Tiga Tahun Warga Terkatung-katung Menanti Direlokasi ke Kampung Susun Bayam
Hingga saat ini warga Kampung Bayam belum mendapatkan kepastian kapan bisa menempati unit hunian mereka. Padahal, satu bulan lalu Kampung Susun Bayam telah diresmikan.
Oleh
Ayu Nurfaizah
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Setelah digusur dari rumahnya tiga tahun silam untuk pembangunan Stadon Internasional Jakarta, warga Kampung Bayam mendesak agar segera direlokasi ke Kampung Susun Bayam, seperti yang dijanjikan pemerintah. PT Jakarta Propertindo atau Jakpro selaku pengelola menyebut, proses relokasi masih terkendala permasalahan administrasi dan teknis yang belum selesai.
Lebih dari 50 warga Kampung Bayam memprotes PT Jakpro di depan pintu masuk Kampung Susun Bayam, Pademangan, Jakarta Utara, Senin (21/11/2022). Mereka membawa poster dan menuntut PT Jakpro untuk segera membiarkan masyarakat menempati kampung susun yang telah dijanjikan kepada mereka.
Sebelumnya, PT Jakpro menemui warga dan menjelaskan bahwa mereka bisa menempati unit di Kampung Susun Bayam pada 20 November 2022. Namun, hingga keesokan harinya, belum ada komunikasi dari pihak PT Jakpro terkait pemindahan mereka. Hal ini menimbulkan kemarahan warga Kampung Bayam mengingat nasib mereka sudah terkatung-katung sejak tiga tahun lalu saat digusur karena pembangunan Stadion Internasional Jakarta (JIS).
Sebagai solusi atas penggusuran, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menjanjikan pembangunan rumah susun yang akan dikelola oleh PT Jakpro. Pada pertengahan Oktober lalu, Mantan Gubernur Anies Baswedan meresmikan hunian ini. Namun, hingga saat ini belum ada kepastian kapan warga dapat menempatinya.
Sopyan (66), salah seorang warga Kampung Bayam, berharap agar proses pemindahan ke Kampung Susun Bayam dipercepat. Pedagang keliling ini sekarang mengontrak rumah di daerah lain dengan biaya Rp 1,5 juta per bulan. Pendapatan kotor sebesar Rp 100.000 per hari digunakan memenuhi kebutuhan sehari-hari bersama istri dan tiga anak.
”Saya inginnya kembali ke kampung susun di sini dengan harapan biayanya bisa lebih murah,” tutur lansia ini dengan suara bergetar menahan tangis.
Penggusuran ini juga berdampak pada hilangnya mata pencarian masyarakat. Riska (53), warga lainnya, mengaku sebelumnya ia menjual makanan di gerobak. Semenjak digusur, ia kehilangan gerobak dan tidak memiliki mata pencarian lain. Selain itu, di tempat tinggal baru yang ia sewa juga tidak ada ruang untuk berjualan.
”Saya sudah dua kali digusur, penggusuran pertama membuat kami tidur di rel kereta api. Kemudian kami digusur lagi dan menyewa rumah. Kompensasi yang didapat juga tidak mampu memenuhi biaya tempat tinggal dan hidup sebulan,” jelasnya.
”Minggu lalu kami dipanggil PT Jakpro dan diberi tahu belum bisa menempati pada tanggal 20 November 2022 dengan alasan belum ada perizinan dari dinas terkait, padahal sudah dibagikan nama dan nomor unitnya. Kami bahkan dijanjikan bisa benar-benar menempati kampung susun pada Maret 2023,” jelas Suryono (52), warga Kampung Bayam yang lain.
Community Development Specialist PT Jakpro Hifdzi Mujtahid menjelaskan, proses menempatkan warga ke dalam unit kampung susun tidaklah mudah. Ia mengaku terdapat beberapa hal terkait administrasi, perizinan, dan hal-hal teknis, seperti biaya sewa yang harus dikaji dan dipenuhi.
”Perkiraan biaya tarif sewa sekitar Rp 500.000-Rp 700.000 untuk tipe rumah 36. Kemarin, kita melakukan survei, kemampuan masyarakat membayar sewa unit Rp 328.000 per bulan, sedangkan keinginan mereka membayar sebesar Rp 150.000 per bulan. Hal-hal seperti ini yang perlu kami koordinasikan dengan Pemprov DKI, selain perizinan dengan dinas-dinas terkait,” jelasnya.
Urban Poor Consortium Gugun Muhammad menanggapi bahwa masalah administrasi ini harusnya diselesaikan oleh PT Jakpro dan tidak membebani masyarakat. Ia menekankan penggusuran ini telah membebani warga dengan kompensasi yang tidak cukup.
”Pengalaman di Kampung Akuarium dan Kunir, warga bisa menghuni lebih dahulu sambil mengurus masalah administrasi. Hak untuk mendapatkan tempat tinggal layak tidak boleh ditunda hanya karena alasan administrasi,” sebut Gugun.
Selain itu, ia juga menambahkan, warga Kampung Bayam juga memiliki kebutuhan mendesak atas hunian yang layak. Hal ini terlepas dari kondisi bahwa Kampung Bayam bukan merupakan permukiman prioritas penataan, seperti yang diatur dalam Keputusan Gubernur Nomor 878 Tahun 2018 tentang Gugus Tugas Pelaksanaan Penataan Kampung dan Masyarakat.
Pengalaman di Kampung Akuarium dan Kunir, warga bisa menghuni lebih dahulu sambil mengurus masalah administrasi. Hak untuk mendapatkan tempat tinggal layak tidak boleh ditunda hanya karena alasan administrasi. (Gugun Muhammad)
Ketua Koperasi Persaudaraan Warga Kebun Bayam (PWKB) Asep menceritakan, Kampung Susun Bayam memiliki tiga gedung yang diperuntukkan 135 keluarga. Hingga saat ini telah terdaftar 123 keluarga yang akan menempati Kampung Susun Bayam.