Pembebasan Lahan Untuk Normalisasi Ciliwung Terkendala Masalah Sertifikat
Pemerintah tengah fokus melakukan pembebasan lahan untuk normalisasi Ciliwung. Namun, proses ini terhambat karena masih ditemukannya warga yang tak memiliki sertifikat.
Oleh
Raynard Kristian Bonanio Pardede
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sedang gencar membebaskan lahan untuk program normalisasi Ciliwung. Namun, proses pembebasan lahan terkendala karena adanya warga yang belum memiliki dokumen kepemilikan tanah yang sah. Hal ini berakibat pada mandeknya pemberian kompensasi pembebasan lahan warga.
Di Jakarta Selatan, pembebasan lahan untuk normalisasi Sungai Ciliwung menyasar sebagian wilayah RW 7 Rawajati Pancoran. Ketua RW 7 Rawajati Pancoran Jakarta Pusat Sari Budi Handayani menyebutkan, pembebasan lahan dimulai sejak 2021 lalu. Total ada 62 lahan yang terdampak normalisasi.
“Pada 29 Desember 2021, warga RW 7 dapat undangan musyawarah soal pembebasan lahan. Di musyawarah ada perwakilan Dinas Sumber Daya Air (SDA), BPN (Badan Pertanahan Nasional), kelurahan, kecamatan, dan lainnya. Di situ, 62 pemilik lahan diberikan amplop hasil verifikasi tim penilai pada 15 Desember 2021, isinya besaran kompensasi yang akan diterima warga,” ucapnya pada Kamis (27/10/2022).
Secara bertahap, sejak 30 Desember 2021 terdapat 43 pemilik yang menerima pencairan dana kompensasi pembebasan lahan. Namun, masih ada 19 pemilik lain yang belum menerima kompensasi hingga hari ini karena belum memiliki sertifikat tanah.
Sejumlah 43 pemilik lahan memiliki sertifikat tanah setelah mengikuti program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) pada 2021 lalu. Sedangkan 19 lainnya belum memiliki sertifikat, karena kehabisan kuota program PTSL.
Sari berharap pemerintah memberikan solusi bagi 19 warga yang belum memiliki sertifikat tanah, sehingga mereka juga bisa mendapatkan kompensasi. Apalagi, lahan mereka telah diverifikasi dan ditentukan besaran kompensasi tanah dan bangunannya.
Terpisah, Syahpandi (66), warga yang belum menerima kompensasi, menjelaskan, dirinya tidak memiliki sertifikat karena kehabisan kuota program PTSL. Meskipun tak memiliki sertifikat, ia tetap menerima amplop berisi besaran kompensasi pembebasan tanah dan bangunan. Di dalam surat tersebut terterta nilai uang ganti rugi (UGR) yang akan diterimanya sebesar Rp 1.924.191.700.
"Dari surat tim penilai, saya mendapatkan 1,9 miliar rupiah, tapi sampai saat ini belum cair juga. Semoga jumlah ini benar-benar dibayar pemerintah,” ujarnya.
Dari pantauan di RW 7 Rawajati, Pancoran Jakarta Pusat, beberapa rumah sudah ditinggalkan oleh pemiliknya. Tak sedikit di antaranya yang sudah dihancurkan.
Sari menyebut, rumah-rumah tersebut dihancurkan karena sudah ditinggalkan pemiliknya. Mereka sudah pindah setelah mendapatkan kompensasi.
Permasalahan sertifikat
Kepala Unit Pengadaan Tanah Dinas Sumber Daya Air Provinsi DKI Jakarta Roedito Setiawan menjelaskan, sisa bidang tanah yang belum dibayar di kawasan Rawajati disebabkan tanah belum bersertifikat. Kepastian mengenai kepemilikan dokumen tanah yang sah menjadi syarat utama sebuah lahan bisa dibebaskan dan pemiliknya mendapat kompensasi.
“Tanah yang di Rawajati belum bisa dibayar karena belum ada sertifikat. Itu masih tanah garapan,” ujarnya, Jumat (28/10/2022).
Mengenai tanah yang belum bersertifikat ini, Roedito masih menunggu hasil verifikasi lanjutan oleh tim penilai. Verifikasi tersebut, khususnya mengenai berkas-berkas bukti kepemilikan lain, seperti diatur dalam peraturan pengadaan tanah.
Tanah yang di Rawajati belum bisa dibayar karena belum ada sertifikat. Itu masih tanah garapan.(Roedito Setiawan)
Berdasarkan data dari Dinas Sumber Daya Air, ada 236 bidang tanah yang akan dibebaskan untuk normalisasi Ciliwung. Adapun, ratusan bidang tanah ini terdapat di Kelurahan Rawajati, Jakarta Selatan dan Kelurahan Cawang, Jakarta Timur.
“Di Rawajati, targetnya 157 bidang tanah dibebaskan, 59 sudah dibebaskan dan 98 belum, sedangkan di Cawang, targetnya 79 bidang yang akan dibebaskan, 77 sudah, dan 2 bidang belum,” ucapnya.
Sekretaris Dinas SDA DKI Jakarta Dudi Gardesi menjelaskan, meski warga sudah memperoleh dokumen nilai kompensasi pembebasan tanah dan bangunan, kelengkapan berupa sertifikat hak milik tetap menjadi dasar utama pembebasan dan pembayaran kompensasi. Ada beberapa dokumen yang perlu dimiliki warga agar mendapatkan kompensasi, seperti sertifikat hak milik ataupun dokumen tanah bebas sengketa dari kelurahan.