MRT Jakarta Rasa Jepang, Korea Selatan, hingga Eropa...
Pembangunan MRT Jakarta bakal berlanjut setelah resmi ada komitmen dari tiga investor asal Jepang, Inggris, dan Korea Selatan. Diharapkan adopsi dan alih teknologi ataupun pengetahuan terbaru terjadi.
Oleh
HELENA FRANSISCA NABABAN
·5 menit baca
Di sela-sela gelaran G20 di Denpasar, Bali, pada Senin (14/11/2022) Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi bersama Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono menandatangani nota kesepahaman dengan Pemerintah Jepang dan Inggris. Dua negara ini menyatakan minat membantu pembangunan MRT di wilayah Jakarta khususnya koridor Timur-Barat segmen Jakarta.
Selain Menhub Budi Karya dan Penjabat (Pj) Gubernur Heru Budi, dari Pemerintah Jepang hadir Wakil Menteri untuk Kerja Sama Luar Negeri Jepang Satoru Mizushima. Wakil Pemerintah Inggris adalah Duta Besar Inggris untuk Indonesia dan Timor Leste Owen Jenkins.
Dalam agenda itu, ada dua nota kesepahaman yang ditandatangani. Pertama adalah memorandum of cooperation (MoC) antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Jepang tentang kelanjutan pembangunan MRT Jakarta East-West Line Phase 1. Kemudian yang kedua adalah nota kesepakatan (letter of intent/LoI) antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Inggris tentang Kerja Sama Pembangunan MRT Jakarta.
Seusai penandatanganan nota kesepahaman dengan Jepang dan Inggris, di hari yang sama, Menteri Perhubungan dan Pj Gubernur DKI melanjutkan lagi dengan penandatanganan nota kesepahaman (memorandum of understanding/MOU) aantara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Korea Selatan. Keduanya masih terkait MRT Jakarta.
Dalam penandatanganan MOU yang masih terkait proyek MRT Jakarta itu, hadir Menteri Pertanahan, Infrastruktur, dan Transportasi Korsel Won Hee-Ryong dan Dubes RI untuk Korsel Gandi Sulistiyanto. ”Kedua negara akan terus meningkatkan kerja sama tidak hanya di sektor perkeretaapian, tetapi juga di sektor darat, laut, dan udara,” ujar Menhub Budi Karya.
Untuk MoC dengan Jepang, seperti diketahui, itu menjadi tindak lanjut dari kunjungan kerja Menhub Budi Karya dan Direktur Utama PT MRT Jakarta (Perseroda) yang sekarang menjabat Komisaris PT MRT Jakarta (Perseroda) William P. Sabandar. Kunjungan ke Jepang itu berlangsung pada Juni 2022 dan menghasilkan kepastian pendanaan Pemerintah Jepang untuk kelanjutan Fase 2A koridor Utara-Selatan dan Fase 3 koridor Timur-Barat.
Demikian juga dengan nota kesepahaman dengan Inggris ataupun Korea Selatan. Itu hasil kunjungan kerja ke kedua negara tersebut.
MOU bersama Korea Selatan juga merupakan tindak lanjut pembicaraan pada kegiatan 28th ASEAN Transport Minister Meeting yang diselenggarakan pada 16-17 Oktober 2022 di Bali. Dalam pertemuan bilateral tersebut, Korea Selatan menyampaikan minatnya untuk turut berpartisipasi membangun MRT Jakarta Fase 4 Fatmawati-Kampung Rambutan.
Kalau di fase pertama, boleh dibilang kontraktor Jepang yang dominan, fase berikutnya dalam hal konstruksi, pra-operasi, dan operasi itu harapannya nanti Indonesia dapat porsi lebih dominan dibandingkan fase satu sama kedua.
Saat pembangunan MRT Jakarta fase 2A tengah berlangsung, penandatanganan ini tentu menjadi angin segar bagi masyarakat, yaitu bahwa jaringan transportasi umum perkotaan berbasis rel akan bertambah panjang dan cakupan layanan bertambah luas.
”Di sisi lain, penandatanganan LoI ataupun MOU itu berarti sudah ke arah yang semakin jelas dibandingkan kemarin ketika masih belanja investor,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Forum Transportasi Perkeretaapian Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Aditya Dwi Laksana.
Artinya, komitmen mendanai pembangunan MRT Jakarta fase 3 dan 4 itu sudah ada. Belajar dari fase 1 MRT Jakarta dan juga fase 2A, maka biasanya pinjaman dan teknologi akan satu paket.
Aditya menggarisbawahi, saat ini ada banyak negara yang sudah mengoperasikan dan memproduksi kereta perkotaan. Beberapa di antaranya ialah negara-negara yang menandatangani nota kesepahaman dengan Indonesia itu.
Maka, lanjut Aditya, tantangan yang dihadapi para pemangku kepentingan pembangunan MRT di wilayah Jakarta ialah bagaimana alih teknologi, pengetahuan, dan seberapa jauh tim pengerjaan bisa melibatkan sebanyak mungkin tenaga lokal juga kandungan lokal di dalam sarana atau prasarana infrastruktur.
”Seberapa smooth nanti alih teknologinya, kepada SDM lokalnya, kepada anak bangsa,” ujarnya.
Aditya menekankan pentingnya alih teknologi, alih pengetahuan itu supaya anak bangsa ini tidak hanya menjadi penonton. Akan tetapi, ada bagian mereka dalam hal konstruksinya, pra-operasinya. Ini sudah mau fase 3 dan 4, harapannya mereka sudah jauh lebih menguasai lagi dibandingkan ketika masih fase pertama MRT,” ujarnya.
Untuk pembangunan MRT Jakarta Fase 1 dan Fase 2A, dibiayai dengan pinjaman dari Pemerintah Jepang melalui JICA ODA Loandengan skema special terms for economic partnership (Tied Loan). Itu membuat pembangunan sangat terikat dengan kriteria kontraktor utama harus berasal dari Jepang, juga konsultan dan komponen sarana harus melibatkan pihak Jepang.
”Kalau di fase pertama, boleh dibilang kontraktor Jepang yang dominan, fase berikutnya dalam hal konstruksi, pra-operasi, dan operasi itu harapannya nanti Indonesia dapat porsi lebih dominan dibandingkan fase satu sama kedua, misalnya begitu,” kata Aditya lagi.
Selain itu, soal sarana dan prasarana. Meski pemberi pinjaman atau investor menginginkan semua paket pembangunan dari mereka, nantinya seberapa jauh akan menggunakan komponen atau elemen atau kandungan lokal baik untuk prasarana maupun sarananya dan sistem operasionalnya.
”Tentunya ini berproses secara bertahap ya,” kata Aditya.
Isu lainnya yang juga menjadi tantangan dalam pembangunan MRT fase-fase berikutnya tentu saja adalah teknologi yang dipergunakan harus semakin maju. Kita tahu, MRT Jakarta fase 1 masih menggunakan grade of automation (GoA) 2. Dengan GoA 2, artinya masih ada masinis meski masinis adalah untuk buka tutup pintu serta untuk keadaan darurat.
Ke depannya, MRT di wilayah Jakarta harus menggunakan GoA 3. GoA 3 ini sudah driverless meski tetap ada train attendant untuk keadaan darurat diambil alih. ”Artinya teknologi MRT di fase-fase berikutnya juga harus makin advanced,” ujar Aditya.
Dengan begitu, meski MRT di wilayah Jakarta akan memiliki rasa Jepang, rasa Korea Selatan, ataupun rasa Inggris, apa pun investornya, dengan perkembangan teknologi, adaptasi teknologi perkeretaapian, operasi kereta api perkotaan, makin nambah jaringan makin nambah fase-fase, harusnya teknologinya makin maju.
Aditya juga melihat, dengan investor multi nasional, pembangunan MRT bisa dilakukan secara paralel. ”Ini akan memperkaya teknologi perkeretaapian kita sehingga kita tidak hanya berkiblat dari Jepang atau China, tetapi juga dari Eropa,” katanya.