Kenaikan upah minimum 13 persen itu ideal berdasarkan survei dan riset Dewan Pengupahan dari unsur serikat pekerja dan buruh di Jakarta.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Buruh menuntut kenaikan upah minimum provinsi atau UMP tahun 2023 DKI Jakarta sebesar 13 persen di Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat. Apabila dipenuhi, upah minimum buruh lajang tahun 2023 akan naik dari Rp 4,6 juta per bulan menjadi Rp 5,3 juta per bulan.
Puluhan buruh berunjuk rasa di depan gerbang masuk Balai Kota Jakarta, Kamis (10/11/2022) siang. Mereka membawa satu mobil komando bermuatan sistem pengeras suara, spanduk, serta atribut organisasi buruh dan tuntutan kenaikan UMP DKI Jakarta tahun 2023.
Aksi masa berlangsung tertib. Akan tetapi, terjadi kepadatan lalu lintas di depan Balai Kota karena peserta aksi memakai satu lajur untuk parkir mobil orasi.
Ketua Serikat Pekerja Indonesia Jakarta Winarso menuturkan, serikat pekerja dan buruh menolak Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan sebagai landasan kenaikan UMP tahun 2023. Kenaikan UMP seharusnya berdasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi.
”Naikkan upah 13 persen. Angka itu ideal berdasarkan survei dan riset Dewan Pengupahan serikat pekerja dan buruh,” kata Winarso.
Jika mengacu Peraturan Pemerintah tentang Pengupahan, kenaikan UMP hanya berkisar 2 persen. Kenaikan itu tak sebanding dengan daya beli pekerja dan buruh yang sudah tergerus oleh kenaikan harga barang pokok dan BBM.
Serikat pekerja dan buruh bakal terus berunjuk rasa hingga keluar putusan penetapan UMP tahun 2023. Adapun batas waktu putusan tersebut ialah 21 November 2022.
Selain itu, serikat pekerja dan buruh juga meminta pemerintah mengatasi potensi pemutusan hubungan kerja (PHK) seiring kabar resesi global tahun 2023. Pekerja dan buruh khawatir karena santer terdengar informasi PHK ketika resesi global.
Winarso mengatakan, serikat pekerja dan buruh berharap terbangun koordinasi yang baik antara Pemprov DKI Jakarta dan pekerja atau buruh guna membahas potensi PHK ketika terjadi resesi global. ”Kami juga tetap menolak Undang-Undang Cipta Kerja karena merugikan hak-hak kami,” ucapnya.
Sebelumnya, anggota Dewan Pengupahan dari unsur pengusaha, Heber Lolo Simbolon, menyebutkan, perhitungan UMP DKI Jakarta tahun 2023 berpatokan pada Peraturan Pemerintah tentang Pengupahan sebagai turunan dari Undang-Undang Cipta Kerja.
Sekretaris Eksekutif Labor Institute Indonesia Andy William Sinaga menyampaikan, unjuk rasa yang dilakukan serikat pekerja yang terus terjadi sebenarnya menuntut kenaikan upah layak. Apalagi, dialog tripartit masih minim perhatian pemerintah pusat dan daerah (Kompas, 5/11/2022).
Menurut dia, ke depan, pemerintah perlu mengupayakan dialog itu berkembang semakin masif. Misalnya, pemerintah dapat mendorong pembentukan lembaga bipartit sektoral yang fokus membahas mengenai isu-isu ketenagakerjaan per sektor industri. Lembaga ini berada di pusat dan daerah.
”Untuk kondisi sekarang yang mendekati penentuan upah minimum 2023, dialog tripartit semestinya diperkuat. Selain bahas upah layak, dialog juga diharapkan melahirkan solusi mencegah gelombang PHK,” kata Andy.