Menagih Perbaikan Layanan dan Jaminan Keselamatan Transjakarta
Memasuki usia layanan di tahun ke-19, Transjakarta banyak mendapat sorotan dari aspek keselamatan dan layanan. Kecelakaan yang melibatkan bus Transjakarta masih sering terjadi, dari sisi layanan masih banyak keluhan.
Jumat (13/1/2023) Siti Aisah (60) duduk sambil kepalanya tak henti bergerak menoleh ke kanan dan ke kiri di bangku besi di halte integrasi JakLingko Stasiun Tanah Abang. Sesekali ia bertanya kepada petugas Transjakarta, sesekali ia bertanya kepada sesama penumpang.
”Saya sudah duduk di sini 15 menit, bus kenapa belum datang juga? Busnya ada atau tidak?” kata Aisah pada penumpang di halte.
Warga Harmoni, Jakarta Pusat itu, hendak menuju Ciracas, Jakarta Timur. Ia memilih naik bus non-BRT 5M Tanah Abang-Kampung Melayu, lalu berganti bus di Kampung Melayu untuk menuju tujuan.
Saat ditawarkan rute alternatif untuk menuju Ciracas dari Tanah Abang, ia menolak. ”Saya sudah terbiasa dengan rute ini. Kalau harus naik yang 8C, saya tidak mau karena ganti busnya banyak,” kata Aisah.
Setelah menunggu hampir 20 menit, baru bus 5M yang ia tunggu-tunggu tiba. Ia segera melangkah ke bus.
Baca juga: Harga BBM Naik, Jumlah Penumpang Transjakarta Naik 10 Persen
Waktu tunggu yang lama itu tidak hanya terjadi di rute itu. Di rute non-BRT lainnya, seperti 1H, juga sering didapati lama. Juga rute-rute dari pinggiran ke tengah.
”Saya sering kali menunggu 1H lama. Belum lagi kalau sudah mendekati jam 22.00, bus lebih lama datang. Tidak ada informasi yang tersedia yang membantu saya,” ujar Defianti (27), karyawan swasta yang berkantor di Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, itu.
Belum lagi, ia sering mendapati susah melakukan pengisian ulang kartu pembayaran Transjakarta di halte-halte Transjakarta.
”Saya menggunakan kartu elektronik bank nonpemerintah. Susah sekali mau mengisi ulang di halte. Kalau saya mau beli kartu, halte lebih sering tidak menyediakan,” kata Defianti yang sangat menggantungkan mobilitasnya dengan Transjakarta untuk menuju dan dari stasiun Tanah Abang itu.
Baca juga: KNKT Minta Transjakarta Tingkatkan Keselamatan dengan Bantuan Auditor Keselamatan
Keluhan demi keluhan penumpang masih saja muncul di usia pelayanan Transjakarta yang pada 15 Januari 2023 memasuki tahun ke-19. Publik menilai tidak ada peningkatan layanan atau hasil kinerja manajemen PT Transportasi Jakarta terbilang minim.
Antara frekuensi dan jumlah bus sering kali tidak memenuhi harapan warga. Penumpang lebih banyak yang berjubel menunggu di halte dan mendapati kedatangan bus-bus yang lama. Apalagi saat kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM sudah dicabut di akhir 2022, layanan yang kurang memenuhi harapan masyarakat masih terjadi.
Direktur Operasi dan Keselamatan PT Transportasi Jakarta Yoga Adiwinarto membenarkan, dalam situasi di mana PPKM sudah dicabut, halte-halte Transjakarta saat ini sudah dipenuhi penumpang. Kepadatan itu terlihat sejak 2 Januari 2023.
Para penumpang memadati halte-halte di jam sibuk pagi hari, 07.00-09.00. Itu sebabnya, ujar Yoga, Transjakarta tetap sesuai standar pelayanan, yaitu bus-bus diberangkatkan setiap 5 dan 10 menit sekali. Namun, ujar Yoga, saat PPKM dicabut, pola kemacetan di setiap ruas jalan berbeda, itu mengganggu laju dan layanan.
Strategi yang sudah dilakukan sejak 2022, seiring dengan pelonggaran PPKM saat itu, adalah menambah rute-rute baru. Penambahan rute juga diikuti penambahan bus yang dioperasikan.
Sejak awal 2020 layanan yang dibuka hanya layanan di 13 koridor seiring PPKM dan kebijakan pengendalian pandemi Covid-19 dilakukan pemerintah pusat ataupun daerah. Secara bertahap seiring pandemi yang melandai, pada 2021 rute sudah dibuka 193 rute Transjakarta dengan 3.413 unit bus.
Pada 2022, sebanyak 231 rute dibuka dengan 3.748 bus dan total penumpang yang diangkut 192 juta orang. Langkah itu disebut-sebut sebagai upaya Transjakarta memenuhi target cakupan layanan hingga 90 persen di DKI Jakarta.
Di antara rute baru yang dibuka itu, menurut Yoga, sudah pula dibuka sejumlah rute percepatan non-BRT untuk menjawab kebutuhan di tengah kemacetan Jakarta. Rute non-BRT mengacu pada layanan Transjakarta yang tidak dilengkapi jalur khusus bus dan di luar 13 koridor utama.
Perbaikan aspek keselamatan yang direkomendasikan KNKT harusnya dijalankan secara serius.
Namun Ketua Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) Haris Muhammadun memiliki pandangan lain. Justru saat PPKM dilonggarkan, ia menilai saatnya Transjakarta mengembalikan layanan seperti semula saat belum ada pandemi atau sama seperti layanan pada 2019. Rute layanan pada 2019 sebaiknya dinormalkan kembali.
Pada saat kebijakan pelonggaran diterapkan dan kegiatan masyarakat sudah kembali seperti normal, layanan dan operasi Transjakarta belum dipulihkan. Itu membuat penumpang menumpuk dan waktu tunggu di halte menjadi lama. Untuk penumpang yang memiliki alternatif, mereka akan kembali menggunakan angkutan pribadi sehingga jalanan menjadi lebih macet.
”Sebaiknya layanan segera dikembalikan ke layanan seperti di 2019,” kata Haris.
Ia pun menyebutkan, di saat yang sama, layanan kereta komuter sudah menyerap 85 persen dari rata-rata harian penumpang sebelum pandemi. MRT Jakarta sudah menunjukkan performa layanan angkutan yang jauh membaik dari saat pandemi. Di sisi lain, Transjakarta belum menyerap banyak penumpang jika dibandingkan dengan volume sebelum Covid-19 menyerang.
Pada saat layanan belum pulih, sejumlah kejadian buruk yang melibatkan bus-bus Transjakarta terus saja terjadi. Mulai bus mogok di pelintasan kereta, juga kecelakaan yang memakan korban jiwa.
Data Dinas Perhubungan DKI Jakarta menyebutkan, selama Januari-Desember 2022 jumlah kecelakaan yang melibatkan bus-bus Transjakarta secara total ada 1.209 kejadian. Sementara pada 2021, sejumlah kecelakaan beruntun terjadi. Semua tercatat 508 kejadian yang kemudian dikoreksi menjadi 335 kecelakaan.
Haris melanjutkan, sudah ada rekomendasi keselamatan dari Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) untuk perbaikan aspek keselamatan Transjakarta. ”Perbaikan aspek keselamatan yang direkomendasikan KNKT harusnya dijalankan secara serius,” ujar Haris.
Baca Juga : Januari - September, Transjakarta Terlibat dalam 827 Kecelakaan
Pengamat transportasi dari Universitas Soegijapranata, Djoko Setijawarno, menyatakan, sejak dioperasikan secara resmi pada 15 Januari 2004 sampai sekarang, kehadiran Transjakarta dengan 13 koridor BRT sepanjang 251,2 kilometer sudah menginspirasi pemerintah pusat melalui Kementerian Perhubungan dan sejumlah pemerintah daerah untuk membangun layanan angkutan umum perkotaan serupa.
”Meski bukan layanan bus rapid transit (BRT) yang sesungguhnya karena tidak disediakan jalur khusus (busway) seperti di Jakarta,” kata Djoko.
Meski sudah menginspirasi, Djoko melanjutkan, ia juga menyayangkan kualitas layanan yang dalam beberapa tahun terakhir banyak diwarnai kecelakaan. Belum lagi koridor-koridor utama yang tidak steril dan rentan terjadi kecelakaan ataupun ketersendatan.
Sama halnya dengan Haris, Djoko meminta Transjakarta serius menjalankan rekomendasi keselamatan KNKT, Transjakarta sebaiknya melakukan pengawasan pelaksanaan rekomendasi aspek keselamatan di mitra operator, hingga secara terus-menerus mengulang-ulang pelatihan bagi para pramudi. Tujuannya supaya mendapatkan pemahaman dan menghadirkan kualitas layanan yang sama.
Transjakarta bisa belajar dari perusahaan angkutan swasta yang terus-menerus memberikan pelatihan bagi pramudi, mengulang-ulang materi. Karena pramudi itu harus terus diingatkan.
Seperti dijelaskan Yoga, di Transjakarta secara keseluruhan terdapat sekitar 7.000 pramudi. Mereka memiliki latar belakang dan pendidikan yang berbeda-beda.
”Transjakarta bisa belajar dari perusahaan angkutan swasta yang terus-menerus memberikan pelatihan bagi pramudi, mengulang-ulang materi. Karena pramudi itu harus terus diingatkan,” kata Djoko.
Aditya Dwi Laksana, Ketua Forum Transportasi Perkeretaapian dan Angkutan Antarkota Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, juga menyoroti layanan Transjakarta. Ia melihat petugas-petugas di halte dan di dalam bus yang tidak cakap memberikan informasi ataupun bantuan kepada penumpang, belum lagi saat ini informasi mengenai kedatangan dan posisi bus tidak tersedia detail, hingga aplikasi Transjakarta yang juga tidak membantu.
”Pun ketika Transjakarta melakukan revitalisasi halte, Transjakarta tidak membangun halte temporer untuk menggantikan sementara halte-halte yang direvitalisasi. Itu menyulitkan penumpang,” kata Aditya.
Aditya meminta Transjakarta memperbaiki kualitas pelayanan. Transjakarta harus berubah menjadi perusahaan angkutan yang customer friendly, berfokus pada penumpang, di mana kritikan dan masukan pelanggan dan masyarakat didengarkan dan dijadikan pertimbangan perbaikan.
Haris pun menggarisbawahi, dengan usia pelayanan yang sudah 19 tahun, seharusnya Transjakarta lebih responsif dalam pelayanan. ”Sekarang PPKM sudah dicabut, sudah normal, ya langsung saja pelayanan digelar normal,” katanya.
Namun, Haris melihat, Transjakarta seolah asyik dengan dirinya, bahkan dengan mitra operator saja, Transjakarta tidak responsif.
”Sangat disayangkan, apalagi Transjakarta memiliki jangkauan layanan yang luas. Sebaiknya pelayanan segera dikembalikan ke normal, dan kalau masih mau bersama masyarakat, dengarkan masyarakat,” ujarnya menambahkan.
Baca juga: KNKT Nilai Transjakarta Sesuai Panduan Pembenahan Keselamatan
Meski demikian, Haris, Djoko, dan Aditya masih memiliki optimisme bahwa pembenahan di tubuh BUMD angkutan umum milik Pemprov DKI itu bisa dilakukan. Kedatangan pemimpin baru pada Rabu (12/1/2023) lalu menjadi darah baru untuk perbaikan palayanan dan keselamatan Transjakarta. ”Perbaikan Transjakarta harus dilakukan lebih keras lagi, dimulai dari internal Transjakarta,” kata Haris.
Ketiganya optimistis, pembenahan aspek layanan dan keselamatan akan menghadirkan Transjakarta yang andal, apalagi di usia pelayanan yang sebentar lagi masuk 20 tahun pelayanan. Pembenahan aspek layanan menjadikan Transjakarta berfokus pada penumpang. Perbaikan aspek keselamatan sangat perlu supaya bisa memberikan layanan yang berkeselamatan dan memberikan rasa aman bagi penumpangnya.