Muara Bendera, Surga yang Terselip di Balik Ancaman Abrasi
Menikmati senja di muara Citarum, menyaksikan burung beterbangan merdeka, hingga bertemu lutung jawa berkejaran di dahan mangrove, adalah kemewahan nan langka di Muaragembong, Bekasi.
Kondisi alam Muaragembong, Bekasi, Jawa Barat, sedang sakit. Namun, wilayah terujung di utara Bekasi itu selalu punya cara memikat manusia. Menikmati senja di muara Citarum, menyaksikan burung bebas beterbangan, hingga bertemu lutung jawa berkejaran di dahan mangrove, adalah kemewahan nan langka.
Muara utama aliran Sungai Citarum, di Kampung Muara Bendera, Desa Pantai Bahagia, Kecamatan Muaragembong, memerah. Senja di Kamis (27/10/2022) sore, jadi pemandangan eksotis dan menawan.
Sinar mentari yang memerah di ufuk barat berpadu dengan pantulan cahaya dari lampu rumah warga di kiri dan kanan Citarum mengubah warna air sungai itu. Sungai Citarum berkilau bagai cermin. Kilauan air di Citarum kerap bergerak, bergelombang, dan sekejap meredup saat ada perahu nelayan melintas di sungai itu.
Pesona di Muara Citarum tak sebatas senja yang berpadu dengan kilauan lampu perumahan nelayan. Kampung Muara Bendera menawarkan sisi lain yang tak kalah eksotis, yakni berjejernya ratusan perahu nelayan yang bersandar di sisi kiri dan kanan tepi Citarum.
Ratusan perahu nelayan itu juga penuh warna. Selain cat perahu beragam warna dan tulisan, perahu-perahu itu juga tampak cantik dengan hiasan bendera merah putih yang terus melambai-lambai.
Di sisi lain muara Citarum, tepatnya di belakang rumah warga, terdapat tambak-tambak udang yang sudah tak aktif. Tambak yang sudah tak aktif itu, dipagari hutan mangrove. Keberadaan mangrove menarik beragam jenis burung untuk bermain-main di sana.
Baca juga: Muara Beting, Kampung "Dollar" yang Terancam Hilang
Kumpulan beragam jenis burung, seperti kuntul dan bangau beterbangan secara berkelompok. Mereka kemudian perlahan hinggap di tumbuhan mangrove yang tumbuh di belakang perumahan warga.
Burung di langit Kampung Muara Bendera sore itu, menarik perhatian setiap warga yang melintas. Ada warga yang berhenti sejenak untuk mengabadikan keseruan beragam jenis burung beterbangan bebas merdeka di udara.
Alam Muaragembong, termasuk Kampung Muara Bendera, merupakan rumah sejumlah satwa, termasuk burung dan mamalia. Berdasarkan data biodiversitywarriors.kehati.or.id, ada 158 jenis burung yang tinggal di sana. Dari ratusan jenis burung itu, 7 di antaranya merupakan burung endemik.
Hutan mangrove
Beragam jenis burung yang hidup di Muaragembong tidak terlepas dari keberadaan hutan mangrove di wilayah tersebut. Ada 23 jenis mangrove sejati dan 13 jenis hutan mangrove ikutan di Muaragembong. Tanaman mangrove yang mendominasi di sana, antara lain mangrove jenis Api-api (Avicennia spp), Bakau (Rhizophora spp), dan Pedada (Sonneratia caseolaris).
Yusup Maulana, pendiri Komunitas Pemberdayaan Masyarakat Pesisir Muaragembong Kita, menyebut, kerusakan mangrove di wilayah paling ujung di utara Bekasi itu masif terjadi sejak kawasan itu mulai dihuni penduduk pada 1980-an. Warga datang dari berbagai daerah, seperti Banten, Jawa Barat, dan Jawa Timur. Mereka turut mengubah wajah Muaragembong dari hutan mangrove menjadi tambak.
Perbaikan hutan mangrove di Muaragembong terekam dari penelitian Alin Maulani, Nur Taufiq, dan Ibnu Pratikno dari Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Diponegoro. Dari laporan mereka dalam Journal of Marine Research (Vol 10, 1/2/2021), diketahui kalau dari 2009-2019, terjadi penambahan lahan mangrove seluas 1.017,746 hektar (ha). Namun, dalam kurun waktu yang sama pula, masih ada pengurangan lahan mangrove seluas 275,35 ha.
Laju kerusakan mangrove di Muaragembong perlahan berkurang sejak daerah itu rutin dilanda abrasi dan banjir rob di awal 2000-an. Gagal panen pun lebih sering dialami nelayan yang bergantung pada tambak. Akibatnya, banyak tambak yang tak lagi berfungsi ditinggal pemiliknya.
Baca juga: Dua Jam Berperahu Merekam Kehidupan Pesisir Jakarta-Bekasi
"Tambak yang sudah tidak aktif ini kemudian kembali direhabilitasi. Dari situ, mangrove kembali tumbuh dan sebagian tambak sudah jadi hutan. Tetapi, kerusakan sebenarnya masih terjadi. Ancamannya adalah abrasi dan penurunan muka tanah," ucap Yusup.
Perbaikan hutan mangrove di Muaragembong terekam dari penelitian Alin Maulani, Nur Taufiq, dan Ibnu Pratikno dari Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Diponegoro. Dari laporan mereka dalam Journal of Marine Research (Vol 10, 1/2/2021), diketahui kalau dari 2009-2019, terjadi penambahan lahan mangrove seluas 1.017,746 hektar (ha). Namun, dalam kurun waktu yang sama pula, masih ada pengurangan lahan mangrove seluas 275,35 ha.
Terdapat pula lahan mangrove yang tetap bertahan dalam kurun waktu 10 tahun tersebut, yakni seluas 255,07 ha. Hasil penelitian itu kemudian menyimpulkan, kalau lahan mangrove di Muaragembong cenderung bertambah, yakni sebesar 66 persen.
Bertemu Lutung Jawa
Kisah dari Muara Bendera belum berakhir. Di wilayah paling ujung Kampung Bendera, mendekati titik terakhir bertemunya air Citarum dan laut Teluk Jakarta, ada satwa lain, yakni lutung jawa.
"Kalian beruntung. Jarang datang langsung bertemu (lutung jawa). Ada yang harus menginap satu atau dua hari untuk bisa ketemu mereka," kata Daman (51), salah satu warga penjaga tambak di Muara Bendera.
Sekelompok lutung jawa (Trachypithecus auratus mauritius), Kamis sore, bermain di hutan mangrove dekat tambak yang dijaga Daman. Mereka seakan menyadari kalau ada tamu yang datang. Tarian penyambutan pun dimulai.
Puluhan mamalia berekor panjang itu bermain, melompat, dan berkejaran di dahan mangrove yang hanya berjarak kurang dari belasan meter. Ada yang melompat-lompat sembari menggendong anaknya.
Bentuk tubuh mereka pun terlihat jelas. Bulu lutung jawa dewasa cenderung berwarna hitam dan bulu anak-anak lutung berwarna hitam kemerahan.
Menurut Daman, hewan yang hidup berkelompok dengan jumlah masing-masing kelompok rata-rata 30 ekor itu, jumlahnya terus bertambah selama kurun waktu sekitar tiga tahun terakhir. Di 2018, kelompok lutung jawa yang bermain di dekat tambak, hanya sekitar 30-an ekor.
"Terakhir (2021), saya hitung, jumlahnya sekitar 52 ekor," kata ayah tiga anak tersebut.
Daman mengenal baik hewan yang dilindungi dan terancam punah tersebut. Dia adalah salah satu sosok yang sejak 2010 tergerak menjaga lutung jawa dan hewan-hewan lain yang berkeliaran di hutan mangrove.
"Dari kecil saya memang sayang binatang. Jadi, kalau ada lutung yang diburu, saya pasang badan lindungi mereka," ucapnya.
Perlindungan tanpa pamrih dan tanpa bayaran itu pula membuatnya dekat dengan lutung jawa. Lutung kerap bermain hingga ke gubuk Daman yang ada di dekat tambak. Hewan pemakan buah mangrove dan kepiting tersebut biasanya mendekat ke gubuk saat musim kemarau untuk mencari minum.
"Lutung selalu menghindari manusia. Tetapi, dengan saya, mereka dekat sekali. Pernah ada yang naik ke badan, saat saya lagi tidur di gubuk," ucap lelaki yang tak lulus sekolah dasar itu.
Kedekatan Daman dengan lutung merupakan wujud konkrit balasan alam atas kepedulian manusia menjaga lingkungan. Sisi eksotis di Muara Bendera, sepatutnya terus dilestarikan agar surga kecil di muara Sungai Citarum itu tak berakhir menjadi neraka.