Sebagian Pengungsi Inginkan Relokasi dan Bantuan Tepat Sasaran
Setelah seminggu berada di pengungsian, warga berharap situasi lekas pulih. Sebagian warga yang rumahnya hancur bersedia untuk direlokasi.
Oleh
Agustinus Yoga Primantoro
·4 menit baca
CIANJUR, KOMPAS — Setelah Pemerintah Daerah Kabupaten Cianjur mengambil alih komando tanggap bencana dari pemerintah pusat sejak Senin (28/11/2022), warga berharap bantuan yang diberikan tepat sasaran. Selain memperhatikan kebutuhan dasar para pengungsi, pemerintah diharapkan menyediakan hunian laik bagi warga terdampak.
Penanganan oleh pemerintah daerah akan melibatkan forum koordinasi pimpinan daerah (forkopinda), kepala polres, komandan distrik militer, kejaksaan negeri, dan DPRD Cianjur.
Andri (42), warga RT 002 RW 001 Desa Cijendil, Kecamatan Cugenang, Cianjur, Jawa Barat, berharap pemerintah dapat menyalurkan bantuan berupa hunian secara tepat. Pemerintah harus memprioritaskan warga yang huniannya benar-benar hancur melalui survei.
”Sering saya lihat, saat ada media, warga yang diwawancarai itu sebenarnya tidak benar-benar terdampak. Saya tahu betul rumahnya itu hanya bagian gentengnya saja yang rusak,” katanya saat ditemui di pengungsian Taman Prawatasari Cianjur, Jawa Barat, kemarin.
Di pengungsian tersebut, Andri tinggal bersama ribuan pengungsi yang turut terdampak. Ada 20 tenda TNI di sana. Menurut Andri, selama berada di pengungsian tersebut, kebutuhan dasarnya, seperti makan, minum, air bersih, dan obat-obatan, telah terpenuhi.
Hal itu juga dikatakan Ketua RT 002 RW 001 Kelurahan Cijendil Nurhayati. Terkait hunian yang dijanjikan, Nurhayati tidak mempermasalahkan letak lokasi hunian sementara yang sedang direncanakan tersebut sekalipun tidak di rumahnya. Bagi dia, hunian sementara itu laik dan aman untuk tinggal bersama keluarga.
”Malah warga meminta supaya nanti ketika dibangun jangan terpisah-pisah. Warga ingin kami semua di satu wilayah,” ujar Nurhayati.
Harapannya, kami bisa tinggal di sini sampai situasinya dipastikan benar-benar aman.
Pemerintah Daerah Cianjur berencana membangun tempat relokasi di tiga wilayah, yakni Kecamatan Cilaku, Kecamatan Mande, dan Kecamatan Pacet. Menurut rencana, wilayah relokasi itu mulai bisa ditempati pada akhir Desember.
Sebaliknya, warga RW 001, Kelurahan Solokpandan, Kecamatan Cianjur, justru berharap tidak direlokasi. Mereka lebih memilih kembali ke tempat asalnya saat situasi kembali kondusif.
Sekitar 100 meter dari pos pusat penanggulangan bencana di Kantor Bupati Cianjur, tenda-tenda bernuansa hijau khas tentara terlihat. Sebelumnya, selama empat hari pascagempa, warga mendirikan tenda yang mereka sewa seharga Rp 70.000 per hari. Setelah itu, barulah bantuan berupa sejumlah tenda datang dari TNI AD.
Terkait kebutuhan dasar, para pengungsi memperoleh bantuan logistik dari para donatur yang memberikannya secara langsung.
”Selama ini, kami tidak meminta bantuan ke pemerintah karena ada bantuan dari para donatur. Namun, kami tidak bisa mengandalkan para donatur karena tidak tahu bisa dapat bantuan sampai kapan. Harapannya, kami diperbolehkan tinggal di sini sampai situasinya dipastikan benar-benar aman,” kata Lena Herlina, koordinator pengungsian.
Selanjutnya, bantuan tersebut diolah di dapur umum yang setiap harinya menghabiskan beras 50 kilogram. Selain membutuhkan bahan dasar, pengungsi juga memerlukan bahan lainnya untuk mengolah masakan, seperti minyak dan gas.
Lena menambahkan, anak-anak dan para warga lanjut usia (lansia) merasa lebih nyaman dan aman berada di pengungsian. Berbagai kegiatan, seperti senam untuk para ibu, aneka permainan untuk anak-anak, dan berkumpul bersama, membuat pengungsi betah. Sejumlah 500-an orang itu memilih tinggal di kawasan Alun-alun Cianjur setelah gempa merusak tempat tinggal mereka.
”Beberapa rumah ada yang ambruk sebagian, kebanyakan retak-retak gitu. Jadi, kami memutuskan untuk tinggal di sini karena warga pada takut balik ke rumah,” ujar Lena.
Gempa bermagnitudo 5,6 yang terjadi pada Senin (21/11/2022) membuat warga enggan kembali, salah satunya Usti (48). Meski rumahnya masih bisa ditinggali, gempa mengakibatkan dinding rumah Usti retak-retak. Selain itu, ia juga khawatir rumah yang ada di sebelahnya ambruk. Usti menambahkan, jarak antar-rumah di wilayahnya cukup berdekatan dan hanya dipisahkan gang-gang kecil selebar 1 meter.
”Masih takut kalau sewaktu-waktu ada gempa susulan. Retaknya enggak begitu parah, tapi rumah tetangga sebelah itu parah, takutnya nimpa rumah saya,” kata Usti.
Selain dihuni warga RW 001, 50-an warga dari Kecamatan Cugenang, Gasol, Nagrak, dan Pamoyangan juga ikut mengungsi di sana. Rata-rata warga yang berasal dari wilayah lain datang ke pengungsian tersebut karena rumahnya hancur.
Sekitar 60 kilometer dari pos pusat tanggap bencana di Kantor Bupati Cianjur itu, terdapat pos pengungsian warga Desa Pakuon, Sukaresmi, Cianjur. Mereka baru mendapatkan bantuan setelah 4 hari mengungsi. Semula, warga hanya mengandalkan bantuan logistik dari pemberian tokoh masyarakat sekitar.
”Selama dua hari pertama, kami makan dari beras sumbangan Pak Didin, koordinator pengungsian ini,” kata Pudin (66), pengungsi.
Dalam satu hari, dapur pengungsian tersebut kira-kira mengolah 50 kilogram beras untuk nantinya dikonsumsi warga. Jumlah tersebut dibagi rata kepada sekitar 500 pengungsi.
Didin Safrudin, koordinator pos pengungsian warga Desa Pakuon, Kelurahan Sukaresmi, mengatakan, kebutuhan logistik warganya saat ini telah terpenuhi. Namun, ia berharap ada bantuan berupa pendamping nasi, selain mi instan.