Prostitusi Daring Berulang di Apartemen Kota Bogor
Praktik prostitusi di apartemen Bogor Valley diduga sudah terjadi sejak 2018. Polisi setidaknya sudah mengungkapkan tiga kasus prostitusi di lokasi itu.
Oleh
AGUIDO ADRI
·5 menit baca
BOGOR, KOMPAS — Kepolisian Resor Kota Bogor, Jawa Barat, mengungkap praktik prostitusi daring di apartemen Bogor Valley. Rendahnya pengawasan, aturan izin sewa, hingga dugaan keterlibatan agen properti menyebabkan apartemen menjadi tempat prostitusi.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Kota Bogor Ajun Komisaris Rizka Fadhila mengatakan, pihaknya menangkap tersangka FE (22) dan YM (24) yang diduga terlibat tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan modus prostitusi daring. Polisi menangkap dua pria itu usai bertransaksi dengan calon pelanggan di sebuah aplikasi MiChat, Senin (3/4/2023) sekitar pukul 02.00.
“Dari situ, kami menangkap tersangka di apartemen (Bogor Valley). Pria FE berperan sebagai mucikari dan pria YM sebagai pemilik kamar yang menyewakan kamar itu kepada FE,” ujar Rizka dalam keterangan resminya, Kamis (6/4/2023).
Dari penangkapan dua pria itu, tim Reskrim Polresta Bogor mengamankan satu korban, SJ (18). Perempuan yang diduga dipaksa untuk melayani pria hidung belang itu ditawarkan FE di aplikasi dengan harga sekitar Rp 500.000 hingga Rp 1 juta. Saat pria hidung belang setuju memesan, FE akan menjemput dan menyerah kunci kamar apartemen kepada pelanggan.
FE dan YM diancam Pasal 296 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 297 KUHP dan juncto Pasal 506 KUHP dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara.
Kapolresta Bogor Ajun Komisaris Besar Bismo Teguh Prakoso mengatakan, apartemen yang berlokasi di Tanah Sareal, Jalan Sholeh Iskandar, itu memang dicurigai menjadi lokasi prostitusi.
Hal ini diperkuat dari laporan para warga atau penghuni unit yang mengeluhkan kenyamanan dengan sejumlah gerak-gerik mencurigakan orang tak dikenal.
Dalam laporan itu, beberapa kali penghuni unit apartemen menemukan alat kontrasepsi. Aturan yang mengizinkan sewa unit per jam menambah kecurigaan telah terjadi praktik prostitusi.
Dari situ, polisi berupaya menyelidiki dan merazia apartemen. Polisi masih akan menyelidiki terkait keterlibatan agen properti dan penghuni lainnya. Baru ada satu kamar yang diungkap sebagai ruang praktik prostitusi.
”Kami akan memeriksa pihak manajemen mengenai aturan penyewaan unit, aksesibilitas masyarakat luar yang tidak berkepentingan dengan mudah keluar masuk,” ujar Bismo.
Mudahnya akses masuk masyarakat hanya dengan menyerahkan kartu tanda pengenal, kata Bismo, menjadi jalan praktik prostitusi. Sejak 2021 hingga kasus terbaru, setidaknya polisi telah mengungkap tiga kasus prostitusi di apartemen Bogor Valley.
Pada awal April 2021, saat Susatyo Purnomo Condro masih menjabat Kapolresta Bogor mengungkap praktik prostitusi daring melalui aplikasi pesan dengan menangkap lima orang.
Salah satu tersangka yang berperan sebagai mucikari bahkan masih berusia 17 tahun. Sebagai mucikari, ia menjual perempuan kepada pria hidung belang dengan tarif sekitar Rp 750.000.
Salah satu upaya mencegah prostitusi perlu ada aturan tegas dengan tidak mengizinkan sewa per jam atau per hari. Selain itu, pengawasan harus lebih ditingkatkan. Petugas keamanan harus aktif menegur dan memetakan masyarakat yang tidak dikenal terutama dari aktivitas mencurigakan untuk keluar dari lingkungan apartemen.
Transaksi
Setelah pengungkapan kasus prostitusi itu, tidak ada sesuatu yang aktivitas yang mencurigakan. Namun, saat masuk lebih dekat ke dalam seperti di lokasi tempat parkir mobil, tampak dua orang berdiri dan siap menawarkan kamar yang bisa disewa harian seharga Rp 350.000 tipe studio. Dua pria itu merupakan perantara yang bekerja sama dengan agen properti.
Transaksi sewa kamar begitu mudah, tak perlu melalui petugas resepsionis, bahkan hanya perlu memperlihatkan KTP, akses masuk dan kunci kamar pun diserahkan kepada pelanggan, setelah pembayaran. Semua transaksi itu dilakukan secara terbuka dan satpam atau petugas keamanan mengetahui transaksi itu.
Salah satu penghuni, Satya (27), merasa ada sesuatu kejanggalan di apartemen yang sudah ia tempati hampir satu tahun itu. Ia kerap melihat pasangan muda dan sejumlah orang yang kerap nongkrong di sekitar lobi dan gerbang apartemen. Ia mengaku tak mengenal orang-orang itu.
Rasa janggal itu akhirnya terjawab saat petugas gabungan TNI, Polresta Bogor, dan satpol PP merazia dan menangkap pelaku prostitusi daring pada Senin silam.
”Tapi, kan, kita bingung siapa itu mereka. Karena apartemen ini gabung dengan hotel. Apakah mereka pengunjung hotel atau siapa kita enggak kenal. Kalau yang penghuni tetap kenal wajah dan ada beberapa kenal nama. Kita kan tahu ya mana penghuni benar dan bohong. Nah, benar ternyata ada sesuatu saat polisi merazia,” katanya.
Ini kita puasa masih saja ada hal kayak begini. Sangat mengganggu dan saya risi dan takut juga. Mohon ini jangan terjadi lagi. Tindakan (prostitusi) itu harus dibersihkan. Ini kan tempat tinggal. Bukan lokalisasi.
Praktik prostitusi itu, kata Satya, membuatnya merasa risi dan tak nyaman dengan kondisi lingkungan sekitar apartemen. Ia berharap ada perbaikan dari manajemen dan polisi untuk rutin merazia.
”Ini kita puasa masih saja ada hal kayak begini. Sangat mengganggu dan saya risi dan takut juga. Mohon ini jangan terjadi lagi. Tindakan (prostitusi) itu harus dibersihkan. Ini kan tempat tinggal. Bukan lokalisasi,” ujar Satya.
Pengelola lapor polisi
Pengelola apartemen Bogor Valley, Surya, mengatakan, ia sudah beberapa kali melaporkan ke pihak kepolisian untuk membongkar dalang praktik prostitusi karena sudah membuat penghuni tidak nyaman.
Praktik prostitusi itu diduga sudah terjadi 2018. Namun, ada kemungkinan sudah terjadi pada tahun sebelumnya sejak pendirian apartemen dan hotel pada 2012. Pada kasus 2018, prostitusi daring melibatkan dua remaja perempuan atau pelajar yang sedang menunggu pria hidung belang.
Dari beberapa kasus prostitusi itu, apartemen Bogor Valley semakin dikenal sebagai ikon prostitusi di Kota Bogor. Julukan negatif itu membuat para penghuni merasa tidak nyaman dan terganggu.
Surya menduga ada oknum agen properti atau unit apartemen yang menyewakan kamar tanpa sepengetahuan pemilik unit. Para agen ini memegang kunci pemilik unit sehingga dimanfaatkan untuk tujuan tidak baik.
Sebagai upaya menghilangkan praktik prostitusi, pihaknya sudah meminta para agen melarang menyewakan unit apartemen per jam dan harian. Selain itu, beberapa pemilik unit apartemen mengusulkan agar menarik kunci unit yang dipegang para agen. Namun, usulan itu tidak berhasil.
”Kami harap, polisi dan satpol PP terus rutin razia sehingga ada efek jera, tidak ada lagi prostitusi, dan image prostitusi juga hilang, penghuni kembali merasa aman dan nyaman,” kata Surya.