Penyelesaian Proyek Saringan Sampah Kali Ciliwung di TB Simatupang Molor
Proyek penyaring sampah, yang seharusnya beroperasi Januari 2023, molor. Proyek senilai Rp 195 miliar tersebut sempat terkendala pembebasan lahan.
Oleh
Mis Fransiska Dewi
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Proyek pembangunan sistem penyaringan dan pengolahan sampah dari Kali Ciliwung di kawasan TB Simatupang, tepatnya di perbatasan Jakarta Timur dan Jakarta Selatan, molor dari perencanaan awal, yaitu rampung Januari 2023. Proyek Pemerintah Provinsi DKI Jakarta senilai Rp 195 miliar itu sempat terkendala pembebasan lahan.
Jumat (3/1/2023) siang, di lokasi pembangunan proyek saringan sampah di kawasan TB Simatupang, sejumlah pekerja menyelesaikan konstruksi bangunan menggunakan alat berat. Kondisi jalanan menuju proyek itu becek akibat guyuran hujan. Proyek itu dikerjakan sejak Juni 2022.
Salah seorang petugas Keselamatan dan Kesehatan Kerja proyek itu, Budi, mengungkapkan, struktur bangunan masih terus dikerjakan. Sementara alat saringan sampah sudah disiapkan. Alat penyaring yang didatangkan dari luar negeri itu masih disimpan di gudang.
Infrastruktur penyaring dan pengolahan sampah di Kali Ciliwung itu menggunakan sistem kerja berlapis. Sampah plastik, organik, dan jenis lain disaring dan dipilah, untuk selanjutnya dicacah dan diangkut menggunakan truk. Budi mengatakan, progres proyek saringan sampah tersebut saat ini sudah sekitar 85 persen.
Sebelumnya, Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Asep Kuswanto menyebutkan, proyek saringan sampah terhambat karena sempat terkendala pembebasan lahan. Proses pembebasan lahan dilakukan oleh Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta.
”Kami kasih perpanjangan waktu kompensasi kepada proyek. Nantinya semua pekerjaan fisik selesai pada 26 Maret 2023. Yang sudah dibebaskan lahannya kami lanjutkan pembangunannya. Molor karena kontraknya selesai di Desember 2022. Pembebasan lahan mundur tiga bulan waktu itu,” kata Asep di Balai Kota, Rabu (1/2/2023).
Menurut rencana, proyek yang sama akan dibangun di Kali Pesanggrahan. Saat ini Dinas Lingkungan Hidup DKI sedang membuat kajian. Ditargetkan proses kajian kelar pada Juni 2023. Adapun pembebasan lahan dan pembangunan infrastruktur penyaring sampah di Kali Pesanggrahan itu dialokasikan pada anggaran tahun 2024.
Kepala Subbagian Unit Pelaksana Teknis Tanah Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta Ibnu Affan mengatakan, pembebasan lahan di kawasan TB Simatupang termasuk dalam wilayah sekitar Kali Ciliwung yang akan dinormalisasi. Proyek ini menjadi prioritas pada 2023.
”Akan diselesaikan berbarengan dengan normalisasi Kali Ciliwung,” ujarnya.
Dari kajian yang dilakukan, aliran sungai di segmen itu dalam sehari bisa membawa sekitar 52 ton sampah. Adapun infrastruktur penyaring sampah yang dibangun di sana berkapasitas 222 meter kubik per hari. Kapasitas sebesar itu cukup efektif untuk mereduksi sampah yang sampai di aliran Pintu Air Manggarai. Data sampai Agustus 2022, sampah harian yang sampai di Pintu Air Manggarai berkisar 25 meter kubik-48 meter kubik (Kompas.id, 26 September 2022).
Operasionalisasi diperhatikan
Ketua Kelompok Ilmu Sumber Daya Air Departemen Teknik Sipil Universitas Indonesia Evi Anggraheni mengatakan, biasanya bangunan penangkap sampah dibuat di daerah dengan kecepatan aliran rendah. Semakin banyak bangunan yang melintang, kemungkinan muka air naik akan semakin besar. Bangunan melintang sungai adalah semua infrastruktur yang membentang tegak lurus ataupun menyerong di bentang sungai.
Menurut dia, operasionalisasi infrastruktur penyaring sampah tersebut harus diperhatikan agar tidak menimbulkan efek pembendungan sungai yang akan menyebabkan tinggi air di hulu saringan naik. Sistem pengangkutan sampah juga harus cepat, apalagi ketika kondisi banjir. Kalau tidak ada prosedur operasional standar yang jelas, keberadaan penyaring sampah itu justru akan memengaruhi aliran.
”Ketika membuat suatu bangunan melintang sungai, harus benar-benar dihitung detail dari sisi desain muka air normal ataupun banjir, kecepatan aliran, hingga kekuatan tebing dan fondasi. Tebing kanan dan kiri awalnya dihitung hanya untuk stabilitas akibat air, belum ditambah beban sampah,” ujarnya.
Ketua Komunitas Masyarakat Peduli Ciliwung Usman Firdaus mengungkapkan, usulan pembuatan saringan sampah digaungkan komunitasnya sejak era Gubernur Fauzi Bowo. Ia bercerita, dulu komunitasnya meminta saringan sampah dibuat di perbatasan Jakarta-Depok di Jalan Akses UI Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat.
Operasionalisasi infrastruktur penyaring sampah tersebut harus diperhatikan agar tidak menimbulkan efek pembendungan sungai yang akan menyebabkan tinggi air di hulu saringan naik. Sistem pengangkutan sampah juga harus cepat, apalagi ketika kondisi banjir. (Evi Anggraheni)
Hal ini disebabkan saat musim hujan sampah yang masuk ke Kali Ciliwung lebih banyak berasal dari hulu, yaitu Depok dan Bogor. Pembangunan saringan sampah di kawasan TB Simatupang dibuat karena aksesnya lebih mudah, kondisi sungai lebih landai, sedangkan di Kelapa Dua kondisi sungai curam.
Selain itu, ketersediaan lahan di kawasan TB Simatupang sebagian milik Pemerintah DKI Jakarta. Beberapa lahan milik warga. Adapun lahan yang ada di Kelapa Dua keseluruhan milik warga.
”Saat ini sampah di DKI tidak terlalu banyak. Jika musim hujan, sampah akan masuk lagi dari hulu sungai. Jika debit air sedang tinggi, sekali lewat saja sampah di Kali Ciliwung beratnya bisa mencapai 52 ton,” ucap Usman.
Tingginya volume sampah yang masuk ke Kali Ciliwung terjadi karena di daerah hulu Kali Ciliwung masih banyak daerah yang tidak memiliki tempat sampah. Wilayah Depok dan Bogor yang dilintasi Kali Ciliwung seharusnya diberikan sarana tempat sampah yang memadai. Saat ini jumlah sampah yang dibuang lebih banyak dibandingkan kapasitas daya tampung tempat sampah.
Pembuatan penyaring sampah menjadi solusi untuk mengurangi sampah yang masuk ke wilayah DKI. Namun, menurut Usman, alangkah baiknya jika ada kolaborasi Pemprov DKI Jakarta dan Pemprov Jawa Barat mengingat penampungan sampah liar di bantaran Kali Ciliwung lebih banyak di Jawa Barat. Hal itu dijumpai mulai dari Depok hingga Cisarua, Bogor, yang merupakan hulu Kali Ciliwung.
”Pemerintah jangan hanya membuat larangan orang membuang sampah (di sungai), tapi juga memfasilitasi tempat pembuangan sampah, sistem pengambilan, dan pengolahan sampah,” katanya.
Hal paling penting, kata Usman, cara mengedukasi masyarakat agar sampah selesai di rumah masing-masing. Sampah tidak lagi dibuang ke sungai, tetapi cukup ditangani dari rumah. Residu yang tidak bisa diproses lalu dibuang. Kolaborasi masyarakat, pemerintah, hingga dunia usaha juga perlu dilakukan untuk mereduksi sampah.
”Harus bersinergi. Bagaimana mengajak masyarakat untuk bertanggung jawab terhadap sampahnya bisa dengan dana CSR (tanggung jawab sosial perusahaan) melakukan kegiatan pemilahan sampah seperti bank sampah,” ucapnya.