Langgengnya Pedagang di Bahu Jalan di Kebayoran Lama dan Tanah Abang
Para pedagang masih setia berdagang di bahu jalan. Pemerintah belum menemukan dan menerapkan solusi jangka panjang untuk menertibkan hal ini. Para pedagang hanya menghilang kala para petugas merazia mereka.
Oleh
YOSEPHA DEBRINA RATIH PUSPARISA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pasar-pasar di Jakarta masih diakrabi oleh pedagang yang berjualan tidak di dalam gedung, melainkan di trotoar atau bahu jalan. Sejumlah upaya telah dilakukan untuk menertibkan para pedagang, tetapi mereka masih kembali berjualan di lokasi yang sama. Hal ini, di antaranya, terjadi di Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, dan Pasar Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.
Pedagang buah, Andi (25), masih memilih membuka lapaknya di bahu jalan Pasar Tanah Abang. Ia menilai lebih nyaman berdagang di depan Blok B ketimbang menyewa kios. ”Kalau di sini ramai, sewa di dalam sepi,” ujar Andi di Pasar Tanah Abang, Jakarta, Rabu (15/3/2023).
Meski tak menyewa kios, Andi tetap harus menyetor uang harian dan bulanan kepada preman yang berjaga. Nominal setoran harian sebesar Rp 30.000 hingga Rp 50.000, sedangkan bulanan dapat mencapai Rp 300.000.
Jl H Fachrudin, Tanah Abang, terdiri atas dua jalur. Namun, salah satu ruas di lajur lambat dimanfaatkan para pedagang, antara lain berjualan buah, makanan, dan kaus kaki. Seharusnya jalur tersebut dapat dilewati dua mobil, tetapi hanya cukup dilintasi satu unit.
Enggak tentu. Kadang kalau ada kunjungan dari wali kota, camat yang lewat. Kalau ada acara-acara besar.
Sekitar pukul 10.20, Dinas Perhubungan dan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) menertibkan bajaj terparkir sembarangan serta para pedagang yang berjualan di trotoar dan bahu jalan. Mereka membereskan dagangannya dengan tergesa.
Setelah para petugas lewat dan menegur, sekitar 15-20 menit kemudian mereka kembali memarkir bajaj dan membuka lapaknya. Tak ayal, para pedagang masih menetap di lokasi yang sama.
Kondisi serupa dikatakan pedagang buah, Johan L (30), yang berjualan di bahu jalan bawah jembatan layang Pasar Kebayoran Lama, Jakarta. Ia berdagang di lokasi yang sama sejak 2010. Lokasi tersebut ramai kendaraan, antara lain sepeda motor, mobil, dan angkutan umum, tetapi tak mendorongnya menjajal tempat lain.
Sejauh ini hanya ada beberapa kali penertiban dari Satpol PP yang datang tiba-tiba. Mereka pun tak mengangkut barang-barang para penjual, hanya menegur untuk meminggirkan dagangannya. Ketika petugas datang, Johan hanya meminggirkan dagangannya di depan pagar bangunan, selama tak menyentuh trotoar dan jalan raya.
”Enggak tentu. Kadang kalau ada kunjungan dari wali kota, camat yang lewat. Kalau ada acara-acara besar,” ujar Johan di Pasar Kebayoran Lama.
Pelanggan di Pasar Kebayoran Lama, Ida (62), terganggu oleh para pedagang yang berjualan di bahu jalan. Dampaknya, mereka harus berdesak-desakan dengan pejalan kaki lain. Apalagi menjelang Ramadhan, pasar jadi lebih ramai. Senada dengan Ida, Wahud (59) berharap agar para pedagang dapat dipindahkan ke tempat yang lebih layak.
Tawaran relokasi
Baik Andi maupun Johan mengakui bahwa tempat mereka membuka lapak sekarang tidaklah ideal. Namun, mereka berkilah tak ada lagi tempat yang sesuai untuk berdagang.
Andi yang telah menekuni usahanya sejak lima tahun lalu mengaku tak pernah mendapat tawaran relokasi dari pemerintah. Namun, ia menilai, kondisinya sekarang sudah baik dan cukup sehingga tak perlu lagi berpindah tempat.
Johan mengatakan, ia sempat dijanjikan dipindahkan ke Pasar Cipulir yang terletak sekitar 3 kilometer dari Kebayoran Lama, bertahun-tahun lalu. Namun, rencana itu belum jelas hingga sekarang, apalagi pelanggannya terus bertambah, membuatnya makin enggan pindah.
”Kejauhan banget karena langganannya sudah banyak di sini. Kalau cari di dalam pasar juga sudah penuh, katanya.
Menanggapi hal ini, Kepala Seksi Ekonomi Pembangunan Kecamatan Kebayoran Lama Danil mengatakan, selama ini mereka belum merelokasi karena tak ada tempat kosong. Solusinya sejauh ini hanya penertiban.
Danil mengakui, jika selama ini hanya penertiban, jadi solusi jangka pendek. Ia juga berharap agar para pedagang memahami aturan bahwa tak seharusnya berdagang di bahu jalan.
Ia membantah jika penertiban hanya dilakukan pada saat-saat tertentu. Danil mengklaim bahwa penertiban dilakukan saban hari sejak pagi. Selain itu, berhadapan dengan organisasi masyarakat yang kerap menolak pemindahan atas nama hak asasi manusia juga menghambat upaya pemerintah untuk memindahkan para pedagang.
Pengendali Satpol PP Kecamatan Tanah Abang, Tayudin, menyebut, penertiban dilakukan tiap hari. Para pedagang melanggar jika berdagang di atas trotoar dan bahu jalan sebab mengganggu pejalan kaki dan pengendara.
”Barang kami bawa, kemudian disimpan ke gudang Satpol PP di Cakung, Jakarta Timur,” ujarnya.
Selama ini, Tayudin mengaku pihaknya masih ”kucing-kucingan” dengan para pedagang. Sejumlah pedagang yang sudah direlokasi di Jembatan Penyeberangan Multiguna (JPM) Tanah Abang kembali ke bahu jalan. Apalagi menjelang Ramadhan, pedagang musiman membanjiri pasar. Meski demikian, ia menilai penertiban selama ini telah berjalan efektif.