Pembebasan lahan warga di sempadan Kali Ciliwung menjadi tantangan dalam program revitalisasi sungai untuk pengendalian banjir Jakarta. Pemprov DKI dituntut proaktif menuntaskan masalah ini.
Oleh
Raynard Kristian Bonanio Pardede
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Banjir yang melanda kawasan Kebon Pala, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur, di awal pekan ini membuat ratusan warga harus mengungsi. Mereka terdampak luapan Kali Ciliwung yang merendam rumah warga. Salah satu pemicu peristiwa ini adalah belum adanya tanggul pembatas antara pemukiman dan sungai. Tanggul belum dapat dibangun karena ada kendala pembebasan lahan di Kebon Pala.
Selasa (11/10/2022), terlihat kondisi RW 008 dan RW 007 Kebon Pala yang berbeda dengan kawasan di sekitarnya. Permukiman tersebut belum memiliki turap yang berfungsi untuk membatasi sungai dan perumahan. Pada Senin (10/10/2022), luapan Ciliwung deras menerjang Kebon Pala dan menggenangi kawasan itu hingga setinggi 2,5 meter.
Suaebi (60), warga RT 011 RW 008 Kebon Pala, menjelaskan, akibat banjir, rumahnya terendam hingga 2 meter. Pria yang rumahnya berjarak 3 meter dari bibir sungai ini terpaksa mengungsi ke posko pengungsian SDN Kampung Melayu 01/02 Pagi karena kejadian tersebut.
”Sejak 1985 saya di sini memang sudah banjir dari dulu,” ujarnya.
Ia mengharapkan agar pemerintah membangun turap atau tanggul agar banjir tidak merendam rumahnya saat Ciliwung meluap. Mengenai kemungkinan penggusuran, ia mengaku rela tetapi dengan permintaan agar pemerintah memberikan tempat yang layak dan bantuan dana.
”Saya dipindahkan ke rusunawa (rumah susun sederhana sewa) tidak apa-apa, tapi harus ada bantuanlah. Saya tidak punya uang untuk menyewa rusunawa,” ujarnya.
Masalahnya ada di pembebasan lahan, salah satunya soal hak alas tanah dan kepemilikan. Kita masih harus memastikan soal kepemilikan tanah, baru pembebasan lahan bisa berjalan. ( Nugrahayadi Meidi)
Hal berbeda terjadi di seberang Kebon Pala, yaitu di kawasan Bukit Duri. Di kawasan yang juga mengapit kali itu tidak kebanjiran karena turap telah terbangun rapat di sana berkat program revitalisasi Ciliwung pada 2018. Sebelumnya, Bukit Duri selalu banjir bila Ciliwung meluap.
Wahyo (42), warga RT 001 RW 012 Bukit Duri, Tebet, Jakarta Selatan, menerangkan, dirinya tidak terdampak banjir akibat luapan kali Senin lalu. Ia menuturkan, sejak adanya turap, banjir jarang menghampiri rumahnya.
”Di seberang mah terendam banjir, di sini tidak. Terakhir kena banjir dua tahun lalu,” ujarnya.
Kepala Pusat Data dan Informasi Dinas Sumber Daya Air Jakarta Nugrahayadi Meidi menjelaskan, beberapa kawasan belum memiliki turap atau tanggul karena terkendala pembebasan lahan. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menerapkan prinsip kehati-hatian dalam membebaskan lahan untuk revitalisasi.
”Masalahnya ada di pembebasan lahan, salah satunya soal hak alas tanah dan kepemilikan. Kita masih harus memastikan soal kepemilikan tanah, baru pembebasan lahan bisa berjalan, lalu pembangunan dilakukan oleh pemerintah pusat,” ujarnya.
Dinas Sumber Daya Air Jakarta kini sedang membangun sistem pengendalian banjir yang dikenal sebagai 942 Project. Melalui program ini, dinas SDA akan membangun 9 polder, 4 waduk, dan 2 revitalisasi sungai.
Program revitalisasi Kali Ciliwung masih menjadi agenda pembangunan di Provinsi DKI Jakarta. Hal ini terlihat dalam Rancangan Pemerintah Daerah (RPD) 2023-2026 Jakarta yang ditandatangani Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pada 10 Juni 2022.
Dalam RPD tersebut, Pemprov DKI Jakarta akan membangun sistem pengendalian banjir, salah satunya melalui pengadaan tanah untuk revitalisasi Kali Ciliwung, Kali Sunter Cipinang Melayu, Kali Angke, Kali Jatikramat, Kali Pesanggrahan, dan Kali Krukut. Program ini diharapkan mengurangi luas daerah genangan banjir menjadi 889,4 meter persegi di tahun 2026.
Staf Khusus Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Bidang Manajemen Sumber Daya Air Firdaus Ali menjelaskan, program revitalisasi yang diusung Pemprov DKI Jakarta sulit dijalankan karena lahan yang harus dibebaskan sangat besar.
Ia menyebut, konsep naturalisasi versi Gubernur Anies Baswedan bertujuan membuat badan sungai menjadi lebih landai lalu ditanami pepohonan dan dibangun taman ataupun fasilitas publik lainnya. Hal ini berbeda dengan konsep revitalisasi era Gubernur Basuki Tjahaja Purnama yang membentengi badan sungai dengan beton agar air tidak meluap masuk ke permukiman.
”Konsep dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta itu naturalisasi. Naturalisasi ini membutuhkan lahan yang lebih besar dari revitalisasi sebelumnya, warga yang harus direlokasi juga semakin banyak, effort pembebasan lahannya semakin besar. Program sebelumnya lebih hemat biaya,” ujarnya.
Saat saya meninjau ke Jakarta Timur, masih banyak warga yang kesulitan mendaftarkan dokumen tanahnya baik menjadi sertifikat maupun girik. (Justin Adrian)
Menurut Anies Baswedan, naturalisasi merupakan pembangunan fisik yang menggunakan material bersifat alami dan ramah lingkungan serta prosesnya dilaksanakan secara manusiawi (Kompas, 10/4/2019).
Perbedaan konsep tersebut diyakini membuat program revitalisasi Ciliwung tersendat. Program revitalisasi sungai untuk penanggulangan banjir dikerjakan bersama antara Pemprov DKI Jakarta dan Kementerian PUPR. Pemprov DKI bertugas menyediakan lahan, termasuk pembebasan lahan, jika diperlukan, Kementerian PUPR menjalankan pembangunan fisik.
Firdaus Ali yang juga menjabat sebagai Wakil Presiden Dewan Air Asia ini menyarankan agar Pemprov DKI membangun sistem pengendalian banjir yang sesuai dengan karakteristik kota.
”Lahan di Jakarta itu sedikit jadi harus buat program yang lebih feasible. Salah satunya revitalisasi dengan beton atau membangun gorong-gorong raksasa di bawah tanah,” katanya.
Ia berharap agar Pemprov DKI Jakarta meniru jejak kota-kota besar di dunia, seperti Tokyo dan Hong Kong, yang mengimplementasikan sistem pengendalian banjir di bawah tanah.
”Kota-kota di dunia sudah pakai underground tunnel, Jakarta tidak boleh kalah,” ujarnya.
Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta, Justin Adrian, menjelaskan, Pemprov DKI Jakarta harus proaktif menyelesaikan pembebasan lahan di bantaran Kali Ciliwung. Pemerintah daerah harus turun membantu masyarakat mendaftarkan tanahnya ke kelurahan ataupun Badan Pertanahan Nasional. Tindakan ini dapat membantu menyelesaikan permasalahan kepemilikan tanah dan bangunan di sana.
”Saat saya meninjau ke Jakarta Timur, masih banyak warga yang kesulitan mendaftarkan dokumen tanahnya baik menjadi sertifikat maupun girik. Kebanyakan dari mereka menggunakan calo ataupun biro jasa,” ujarnya.
Selain itu, Justin meminta pemerintah untuk menyosialisasikan kebermanfaatan program rumah susun sederhana sewa (rusunawa). Hal ini agar masyarakat yang nantinya tergusur akibat program revitalisasi mau direlokasi ke rusunawa. Melalui program ini, warga yang tergusur juga bisa mendapatkan tempat tinggal yang layak.