Waspada, Kemacetan Saat Mudik Beri Dampak Buruk hingga Kematian
Pemudik dengan kendaraan pribadi diminta matangkan rencana perjalanan dan hindari kemacetan. Kemacetan berjam-jam meningkatkan polusi udara dan berpotensi meracuni pengguna jalan, bahkan bisa berakibat kematian.
Oleh
HELENA FRANSISCA NABABAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Arus mudik Lebaran 2023 segera mulai. Dengan euforia boleh bebas bepergian setelah dibatasi selama pandemi Covid-19 merebak, jumlah pemudik tahun ini diperhitungkan 123,8 juta orang. Pemudik yang berkendaraan pribadi, baik roda empat maupun roda dua, mesti mewaspadai kemacetan karena paparan polutan dari emisi karbon monoksida bisa meracuni dan menimbulkan kematian.
Dalam keterangan kepada media secara daring, Sabtu (15/4/2023), Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) Ahmad Safrudin menjelaskan, para pemudik dan pemerintah mesti belajar dari kemacetan luar biasa pada arus mudik Lebaran 2016 di Tol Brexit. Sekaligus mengantisipasinya sejak sekarang.
Kemacetan luar biasa saat itu menyebabkan 17 orang meninggal. Sebanyak 11 orang di antaranya meninggal dengan ciri-ciri akibat keracunan emisi CO (carbon monoxide), selain paparan parameter lain yang diemisikan kendaraan bermotor.
Mereka yang meninggal dunia tersebut, menurut Ahmad Safrudin, bukan karena kejadian tabrakan, terguling, tertabrak, dan atau kecelakaan benturan fisik kendaraan bermotor. Mereka meninggal oleh pembunuh tak tampak (invisible killer) akibat terpapar emisi kendaraan yang terjebak kemacetan berjam-jam selama perjalanan mudik, terutama pintu keluar Tol Brebes (Brexit).
Alfred Sitorus dari Koalisi Pejalan Kaki dalam kesempatan tersebut juga memaparkan, kawasan yang menjadi jalur mudik lebaran di Pulau Jawa, seperti jalan pantura Jawa ataupun jalur selatan Jawa via Nagrek, selama ini dikenal dengan tingkat kemacetannya yang sangat luar biasa. Hal itu amat berisiko tinggi akan pencemaran udara, tidak saja mengancam para pemudik, tetapi justru bagi para pemukim di sekitar jalur mudik tersebut.
Untuk mudik Lebaran 2023 ini, lanjut Sitorus, merupakan euforia atau luapan akumulasi dua kali lebaran tidak mudik karena pandemi Covid-19. Dengan perkiraan jumlah pemudik dengan kendaraan pribadi yang meningkat, potensi terjadinya kemacetan di jalur tol, di jalur pantura, ataupun di jalur selatan dimungkinkan.
Kita hargai usaha pemerintah menyebar rentang perjalanan dari hari ini sampai 20 April. Kita berharap itu cukup untuk menyebar perjalanan masyarakat sehingga tidak menumpuk dan terjadi kemacetan.
Apabila kemacetan yang terjadi, Ahmad Safrudin melanjutkan, maka pencemaran udara akibat pembakaran bahan bakar fosil terjadi. Perlu diketahui, bahan beracun yang terkandung di dalam polutan emisi gas buang kendaraan bermotor antara lain particulate matter (PM), sulfur dioxide (SO2), nitrogen dioxide (NO2), carbon monoxide (CO), ozone (O3), hydro carbon (HC), dan lain-lain.
Umumnya zat-zat polutan udara tersebut langsung memengaruhi sistem pernafasan, pembuluh darah, sistem saraf, hati, dan ginjal. Gejala yang timbul manakala terpapar adalah pusing-pusing, mual dengan penyakit/sakit ISPA, asma, tekanan darah tinggi, serta pada penyakit dalam, seperti gangguan fungsi ginjal, kerusakan pada sistem saraf, penurunan kemampuan intelektual (IQ) anak-anak, kebrutalan pada remaja, keguguran, impotensi, jantung coroner (coronary artery disease), kanker, dan kematian dini.
Ahmad Safrudin menyarankan, untuk menghindari kemacetan di jalur mudik, sebaiknya pemudik berkendaraan pribadi merencanakan perjalanan mudiknya jauh-jauh hari dengan matang dan membuat rencana rute yang diprediksi bisa terhindar dari kemacetan parah. Apabila ditarik mundur, ada waktu lima-enam hari mulai hari Sabtu (15/4//2023) ini sampai dengan Kamis (20/4/2023) sebelum hari raya untuk para pemudik bisa mengatur waktu perjalanan.
Pemerintah juga mengimbau para pemudik melakukan perjalanan mudik jauh-jauh hari untuk menghindari kemacetan. ”Kita hargai usaha pemerintah menyebar rentang perjalanan dari hari ini sampai 20 April. Kita berharap itu cukup untuk menyebar perjalanan masyarakat sehingga tidak menumpuk dan terjadi kemacetan,” ujar Ahmad Safrudin.
Untuk ke depan, menurut Ahmad Shafrudin, sebaiknya pemerintah membuat polling terkait apakah masyarakat akan mudik Lebaran dan waktu pilihan masyarakat akan mudik. Data polling bisa dipakai sebagai analisis pemerintah agar memberikan kepastian puncak waktu mudik dan masyarakat berpikir merencanakan perjalanannya jauh hari.
”Jadi kita harus belajar dari kejadian Lebaran 2016. Kita tidak ingin itu terulang kembali,” kata Ahmad Safrudin.
Namun apabila telanjur terjadi kemacetan, Ahmad Safrudin menyarankan para pemudik mengelola perjalanannya sehingga tidak melulu berada di dalam mobil dan sekitarnya ketika terjadi kemacetan yang panjang dan lama. Sebaiknya pemudik keluar dari mobil dan menjauh dari posisi mobil sekitar 30-50 m setelah terlebih dahulu mematikan mesin mobil.
Untuk menghindari terik matahari atau hujan, tentu harus mempersiapkan payung, ponco, tenda portable, dan lain-lain; ketika tidak didapati perumahan penduduk dan atau warung/restoran untuk berteduh dan beristirahat. Pemudik juga sebaiknya mempersiapkan makanan siap santap yang ringkas tetapi cukup gizi.
”Apa pun cara terbaik adalah merencanakan perjalanan mudik secara lebih bijaksana, misalnya menghindari penggunaan kendaraan pribadi dan lebih mengutamakan menggunakan angkutan umum massal, seperti kereta api yang tidak terkena macet,” ujarnya.
Ahmad Safrudin juga mengingatkan pemudik agar menjaga protokol kesehatan karena virus korona masih mengancam. Kemacetan yang menimbulkan kerumunan memberikan potensi besar bagi Covid-19 menyebar kembali dan menaikkan kasus.