Ribuan Pengunjung Taman Ismail Marzuki Antusias Saksikan Gerhana Matahari Hibrida
Sekitar 3.000 pengunjung datang ke Taman Ismail Marzuki Jakarta untuk mengamati fenomena gerhana matahari hibrida.
Oleh
NASRUN KATINGKA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ribuan Pengunjung antusias mengikuti pemantauan gerhana matahari hibrida di Taman Ismail Marzuki, Kamis (20/4/2023). Para pengunjung tetap antusias walaupun di langit Jakarta hanya terlihat sekitar 39 persen atau biasa disebut gerhana parsial.
Sejak pukul 07.00, pengunjung mulai datang ke Plaza Teater Jakarta Planetarium dan Observatorium Unit Pengelola Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki (UP PKJ TIM). Mayoritas pengunjung datang berombongan, baik dengan keluarga, teman, maupun kerabat lainnya.
DKI Jakarta sebagai salah satu wilayah yang dapat melihat fenomena tersebut akan memperoleh pemandangan ketertutupan Matahari sebesar 39 persen. Durasi gerhana ini selama 2 jam 37 menit sejak pukul 09.29 WIB dan fase puncaknya pada pukul 10.45 WIB.
Kepala Subbidang Tata Usaha UP PKJ TIM Eko Wahyu Wibowo memperkirakan pengunjung yang hadir berkisar 3.000 orang. Jumlah ini berdasarkan estimasi jumlah tiket daring yang terpesan, yakni sebanyak 2.300.
”Kami menggunakan estimasi dari yg mendaftar online. Kemudian tadi banyak yang mendaftar on the spot. Apalagi mereka datang berombongan,” ujar Eko.
Panitia menyiapkan puluhan teleskop dan ribuan kacamata gerhana. Setidaknya terdapat 13 teleskop yang disediakan untuk pengunjung di Plaza Teater Kecil dan dua teleskop untuk tamu undangan khusus beserta media di Planetarium dan Observatorium.
Momentum gerhana Matahari selalu dinantikan oleh masyarakat. Pada 2016, misalnya, jumlah peserta yang hadir untuk melihat pemandangan langka tersebut mencapai 10.000 orang dan pada 2019 mencapai 7.500 orang.
Kendati awan tebal hilang timbul menyelimuti langit Jakarta sejak pagi, sebagian besar pengunjung tetap bertahan menunggu fenomena yang baru akan kembali melintasi langit Indonesia pada 2049 ini.
Yuliana, warga asal Ciledug, Tangerang, datang bersama tiga anaknya. Mereka datang sejak pukul 07.00. ”Kami selalu datang sejak pengamatan gerhana sebelum-sebelumnya. Makanya, pas dengar ada informasi ini, langsung daftar,” ujar Yuliana.
Antusias yang sama ditunjukan oleh Fahmi Reski bersama anak dan istrinya. Datang bersama dua anaknya yang masih duduk di bangku sekolah dasar, ia menganggap kegiatan seperti ini sekaligus menjadi edukasi buat anak-anaknya.
”Sekaligus edukasi buat anak-anak. Apalagi, momennya bertepatan dengan hari libur,” kata Fahmi.
Di antara pengunjung yang tampak antusias tersebut, tidak sedikit pula warga yang beranjak dari lokasi pengamatan sebelum fase puncak gerhana. Awan tebal yang hilang timbul sejak pukul 08.00 hingga mendekati fase puncak membuat mereka pesimistis gerhana parsial bisa terlihat di langit Jakarta.
”Langitnya kurang mendukung, sepertinya tidak bisa menikmati. Tadi sudah sempat nyobain pake teleskop walaupun tetap terasa kurang, enggak bisa lihat langsung gerhananya,” kata Gatot Setyawan, seorang pengunjung.
Dosen Fisika Universitas Negeri Jakarta, Riser Fahdiran, mengungkapkan, masyarakat yang hadir di Plaza Tetaer Jakarta TIM cukup beruntung bisa menikmati gerhana parsial ini. Meskipun pada fase puncak yang seharusnya terjadi pada pukul 10.45 WIB, langit Jakarta masih diselimuti awan tebal.
”Dari situasi yang bisa dilihat tadi di lapangan, bisa terlihat gerhana parsialnya baru bisa terlihat pada pukul 10.52, terlambat karena awan cukup tebal menghalangi. Awalnya bisa terlihat 39 persen, tadi sepertinya sedikit berkurang jadi 35-36 persen,” kata Riser seusai gelar wicara fenomena gerhana matahari hibrida yang diadakan UP PKJ TIM.