Pengembangan Fungsi Ruang Terbuka Saat Penataan Kali Ciliwung Sangat Potensial
Normalisasi bertujuan untuk memastikan kapasitas badan Kali Ciliwung bisa menerima limpasan air dari hulu dan hilir karena cuaca ekstrem. Namun, kondisi itu bukan berarti tidak bisa mengembangkan fungsi yang lain.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pengembangan fungsi ruang terbuka, rekreasi, dan estetis memungkinkan dalam penataan Kali Ciliwung. Namun, pengembangan tersebut belum terwujud karena terkendala pembebasan lahan dan harus menyesuaikan dengan kondisi sempadan kali.
Pengembangan fungsi ruang terbuka, rekreasi, dan estetis ini dimaksudkan agar warga menjadi bagian dari Kali Ciliwung. Hal ini membuat ajakan Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono, Minggu (4/12/2022), supaya warga menjaga dan merawat kali dengan baik, serta mendukung normalisasi untuk pengendalian banjir ataupun kota yang lebih baik, dapat terwujud.
Firdaus Ali, Staf Khusus Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Bidang Sumber Daya Air, menyebutkan, normalisasi bukan berarti sempadan dibeton semata. Pada sempadan kali tetap bisa disediakan berbagai fungsi lain yang ramah lingkungan.
”Obyektif dari normalisasi ialah memastikan kapasitas badan sungai bisa menerima limpasan air dari hulu dan hilir seiring cuaca ekstrem. Di sekitarnya (sempadan) bisa pengembangan fungsi rekreasi, estetis, fungsional. Ada kegiatan olahraga dan lainnya,” tutur Firdaus di Jakarta, Senin (5/12/2022).
Dalam normalisasi, sempadan kali bakal diturap beton atau dipasangi sheet pile setelah pelebaran badan kali sesuai kebutuhan. Penurapan bertujuan supaya sempadan kokoh dan kuat sehingga tidak longsor atau jebol.
Firdaus mengatakan, setelah itu baru dikembangkan fungsi ruang terbuka, rekreasi, dan estetis. Jika tidak ada aral melintang, di beberapa titik bisa dikembangkan fungsi tersebut.
”Selama ini terkendala pembebasan lahan. Pengembangan itu (fungsi) bisa berjalan di Bukit Duri dan Kalibata, Jakarta Selatan, serta Condet, Jakarta Timur, karena bersentuhan dengan ruang publik,” katanya.
Penataan Ciliwung menjadi prioritas, terutama dalam kaitannya untuk penanganan banjir Jakarta. Setidaknya ada 6,45 hektar lahan di bantaran Ciliwung yang sedang dalam proses pembebasan.
Proses pembebasan lahan oleh Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta berjalan di Kelurahan Cililitan, Kecamatan Kramatjati, Jakarta Timur, seluas 0,8 hektar dan panjang penanganan 0,5 km; Kelurahan Cawang, Kecamatan Kramatjati, Jakarta Timur, seluas 2,25 hektar dan panjang penanganan 1,5 km; Kelurahan Kampung Melayu, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur, seluas 1,95 hektar dan panjang penanganan 1,3 km; serta Kelurahan Rawajati, Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan, seluas 1,5 hektar dan panjang penanganan 1 km.
Secara terpisah, Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Cilliwung Cisadane Kementerian PUPR Bambang Heri Mulyono menyebutkan, fungsi ruang terbuka, rekreasi, dan estetis bisa diterapkan di area normalisasi Kali Ciliwung. Penerapannya berdasarkan ketersediaan lahan dan aksesnya.
”Kalau sudah pasti lokasinya (titik normalisasi), baru bisa kami desain untuk area rekreasi,” ujar Bambang.
Dinas Sumber Daya Air Jakarta juga tengah menormalisasi aliran sungai di Pasar Baru, Muara Angke, dan kali kecil, seperti di Semanan.
Pada saat yang sama berlangsung pembangunan 9 polder, 4 waduk, dan 2 peningkatan atau penataan kapasitas kali untuk mitigasi banjir. Waduk itu ialah Brigif, Lebak Bulus, Pondok Ranggon, dan Wirajasa untuk mengurangi debit Kali Krukut dan Kali Sunter pada saat musim hujan.
Pertahankan fungsi
Pengembangan fungsi ruang terbuka, rekreasi, dan estetis di Kali Ciliwung dapat menggunakan pendekatan nature-based solutions (NbS), yang memadukan keberlanjutan kota dan rekreasi. NbS merupakan pendekatan untuk melindungi, mengelola secara berkelanjutan, dan memulihkan ekosistem alami atau yang dimodifikasi untuk mengatasi tantangan masyarakat secara efektif dan adaptif, sekaligus bermanfaat bagi kesejahteraan warga dan keanekaragaman hayati.
Yudhistira Satya Pribadi, ahli hidrologi dari World Resources Institute (WRI) Indonesia, menuturkan, pendekatan NbS melibatkan berbagai fungsi alam, seperti intersepsi air hujan melalui vegetasi, peningkatan infiltrasi air ke dalam tanah untuk meningkatkan kapasitas tampung air hujan, ataupun memperlambat laju aliran air untuk mengurangi laju erosi.
Pada skala terkecil, implementasi hibrida dapat berupa pembuatan lubang resapan biopori, vegetasi di atap, dan wadah penampungan air hujan. Sementara skala lebih besar berupa ruang terbuka hijau multifungsi sebagai kolam resapan air, sistem parit bervegetasi, dan penyaringan polutan dari air hujan sebelum masuk ke dalam drainase.
Sementara bagian tengah Jakarta ke hilir sudah dipenuhi bangunan sehingga paling memungkinkan penurapan atau kolam retensi di beberapa lokasi. Strategi ini membuat limpasan air terjaga dan potensi banjir berkurang.
Ada tiga solusi NbS dari hulu ke hilir Kali Ciliwung. Solusi pertama, restorasi lanskap atau menghijaukan area resapan air di hulu supaya mengurangi banjir kiriman.
Opsi kedua ialah kolam retensi atau resapan air. Kolam ini tidak harus besar, tetapi kolam kecil di ruang terbuka atau taman yang mampu mengurangi banjir lokal akibat cuaca ekstrem. Sementara opsi ketiga adalah taman multifungsi, seperti Tebet Eco Park dan Taman Langsat di Jakarta Selatan, yang dilengkapi sumur resapan untuk mengurangi beban drainase.
”Penyebab banjir lebih besar kiriman dari hulu sehingga penting kerja sama antardaerah untuk restorasi di hulu. Lalu area Depok ke Jakarta diupayakan tetap hijau, bukan permukiman,” ucap Yudhistira.