Pasar Lengang, Konsumsi Masyarakat Belum Pulih Sepenuhnya
Pedagang pakaian grosir dan eceran mengeluhkan sepinya aktivitas jual-beli meski Lebaran sudah di depan mata. Kondisi ini menunjukkan konsumsi masyarakat belum pulih sepenuhnya meski pembatasan kegiatan dicabut.
Oleh
YOSEPHA DEBRINA RATIH PUSPARISA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pedagang tekstil mengeluhkan animo belanja masyarakat yang lebih rendah dibandingkan tahun lalu meski pembatasan kegiatan telah dicabut. Pengamat menilai, kondisi ini menggambarkan pemulihan konsumsi yang belum solid.
Pasar grosir Cipulir, Jakarta Selatan, tampak ramai pengunjung meski hanya di bagian depan dan tengah gedung. Tempat jual-beli pakaian itu menyisakan beberapa lorong lengang pengunjung walau mayoritas pedagang masih membuka kiosnya. Banyak dari mereka bermain ponsel, mengobrol atau sekadar duduk menanti pelanggan.
”(Saat ini) Masih di bawah target. Justru lebih bagus saat pandemi Covid-19. Lebih tinggi tahun lalu dibandingkan sekarang,” kata pedagang pakaian anak, Nilawati (45), di Pasar Cipulir, Selasa (18/4/2023).
Ia mengatakan, tiap hari Nilawati dan pedagang lain sudah berangkat ke pasar sejak subuh. Sebelumnya, ia dapat mengantongi hingga Rp 3 juta-Rp 4 juta hingga pukul 07.00. Namun, saat ini, Nilawati baru memperoleh Rp 500.000 hingga pukul 09.30.
Selama ini, Nilawati berdagang dengan menggali-tutup lubang untuk membayar utang-utangnya. Dengan tren penjualan seperti sekarang, ia khawatir pemasukan tak dapat menutup modal yang dikeluarkannya. Risikonya, ia harus mengembalikan pakaian-pakaian dagangan yang dititipkan padanya lantaran minim penjualan.
Nilawati berpikir lesunya penjualan hanya dialami pedagang grosir. Namun, sejumlah pedagang pakaian eceran ternyata meratapi hal serupa.
Menurut pedagang pakaian pria di ITC Cipulir, Dewi (43), ia dan rekan-rekannya sesama penjual menilai kondisi berdagang tahun ini masih kalah dibandingkan tahun 2022. Baru sepekan terakhir jelang Lebaran ini, situasi sudah makin ramai. Sebelumnya, sejumlah pedagang bahkan bisa bersantai hingga tertidur menunggu konsumen.
Pada 2022, Dewi bisa mendapat Rp 8 juta-Rp 9 juta per hari. Sekarang ia hanya mengantongi setengahnya pada periode yang sama.
Ia menduga, saat ini sebagian masyarakat masih menganggur karena krisis ekonomi. Alhasil, banyak dari mereka lebih mengutamakan membeli pangan ketimbang sandang. Selain itu, pedagang pasar juga kalah pamor dibandingkan penjual daring yang dapat menjahit pakaian secara mandiri, kemudian dijual langsung pada konsumen.
Padahal, Lebaran biasanya jadi ajang ”panen” bagi para pedagang pakaian. ”Kita cari duit satu bulan buat nutupin 11 bulan lainnya,” ujar Dewi.
Hal senada dikatakan pula pedagang pakaian wanita, Rosmawati Sinulingga (63). Tinggal menghitung hari sebelum Lebaran, kondisi pasar belum seramai tahun lalu, bahkan saat pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) masih berlaku.
”Pandemi itu, kan, orang enggak ke mana-mana, tetapi dapat bantuan terus kayak beras, dan lain-lain,” kata Rosmawati.
Mengencangkan “ikat pinggang”
Sejak pandemi Covid-19, aktivitas ekonomi di Pasar Cipulir telah tampak sejak pemerintah berangsur-angsur mengurangi ketatnya PPKM. Meski demikian, kondisinya belum sepenuhnya pulih sebelum pagebluk.
Menurut Manajer Area PD Pasar Jaya Cipulir Ersityarini, puncak keramaian pasar terjadi pada Sabtu-Minggu (15-16 April 2023). ”Ini masih cukup ramai, tetapi sudah mulai landai pengunjung. Toko-toko kecil juga sudah mulai banyak yang tutup,” tutur Ersi.
Senada dengan para pedagang, kesibukan di pasar yang terlihat saat ini masih sekitar 75 persen dibandingkan tahun lalu. Ia memperkirakan, jumlah kunjungan di Pasar Cipulir mencapai 2.000-3.000 orang, sedangkan saat ini sekitar 1.000 orang per hari.
Menanggapi hal ini, Direktur Center of Economic and Law Studies Bhima Yudhistira mengatakan, konsumsi masyarakat saat ini masih belum pulih sepenuhnya. Hal ini terjadi karena terhambat tingginya inflasi, khususnya pangan, kenaikan suku bunga pinjaman, serta kesempatan kerja yang terbatas, terutama sektor manufaktur.
Indikator penjualan pakaian jadi pada Maret 2023 hanya tumbuh 17,3 persen, jauh lebih rendah dibandingkan delapan bulan sebelumnya yang naik 59,4 persen (year on year). Penjualan riil perlengkapan rumah tangga lainnya alami kontraksi -9,7 persen pada bulan ini.
”Jadi, masyarakat kalaupun belanja persiapan Lebaran hanya fokus pada kebutuhan pokok, seperti beras, minyak goreng, dan telur. Sementara, banyak yang masih rem belanja barang sekunder dan tersier,” tutur Bhima.
Menjelang tahun politik juga berpengaruh pada keputusan berbelanja sebagian kelas menengah. Mereka cenderung berhati-hati, bahkan cenderung menyimpan uang di perbankan.
Guna mengatasi hal ini, pemerintah dapat mengeluarkan paket kebijakan berisi kelanjutan stimulus daya beli masyarakat. Beberapa contohnya melanjutkan program Bantuan Subsidi Upah (BSU) pada pekerja rentan, menurunkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 9 persen, serta pengendalian inflasi dengan memberikan subsidi pupuk lebih besar.
Bhima menambahkan, pemerintah dapat memberi insentif keringanan atau diskon sewa tempat bagi pedagang kecil. ”Katakanlah insentif 30 persen uang sewa tahunan bisa ditanggung pemerintah di tempat seperti Pasar Tanah Abang, itu sangat membantu meringankan biaya operasional pedagang,” ujarnya.