Kolaborasi untuk Mengatasi Buta Huruf di DKI Jakarta
Penyelesaian masalah buta huruf di DKI Jakarta menjadi tanggung jawab bersama baik pemerintah maupun masyarakat. Selain program pemerintah, Taman Baca Masyarakat dapat turut mendukung munculnya minat baca masyarakat.
Oleh
Agustinus Yoga Primantoro
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pengentasan masyarakat dari buta huruf di DKI Jakarta memerlukan kolaborasi antarbidang dan dukungan masyarakat. Melalui taman baca masyarakat dan sejumlah komunitas literasi di Ibu Kota, pemerintah berharap masalah buta huruf terselesaikan.
Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi DKI Jakarta tahun 2022 mencatat, sebesar 0,78 persen atau sekitar 64.566 penduduk berusia di atas 15 tahun mengalami buta huruf. Persentase tersebut tergolong sebagai hard rock atau sulit untuk diturunkan dan cenderung naik turun di sekitar angka tersebut.
Sekretaris Dinas Pendidikan (Disdik) DKI Jakarta Agus Ramdani menyampaikan, minimnya minat membaca dan menulis menjadi salah satu faktor penyebab buta huruf. Upaya pemberantasan buta huruf memerlukan peran dari para pemangku kepentingan, seperti Dinas Kebudayaan, Dinas Perpustakaan dan Arsip, Dinas Pariwisata Ekonomi Kreatif, serta masyarakat penggerak literasi.
”Kami mendukung dan mendorong komunitas-komunitas literasi agar terus berkembang. Kami juga sadar betul bahwa gerakan literasi tidak bisa dilakukan oleh dinas pendidikan semata. Jangan sampai anak-anak sudah malas membaca,” kata Agus saat ditemui di Kantor Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Senin (30/1/2023).
Sebagai upaya untuk menumbuhkan minat membaca peserta didik di lingkungan sekolah, Disdik DKI Jakarta membuat program bertajuk Guru-guru Literasi Jakarta (Gliterjak). Di setiap sekolah terdapat perwakilan Gliterjak yang bertugas menggerakkan literasi melalui berbagai kegiatan.
Beberapa kegiatan literasi yang rutin diadakan setiap bulan, antara lain, seminar menulis, kunjungan ke perpustakaan, lomba menulis, dan lomba cerdas cermat. Ada pula program pojok baca dengan memanfaatkan ruang di lingkungan sekolah yang terbatas.
”Penampilan perpustakaan diubah sedemikian rupa agar dapat menarik minat baca, tidak terkesan kaku seperti dulu. Bagaimana anak-anak lebih nyaman, bisa lesehan, disediakan bantal-bantal berbentuk kursi, dan juga sudah digital. Targetnya, kami ingin menjadi wilayah dengan perpustakaan sekolah yang terakreditasinya paling banyak skala nasional,” tambah Agus.
Kepala Disdik DKI Jakarta Nahdiana, melalui Surat Edaran Nomor e-0007 Tahun 2022 tentang Revitalisasi Perpustakaan di Satuan Pendidikan, menyatakan, ada tiga fungsi perpustakaan di sekolah-sekolah, yakni sebagai sumber minat baca, sumber literasi informasi, dan sarana pengembangan bakat serta wawasan.
Lebih lanjut, dengan revitalisasi tersebut, perpustakaan diharapkan dapat menjadi ruang interaksi, kolaborasi, diskusi, dan pertemuan antarwarga satuan pendidikan. Perpustakaan juga sebagai tempat untuk belajar, berkarya, bereksperimen, serta sarana pembelajaran bersama.
Masyarakat
Selain di lingkungan sekolah, upaya mengatasi buta huruf juga turut digalakkan di masyarakat. Kepala Dinas Perpustakaan dan Arsip DKI Jakarta Wahyu Haryadi mengatakan, program Baca Jakarta diharapkan dapat menciptakan budaya membaca di tengah masyarakat.
”Pemerintah melaksanakan program tersebut agar timbul minat baca di masyarakat. Dari minat, kemudian akan menjadi kebiasaan hingga berlanjut menjadi kebudayaan baca, prosesnya bertahap,” kata Wahyu (Kompas.id, 22/12/2022).
Kami yang ada di akar rumput dapat berpartisipasi melalui berbagai kegiatan kemasyarakatan. Mengingat adanya bonus demografi, kolaborasi dari setiap dinas perlu ditingkatkan. (Yudy Hartanto)
Gerakan Baca Jakarta merupakan kegiatan membaca buku selama 30 hari yang dilakukan dalam kurun waktu tiga bulan. Kegiatan tersebut telah berlangsung sejak tahun 2019. Meski vakum saat pandemi, Baca Jakarta mulai kembali diadakan tahun 2022.
Selain meningkatkan minat baca masyarakat melalui program rutin, keberadaan taman baca masyarakat (TBM) juga menjadi sarana keberaksaraan di tengah masyarakat. Berdasarkan data yang dihimpun Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, sedikitnya terdapat 108 TBM yang tersebar di kota-kota administrasi Jakarta.
Ketua Forum Taman Baca Masyarakat (FTBM) DKI Jakarta Yudy Hartanto mengatakan, pemerintah perlu meningkatkan kolaborasi antarpemangku kepentingan dan dengan pegiat literasi di akar rumput. Hal itu disebabkan buta aksara dapat dituntaskan dengan berbagai kegiatan literasi yang melibatkan berbagai sektor, seperti pendidikan, perpustakaan, pariwisata, dan budaya.
”Kami yang ada di akar rumput dapat berpartisipasi melalui berbagai kegiatan kemasyarakatan. Mengingat adanya bonus demografi, kolaborasi dari setiap dinas perlu ditingkatkan,” kata Yudy saat ditemui di Rumah Baca Zhaffa, Kelurahan Manggarai, Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan.
Menurut Yudy, selama ini TBM hanya dianggap sebagai penyedia sarana peminjaman buku-buku di lingkungan masyarakat. Padahal, TBM dapat dimanfaatkan untuk menghidupkan literasi di masyarakat melalui berbagai macam kegiatan.
Yudy menambahkan, beberapa waktu lalu dia menjumpai adanya orangtua yang mengaku buta huruf. Hal itu dapat diatasi melalui berbagai kegiatan bersama di TBM, seperti belajar membaca bersama dan berdiskusi.
”Sejauh ini TBM dipandang hanya sebatas urusan peminjaman buku dan membaca buku sehingga kami bersinggungan dengan Dinas Perpustakaan saja. TBM bukan hanya soal buku, tapi sebuah komunitas yang hidup di tengah masyarakat,” lanjut Yudy.
Selanjutnya, ia berharap agar TBM di DKI Jakarta dapat terus bertambah. Idealnya, di setiap kelurahan terdapat satu TBM. Dengan demikian, jumlah TBM saat ini baru sekitar 50 persen dari jumlah idealnya, yakni 267.