Spiritualitas dan Kematian Misterius Keluarga Kalideres
Sedikit demi sedikit temuan diungkap kepolisian terkait kematian misterius satu keluarga di Kalideres. Fakta isolasi sosial hingga dugaan praktik spiritual tertentu terkuak meski belum terhubung satu benang merah.
Oleh
ERIKA KURNIA
·4 menit baca
Temuan-temuan terkait kematian Rudyanto Gunawan (71), Renny Margaretha (68), Dian Febbyana Apsari (42), dan Budyanto Gunawan (68) terus dirilis tim investigasi di bawah Kepolisian Daerah Metro Jaya. Mulai dari tidak adanya keterlibatan orang lain dalam kematian, meninggal karena tidak makan dan minum, sampai upaya menjual rumah dan isinya jelang kematian menjadi fakta besar.
Rabu (30/11/2022), Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Hengki Hariyadi menyampaikan informasi yang menjadi fakta besar berikutnya. Mereka menemukan barang-barang yang diduga dipakai untuk mempraktikkan ritual di dalam rumah. Barang itu seperti kain berisi mantra, kemenyan, dan tulisan berisi syarat adanya barang-barang tertentu untuk ritual tersebut.
Secara tersirat, ia juga menyebut temuan buku-buku berisi ajaran lintas agama yang disampaikan sebelumnya. Dari penelusuran, semua itu mengerucut pada salah satu anggota keluarga, yakni Budyanto. ”Budyanto cenderung dominan dan memiliki sikap yang positif terhadap ritual-ritual tertentu,” kata Hengki kepada wartawan di Jakarta.
Budyanto juga diketahui berperan aktif dalam berhubungan dengan perantara penjual rumah. Budyanto dan Dian hendak menjual rumah yang sertifikat miliknya atas nama Renny pada Mei 2022. Namun, saksi kunci yang sudah diperiksa polisi mengatakan, transaksi tidak terjadi setelah secara sembunyi-sembunyi menemukan Renny sudah meninggal di kamar rumahnya.
Kematian Renny, yang merupakan ibu dari Dian sekaligus kakak ipar Budyanto, yang disembunyikan itu terjadi lebih awal. Ada dugaan kuat Rudyanto, suami Renny, juga meninggal dalam waktu berdekatan. Pasalnya, mayat pasangan suami istri itu sudah mengering seperti mumi saat ditemukan pada bulan lalu. Sementara mayat Budyanto dan Dian masih basah saat warga memaksa masuk ke rumah mereka pada Kamis (10/11/2022).
Kematian yang terlambat diketahui seperti menjadi akibat dari tertutupnya hubungan sosial keluarga itu dengan orang lain. Tidak hanya tetangga, keluarga sedarah mereka juga mengakui adanya kerenggangan hubungan dalam 20 tahun terakhir (Kompas.id, 12/11/2022).
”Kami akan berkoordinasi dengan saksi ahli dari sosiologi agama, kira-kira apakah perilaku-perilaku ini yang indikasinya mereka sangat tertutup, sangat mencegah hubungan dengan pihak-pihak luar, kemudian fakta bahwa adanya kecenderungan ritual tertentu, akan kami dalami lagi,” kata Hengki.
Temuan terakhir ini membuat pakar psikolog forensik Reza Indragiri Amriel berspekulasi mengenai kematian keluarga tersebut. Bunuh diri untuk mengakhiri hidup secara tenang yang termotivasi nilai spiritualitas tertentu jadi pemikirannya. Ia juga berspekulasi, langkah itu bisa dipicu tekanan mental seperti yang diakibatkan pandemi.
”Problem kesehatan mental akibat pandemi tidak mendapat perhatian setara. Bukan hanya virus yang mewabah, tekanan batin dan serbaneka perilaku malasuai juga sepertinya menjadi pandemi. Termasuk pemunculan sekte-sekte spiritualitas baru,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas, Minggu (4/12/2022).
Pemunculan sekte pada masa pandemi masif terjadi di sejumlah wilayah. Di Perancis, misalnya, menurut data Kementerian untuk Kewaspadaan dan Perang Melawan Penyimpangan Sektarian (Miviludes), sekitar 140.000 orang terkena dampak penyimpangan sektarian pada tahun pertama pandemi Covid-19 tahun 2020.
Sebagian dari mereka terpapar karena adanya krisis kesehatan. Peningkatan penyimpangan itu banyak melibatkan anak di bawah umur yang mengikuti orangtuanya serta orang lanjut usia, sebagaimana dikutip dari situs yang dikelola Departemen Informasi Hukum dan Administrasi (DILA) Perancis.
”Pemerintah Perancis sampai mengalokasikan dana hingga 1 juta euro guna meningkatkan pengawasan terhadap sekte-sekte yang dikhawatirkan membahayakan masyarakat tersebut,” lanjut Reza.
Pada masa seperti sekarang, ketika gangguan kejiwaan sangat rentan mewabah menurut WHO, ekspose yang tinggi tentang bunuh diri dapat menginspirasi audiens, terutama mereka yang tergolong rentan, untuk meniru perbuatan serupa.
Di luar faktor pandemi, analisis risiko sektarian Miviludes pada 2019 menemukan 41 persen risiko penyimpangan berkaitan dengan isu kesehatan dan kesejahteraan dan 14 persen terkait dengan urusan ekonomi atau ketenagakerjaan.
Motivasi keluarga di Kalideres itu melakukan ritual terkait spiritual tertentu memang menarik diungkap lebih lanjut. Akan tetapi, polisi bisa segera menyimpulkan penyelidikan terkait kasus kematian ini, termasuk apabila kesimpulannya adalah kasus tidak terpecahkan.
Hal tersebut, kata Reza, perlu dilakukan agar pemberitaan dan obrolan tentang kasus ini dapat juga segera dihentikan sehingga tidak mendorong terjadinya penularan bunuh diri (suicide contagion) di tengah masyarakat.
”Pada masa seperti sekarang, ketika gangguan kejiwaan sangat rentan mewabah menurut WHO, ekspose yang tinggi tentang bunuh diri dapat menginspirasi audiens, terutama mereka yang tergolong rentan, untuk meniru perbuatan serupa,” ujarnya.