Saat kaki-kaki yang mulai tampak keriput itu masuk ember, anak menyiram dan mengelusnya perlahan, tangis haru ibu pecah. Pelukan hangat ibu menyambut anaknya yang berlutut.
Oleh
AGUIDO ADRI
·4 menit baca
Suasana haru nan intim tercipta saat kegiatan membasuh kaki ibu oleh anak-anaknya berlangsung di Wihara Dhanagun atau Kelenteng Hok Tek Bhio, Kota Bogor, Jawa Barat, Sabtu (28/1/2023). Sore itu menjadi terasa hangat padahal hujan masih mengguyur dan langit pun mendung.
Kegiatan itu diikuti warga berbagai latar belakang suku dan agama. Belasan anak-anak bersimpuh lutut di hadapan ibu mereka dan bersiap untuk membasuh kaki.
Saat kaki-kaki yang mulai keriput itu masuk ember, anak menyiram dan mengelusnya perlahan, tangis haru pun ibu pecah. Pelukan hangat ibu menyambut anaknya yang berlutut.
”Anggi minta maaf, Anggi sayang mama,” kata Anggraini Pertiwi (15) menangis terisak lalu langsung dirangkul ibunya. Ibu dan anak itu lalu saling menatap dan tersenyum bersama.
Rasa sesak di dada tetapi juga bahagia itu menular ke banyak ibu lainnya di dalam Wihara Dhanagun yang menyaksikan prosesi intim itu. Meskipun tak mengikuti kegiatan itu, mereka tersentuh oleh interaksi anak dan ibu yang terjalin erat.
Membasuh kaki ibu menjadi momen pengalaman pertama sekaligus membuka sekat antara Anggi dan mamanya. Ia menjadi paham dan belajar untuk menghormati orangtua.
”Interaksiku dengan mama jarang. Hanya malam saja. Itu pun hanya tanya terkait sekolah. Mama sibuk. Aku juga gitu deh (sibuk),” ujar Anggi.
Setelah momen itu, Anggi berharap semakin dekat dan berinteraksi lebih sering dan bisa membantu meringankan pekerjaan rumah yang sering dilakukan sendiri oleh ibunya. Anggi pun sadar dan bersyukur mempunyai sosok ibu yang sabar, jarang marah, dan tetap memberikan perhatian.
”Aku mau nurut, dengerin dan bantu mama. Aku butuh mama, aku sayang. Mamajarang marah sebenarnya. Baru seminggu kemarin sih marah karena aku diminta bantu beresin rumah, tetapi aku iyain saja dan enggak langsung kerjain karena main hape,” ujar Anggi disambut senyum ibunya.
Ina Nurhaminah Sultan (47), ibunda Anggi, juga belajar dari momen itu bahwa komunikasi antara anak dan orangtua harus terjalin dengan baik.
Terkesan sepele, tetapi, menurut Ina, komunikasi yang jelek bisa berdampak luas bagi perkembangan anak dan merusak relasi serta suasana dalam rumah. Ina tidak ingin jika anak mendapatkan masalah, dia memilih diam sehingga salah mengambil keputusan dan jalan.
Komunikasi yang baik harus ditumbuhkan sejak dini. Hal ini agar jika nanti berpisah dengan orangtua karena kuliah, pekerjaan, dan menikah, hubungan komunikasi orangtua dan anak tetap berjalan baik.
”Nangis juga karena ingat orangtua saya, menyesal enggak pernah melakukannya. Kita jadi belajar, komunikasi itu penting banget. Jangan lupa untuk memberikan hal baik kepada anak. Selama masih ada orangtua jangan lupa kasih kabar. Orangtua tuh enggak butuh uang, tapi hati anaknya,” ujar Ina.
Ini juga jadi kesempatan aku bisa jalan berdua saja sama mami. Terima kasih untuk semuanya. Mami yang terbaik dan semoga sehat terus.
Momen haru juga dirasakan Emmanuel Brahma (19) dan maminya, Rita Kartika Sari (51). Pria yang akrab disapa Boim itu tak malu mengajak maminya ke Wihara Dhanagun untuk meramaikan rangkaian acara Cap Go Meh dan mengikuti kegiatan basuh kaki ibu.
Acara itu banyak diikuti oleh anak-anak berusia 7-15 tahun. Ada pula seorang perempuan tua yang sudah memiliki cucu dari anak perempuannya ikut serta.
Bagi Boim, momen itu menjadi kesempatannya untuk mengungkapkan rasa sayang dan terima kasih atas semua cinta dari maminya.
”Ini juga jadi kesempatan aku bisa jalan berdua saja sama mami. Terima kasih untuk semuanya. Mami yang terbaik dan semoga sehat terus,” katanya tersipu malu.
Boim seperti mau menepis penilaian kaku bahwa kedekatan anak laki-laki pada sosok ibu bukan sesuatu kemanjaan sehingga muncul label stigma ”anak mama”.
Selama ini mungkin banyak anak laki-laki malu mengungkapkan rasa karena takut dianggap anak mama oleh lingkungan.
Padahal, pengungkapan hormat dan balasan rasa sayang bisa dilakukan melalui ucapan dan tindakan nyata akan membuat orangtua bahagia.
Boim tak masalah dengan istilah anak mama karena ia membuktikan bisa menolong maminya di rumah, tidak bertingkah aneh dan di luar kewajaran sehingga menimbulkan masalah di lingkungan sosial hingga merugikan orangtua. Anak mama justru membuatnya lebih mandiri dan membuktikan bisa diandalkan di lingkungan keluarga.
”Dari kasih sayang mami, aku banyak belajar untuk jadi mandiri dan bertanggung jawab atas pekerjaan. Marahnya mami membuat aku belajar ini boleh dan tidak boleh. Bukan sebaliknya melawan orangtua,” ujar Boim.
Bagi Rita, momen hari itu membawanya kembali pada memori masa lalu saat dia masih bersama orangtuanya hingga perjalanan menjadi seorang ibu yang mengandung, mengidam, melahirkan, dan membesarkan anak sampai dewasa.
”Haru, bersyukur, dan senang. Anak-anak sehat dan mau membantu,” kata ibu dua anak itu yang berharap bisa terus merasakan kedekatan dengan anak-anaknya meski kelak nanti mereka semakin bertambah usia.
Rita juga belajar bahwa antara anak dan orangtua perlu saling menghormati dan mau menjadi teman sekaligus mendengarkan setiap untai kata yang keluar dari mulut mereka. Orangtua menjadi sosok yang memberikan rasa aman dan nyaman.
Dari kaki seorang ibu, terpupuk rasa untuk saling cinta, hormat, dan menghangatkan relasi. Perayaan Imlek dan Cap Go Meh menjadi momentum untuk kembali merekatkan hubungan keluarga. Berkah rezeki pun diharapkan mengalir deras berkat kentalnya kasih sayang dan rasa cinta pada keluarga juga sesama.