Terima Gugatan Pengusaha, Heru Siap Dengar Solusi untuk Buruh
Menghadapi rencana penetapan upah minimum provinsi DKI tahun 2023, Heru diminta lebih komunikatif dan bijak membuat kebijakan.
Oleh
ERIKA KURNIA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono tidak keberatan dengan pembatalan kenaikan upah minimum provinsi atau UMP 2022 yang diteken Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan di 2021. Menghadapi rencana penetapan UMP 2023, Heru diminta lebih komunikatif dan bijak membuat kebijakan.
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, Rabu (16/11/2022), menolak permohonan banding Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dan beberapa serikat pekerja terhadap putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Nomor 11/G/2022/PTUN.JKT, tanggal 12 Juli 2022.
Pengadilan juga menguatkan putusan pembatalan Surat Keputusan (SK) Gubernur Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Nomor 1517 Tahun 2021 tentang Upah Minimum Provinsi tahun 2022.
Mengutip Sistem Informasi Penelusuran Perkara PTUN Jakarta, perkara Nomor 11/G/2022/PTUN.JKT, yang menggugat kenaikan UMP, dilayangkan Dewan Pimpinan Provinsi (DPP) Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) DKI Jakarta, pada 13 Januari 2022.
”Ya, enggak apa-apa, kita, kan, ikuti saja aturan,” ujar Heru seusai mengikuti kegiatan di Balai Pertemuan Polda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (17/11/2022).
SK Gubernur DKI Jakarta Nomor 1517 Tahun 2021, yang disahkan 16 Desember 2021 oleh Anies Baswedan, menetapkan kenaikan UMP tahun 2022 sebesar Rp 225.667 menjadi Rp 4.641.854. Angka itu naik 5,1 persen dari UMP 2021.
Keputusan itu merevisi kenaikan tahunan sebesar Rp 37.748,988 atau 0,85 persen untuk gaji pekerja formal dengan masa kerja kurang dari setahun, sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 tentang Pengupahan dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Di samping menerima keputusan itu, Heru mengatakan dirinya siap mendapat arahan untuk membuat solusi terbaik bagi pekerja di Ibu Kota. Solusi ini hendak disampaikan Kementerian Dalam Negeri. ”Besok ada arahan dari endagri. Mungkin bisa lebih baik bagi buruh Jakarta, untuk Indonesia,” ucapnya.
Kebijaksanaan Heru dinantikan oleh para pengusaha dan pekerja, khususnya menghadapi agenda penetapan UMP 2023 oleh pemerintah pusat pada 21 November 2022.
Gembong Warsono, Ketua Fraksi Parta Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan sekaligus anggota Badan Anggaran DPRD DKI Jakarta, mengingatkan, Pemprov DKI harus memaksimalkan komunikasi dan koordinasi dengan perwakilan buruh dan pengusaha.
”Sehingga akan terbangun komunikasi tripartit yang maksimal dan keputusan penetapan UMP ke depan adalah keputusan bersama,” ujarnya.
Secara terpisah, Suhud Alynudin, anggota Komisi B Fraksi PKS DPRD DKI Jakarta, berharap Penjabat Gubernur DKI Jakarta mempertahankan kebijakan Anies Baswedan terkait kenaikan upah buruh sebesar 5,1 persen.
”Pertama, besaran itu merupakan hasil kajian yang diyakini akan memberikan dampak positif terhadap ekonomi di DKI Jakarta karena akan meningkatkan daya beli buruh dan pekerja. Kedua, untuk menjaga hubungan industrial di DKI Jakarta. Mengingat kebijakan itu sudah berlaku sejak Januari 2022," ujarnya.
Kondisi ekonomi
Kenaikan UMP sampai 5 persen yang lebih dari kebijakan pemerintah pusat sebesar 2 persen, kata Suhud, juga bisa mengantisipasi kemungkinan dampak akibat terjadinya gelombang krisis yang diprediksi akan terjadi di tahun 2023.
Nurjaman, Wakil Ketua DPP Apindo DKI Jakarta, meminta Pemprov DKI tidak membuat aturan sendiri dalam penetapan UMP dan tetap mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 tentang Pengupahan dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
”Prinsip kita adalah hukum dan norma. Acuannya adalah peraturan pemerintah lewat PP 36. Buat apa kita bikin acuan, regulasi, kalau tidak dipakai dan pemerintah melanggar lagi,” kata Nurjaman saat dihubungi per telepon.
Ia menilai Pemprov DKI perlu mengikuti acuan dari pemerintah pusat yang berfungsi menjaga kelangsungan usaha dan pekerja di seluruh daerah, termasuk Jakarta dan daerah sekitarnya. Saat ini, kelangsungan usaha dan pekerja sama-sama menghadapi pertumbuhan ekonomi yang lambat pascapandemi serta ketidakpastian ekonomi di 2023.
”Banyak PHK di mana-mana, di industri garmen yang ada di sekitar Jakarta. Jakarta tidak bisa hidup sendiri, harus lihat kanan kiri. Kalau (industri) Jawa Barat, Tangerang, Bandung, mati, Jakarta enggak bisa hidup. Ini satu kesinambungan,” katanya.
Kalau menggunakan PP 36, kenaikannya hanya 2-4 persen. Ini maunya Apindo. Mereka tidak punya akal sehat dan hati. Masak naik upah di bawah inflansi.
Berdasarkan survei dan riset Dewan Pengupahan, serikat pekerja dan buruh sebelumnya meminta UMP 2023 di Jakarta naik 13 persen menjadi Rp 5,3 juta. Tuntutan ini disuarakan dalam gelombang unjuk rasa buruh.
Said Iqbal, Presiden Partai Buruh, menyebut kenaikan UMP sebesar 13 persen masuk akal karena rata-rata angka inflasi secara umum saat ini 6,5 persen. Angka inflasi itu diproyeksikan para ekonom akan terjadi pada akhir 2022.
”PP No 36/2021 tidak bisa digunakan. Ini karena kenaikan harga BBM dan upah tidak naik 3 tahun berturut-turut, menyebabkan daya beli buruh turun 30 persen. Kalau menggunakan PP 36, kenaikannya hanya 2-4 persen. Ini maunya Apindo. Mereka tidak punya akal sehat dan hati. Masak naik upah di bawah inflansi,” ujar Said.
Ia juga menolak wacana resesi yang akan ikut menghantam Indonesia, termasuk Jakarta sebagai wilayah penggerak ekonomi nasional terbesar. Pasalnya, pertumbuhan Indonesia masih positif. Ekonomi Jakarta juga terus bertumbuh 5,5 persen pada triwulan kedua tahun ini, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 4,6 persen secara tahunan, menurut laporan Bank Indonesia.
Said berharap, Pemprov DKI mendorong kenaikan UMP melebihi acuan kebijakan pemerintah pusat. ”Jadi, kami meminta Penjabat Gubernur mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung untuk membatalkan pencabutan SK Gubernur DKI Nomor 1517/2021,” ujarnya.