneliti di Center for Indonesian Policy Studies, Faisol Amir, menerangkan, kenaikan suhu rata-rata bumi dapat meningkatkan risiko penurunan produktivitas pertanian yang mengancam kelangsungan sektor pertanian. Dampak yang paling dapat dirasakan adalah menurunnya pasokan air ke sawah. Padahal, air sangat menentukan produksi pertanian.
Kurangnya air yang tersedia akhirnya mengancam pasokan makanan warga.
”Banyak praktik yang bisa dilakukan seperti tata kelola irigasi dengan skema pembayaran jasa lingkungan hingga penggunaan benih yang lebih tahan di lahan kering,” ujarnya.