Kasus penyiksaan baru terungkap setelah ART tersebut pulang ke kampungnya. Keluarganya lalu melapor ke polisi setempat.
Oleh
ERIKA KURNIA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Seorang asisten rumah tangga mengalami penyiksaan berat oleh majikannya karena ketahuan mencuri pakaian dalam. Majikan mengajak anak hingga asisten rumah tangga lainnya untuk melakukan kekerasan terhadap perempuan asal Pemalang, Jawa Tengah, itu. SK alias I (23), asisten rumah tangga (ART), diketahui baru bekerja 6 bulan untuk keluarga di sebuah apartemen di kawasan Simprug, Jakarta Selatan. Awalnya, ia ketahuan mencuri pakaian dalam majikan perempuannya pada September silam. Setelah kejadian itu, majikannya menyiksa SK dan memaksa orang lain di dalam rumah untuk ikut serta.
Delapan orang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Mereka terdiri dari suami dan istri majikan, anak mereka yang sudah dewasa, dan lima ART lain. Pelaku ditangkap pada Jumat (9/12/2022).
Lima ART lain terlibat kekerasan karena salah satu majikan memaksa mereka melakukan terhadap SK. ”Mereka disuruh (melakukan kekerasan) juga oleh majikannya. Kalau mereka tidak mau, disangka berkomplot dengan korban,” terangnya.
Setelah kejadian itu, korban dipulangkan ke kampung halamannya di Pemalang melalui agensi penyalurnya. SK sampai harus dirawat di rumah sakit karena parahnya luka akibat penyiksaan beramai-ramai itu. Pihak keluarga lantas melaporkan kasus yang dialami SK ini ke Polres Pemalang.
Baca juga: Perlindungan Pekerja Rumah Tangga Butuh KejelasanJaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT) mencatat, pada 2012-2021, ada sekitar 400 ART yang mengalami berbagai kekerasan, baik fisik, psikis, ekonomi, seksual, maupun perdagangan manusia. Secara nasional diperkirakan 5 juta ART belum terlindungi karena belum ada payung hukum yang menaungi (Kompas.id, 8/10/2022).
Perwakilan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Apik, Nur Meylawati, mengatakan, pelanggaran hak ART terjadi antara lain karena adanya ketimpangan relasi kuasa dengan pemberi kerja. Kekerasan pun sulit dilaporkan karena terjadi di ranah privat.
”Saksi hingga alat bukti pun sering sulit diperoleh,” katanya.
Peran penegak hukum, menurut Ratna, penting, salah satunya memahami perspektif terhadap kasus kekerasan. Dalam kasus SK, polisi akan mengabaikan masalah pencurian yang dilakukan korban dan tetap fokus pada kasus penyiksaan yang membuat pelakunya terancam 10 tahun penjara.