September 2022, Penduduk Miskin Jakarta Turun Menjadi 4,61 Persen
BPS DKI Jakarta mencatat penurunan jumlah penduduk miskin DKI Jakarta pada September 2022. Secara persentase angka kemiskinan turun 4,61 persen dari Maret 2022. Pemprov DKI perlu mengintervensi untuk penanggulangan.
Oleh
HELENA FRANSISCA NABABAN
·2 menit baca
TOTOK WIJAYANTO
Warga yang tinggal di bantaran Kali Ciliwung di kawasan Bidara Cina, Jatinegara, Jakarta Timur, mengamati Kali Ciliwung yang sedang meluap, Kamis (21/5/2020).
JAKARTA, KOMPAS — Badan Pusat Statistik DKI Jakarta mencatat jumlah penduduk miskin di DKI Jakarta berkurang dari 502.000 pada Maret 2022 menjadi 494.000 pada September 2022. Meski ada penurunan jumlah, pengamat menilai angka penurunan kecil dan Pemprov DKI Jakarta seharusnya mengintervensi untuk penanggulangan kemiskinan melalui berbagai program.
Statistik Ahli Madya BPS DKI Jakarta Dwi Paramita Dewi dalam paparan secara daring, Senin (16/1/2023). menjelaskan, secara persentase, angka kemiskinan di DKI Jakarta per September 2022 turun menjadi 4,61 persen dari sebelumnya 4,69 persen dari total penduduk Jakarta.
Berkurangnya jumlah penduduk miskin di DKI Jakarta, menurut Dwi, dipengaruhi indikator makro. Di antaranya meningkatnya pertumbuhan ekonomi dan turunnya pengangguran.
Ia menyebutkan, pertumbuhan ekonomi di DKI Jakarta mencapai 5,94 persen pada triwulan III-2022. Angka itu naik dibandingkan dengan triwulan II-2022 yang sebesar 5,62 persen.
Untuk tingkat pengangguran, ujar Dwi, berkurang 63.000 orang. Lalu, ada penambahan angka tenaga kerja baru 138.000 orang.
Di sisi lain, laju inflasi pada triwulan III-2022 tercatat lebih besar dibandingkan dengan triwulan II, yaitu lebih besar 2,06 persen. Hal itu akibat kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM pada September. Namun, kucuran berbagai jenis bantuan sosial baik dari pemerintah pusat maupun Pemprov DKI Jakarta berkontribusi dalam menjaga tingkat konsumsi masyarakat.
Berbagai program bantuan pemerintah yang dikucurkan selama pandemi Covid-19, disebutkan Dwi, bisa menjaga pendapatan riil masyarakat dan kelompok masyarakat yang rentan miskin agar tidak jatuh miskin. Langkah ini sekaligus mencegah munculnya kelompok miskin baru.
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Warga menjemur pakaian pada hunian yang berdiri di atas bantaran Kali Kerendang di kawasan Penjaringan, Jakarta Utara, Selasa (15/1/2019). Belum terbebas sepenuhnya bantaran kali dan saluran air di wilayah Jakarta dari hunian, menyebabkan kawasan di sekitarnya masih rawan terkena banjir.
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Tri Sakti, Trubus Rahadiansyah, menyatakan, meski menurun, angka yang berkurang itu kecil sekali dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin. Belum lagi ada fenomena kemiskinan ekstrem dan rentan ekstrem.
Menilik APBD DKI Jakarta 2023 yang mencapai Rp 83,7 triliun, seharusnya angka kemiskinan bisa ditanggulangi. DKI Jakarta harus membuat kebijakan untuk mengangkat dan mengatasi kemiskinan.
”Harus ada kebijakan dari DKI Jakarta untuk menyusun kebijakan padat karya yang akan menyerap penduduk, menyerap tenaga kerja. Ini untuk jangka pendek,” ucap Trubus.
Ia menyarankan kebijakan itu lantaran salah satu program Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta adalah mengatasi banjir. Program padat karya akan melibatkan penduduk miskin sebagai tenaga kerja untuk membersihkan gorong-gorong ataupun pengerukan kali bersama petugas yang ada.
Langkah kedua, kata Trubus, Pemprov DKI Jakarta bisa menghidupkan UMKM lewat pajak yang dibebaskan. Penggiat UMKM bisa mengisi pusat-pusat belanja yang saat ini sepi.
”Untuk mengatasi kemiskinan, paling penting adalah penciptaan lapangan kerja,” kata Trubus.