Ingin Diakui sebagai Nabi, Polisi Dalami Motif Pelaku Penembakan di MUI
Polda Metro Jaya berkoordinasi dengan berbagai pihak untuk menyelidiki latar belakang dan motif Mustopa (60), pelaku penembakan di kantor MUI, Selasa (2/5/2023).
Oleh
ERIKA KURNIA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Polisi masih menyelidiki pria yang melakukan penembakan di kantor Majelis Ulama Indonesia, Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (2/5/2023). Meski pelaku meninggal secara mendadak usai beraksi, polisi perlu mendalami latar belakang pelaku yang mengaku sebagai nabi dalam catatan tertulis yang pernah dibuat.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Trunoyudo Wisnu Andiko, di Jakarta, Rabu (3/5/2023), menyampaikan, Polda Metro Jaya telah berkoordinasi dengan berbagai pihak untuk menyelidiki latar belakang dan motif pelaku bernama Mustopa (60) itu melakukan tindak kriminal.
Seperti diketahui, pelaku asal Lampung itu menembakkan peluru dari senjata jenis air soft gun di lantai satu kantor MUI sekitar pukul 11.00. Kejadian itu mengakibatkan dua staf kantor terluka dan kerusakan material.
”Dalam proses ini, masih berkesinambungan, berkelanjutan. Tadi malam juga sudah diturunkan tim langsung dari Polda Metro Jaya menuju ke Lampung. Tentu hasilnya ini berkaitan dengan proses yang butuh waktu,” kata Trunoyudo.
Kerja sama itu antara lain untuk meneliti lebih dalam beberapa alat bukti berupa catatan-catatan yang ditemukan polisi dari pelaku. Catatan itu antara lain berupa pengakuan bahwa pelaku adalah seorang nabi.
”Dari alat bukti yang ada tulisan-tulisan, yang pertama, motif sementara bahwa yang bersangkutan ini ingin mendapat pengakuan sebagai wakil nabi. Dalam surat tersebut, salah satunya tertulis yang bersangkutan berdasarkan hadis, ’di akhir zaman ada 73 golongan dalam Islam dan hanya satu golongan yang diakui dan itu adalah saya sebagai wakil Tuhan’,” kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Hengki Hariyadi, Selasa sore.
Mustopa, kata Hengki, membuat pengakuan itu sejak 2018. Dalam sebuah surat, ia mengancam akan melakukan tindakan kekerasan kepada pejabat-pejabat negeri, termasuk MUI.
Adapun dari hasil koordinasi dengan Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri, Mustopa diketahui tidak terkait jaringan teroris. ”Bukan merupakan wujud dari teror lone wolf dan juga tidak terkooptasi dengan ideologi agama yang ekstrem,” imbuhnya.
Polisi juga menyerahkan barang bukti catatan-catatan tersebut, serta senjata yang dipakai, dan telepon genggam untuk diperiksa secara digital hingga psikologi forensik.
Pelaku meninggal tidak lama setelah diringkus aparat. Jenazah pelaku yang dibawa ke Puskesmas Menteng telah dipindah ke Rumah Sakit Polri, Jakarta Timur, untuk diotopsi. Temuan sementara dari barang bukti obat-obatan yang dibawa Mustopa sampai keterangan istri pelaku di Lampung, ia diduga meninggal karena memiliki riwayat asma dan penyakit jantung.
Kepala Rumah Sakit Polri Brigadir Jenderal (Pol) Hariyanto, dihubungi hari ini, mengatakan, otopsi terhadap jenazah pelaku sudah selesai. Proses masih berlanjut dengan pemeriksaan tambahan di laboratorium dan laporan ke penyidik.
”Hasilnya kita baru bahas nanti ke penyidik. Nanti yang menyampaikan penyidik dalam konferensi pers atau apa, nanti misalnya kita diundang ke konpers itu kemudian penyidik mungkin minta tolong kepada kita menjelaskan,” ujarnya.