Langgar Kaidah Pelestarian Cagar Budaya, Revitalisasi Sejumlah Halte Diminta Dihentikan
TSP meminta pembangunan halte bersinggungan dengan ODCB dan cagar budaya harus dihentikan, kemudian perencana atau Transjakarta menjalani prosedur untuk pelestarian cagar budaya.
Oleh
HELENA FRANSISCA NABABAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pembangunan kembali atau revitalisasi halte-halte Transjakarta yang bersinggungan dengan obyek diduga cagar budaya atau ODCB dan obyek cagar budaya harus dihentikan dulu karena dinilai melanggar sejumlah hal. Tim Ahli Cagar Budaya dan Tim Sidang Pemugaran meminta Transjakarta memenuhi prosedur persidangan supaya memenuhi kaidah pelestarian.
Anggota Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) DKI Jakarta, Bambang Eryudhawan, Jumat (30/9/2022), menjelaskan, bangunan halte di Bundaran HI telanjur dibangun tinggi dan terletak di kawasan ODCB. Oleh sebab itu, pembangunan halte sebaiknya dihentikan.
Menurut Bambang, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) sebaiknya menghentikan pembangunan dengan cara menyegel bangunan. Kemudian, DMPPTSP mengarahkan pemohon, yaitu Transjakarta, untuk menjalani prosedur. Untuk bangunan, permohonan diajukan ke Tim Ahli Bangunan Gedung (TABG). Kemudian untuk aspek cagar budaya ke dinas kebudayaan, permohonan diajukan dalam Tim Sidang Pemugaran (TSP).
”Silakan pemohon menjalani prosedur yang kemarin kami anggap lupa atau lalai. Badan-badan itu semua instrumen yang sudah disiapkan Pemprov DKI Jakarta,” kata Bambang.
TSP bersama-sama dengan TACB merupakan badan yang dibentuk oleh Gubernur DKI Jakarta. TSP dan TACB menjadi salah satu alat untuk memfilter hal-hal yang kira-kira sebaiknya jangan dilakukan atau bahkan didorong untuk dilakukan karena punya nilai positif.
Melalui ketiga badan itu, proses-proses yang terkait dengan kepentingan publik disaring, baik itu aspek cagar budayanya, keandalan bangunan, maupun aspek perkotaan.
”Makanya, badan-badan itu sejak masa lalu sampai sekarang masih eksis karena badan-badan ini adalah filter-filter tadi untuk menjaga kepentingan publik, sebagaimana yang diamanatkan oleh UU, oleh PP, oleh pergub, oleh perda,” kata Bambang.
Proses filter itu terjadi melalui proses persidangan atau dialog di TSP. Di situ TSP mewakili gubernur sebagai pimpinan daerah yang mewakili kepentingan masyarakat juga.
”Jadi, lewat proses itu kami mengharapkan outcome-nya, keluarannya itu adalah sebuah hasil yang bisa diterima oleh semua pihak,” ujar Bambang.
Hasil dari persidangan atau dialog tersebut adalah rekomendasi kesepakatan bersama. Pemohon selanjutnya wajib menjalankan rekomendasi hasil persidangan.
Sebelumnya, Ketua TSP DKI Jakarta Boy Bhirawa menjelaskan, dalam upaya revitalisasi halte Transjakarta di Bundaran HI, Tosari, dan Jatinegara, diketahui tidak melewati prosedur persidangan dengan TSP TACB. Titik-titik itu merupakan titik ODCB dan cagar budaya. Lokasi pembangunan berada di dekat ODCB dan cagar budaya, artinya ada kaidah pelestarian yang harus diikuti.
Kepala Dinas Kebudayaan DKI Jakarta Iwan Henry Wardhana di Balaikota DKI Jakarta menyatakan, sampai saat ini belum perlu memasukkan rekomendasi untuk pembangunan atau revitalisasi halte ikonik itu. Permohonan dari Transjakarta juga belum ada.
”Tapi, programnya sudah berjalan. Biarkan saja jalan. Nanti, bilamana memenuhi kebutuhan atau ada persinggungan mengenai cagar kebudayaan, kita bisa melakukan persidangan,” kata Iwan.
Saat disinggung tentang Transjakarta yang tidak memenuhi prosedur dan seharusnya berpegangan pada rekomendasi dari TSP untuk pembangunan, Iwan kembali menjelaskan, kalau sudah dikerjakan dari awal, dijalankan saja tanpa rekomendasi.
Menurut Iwan, rekomendasi sifatnya tidak mutlak karena rekomendasi bukan izin. Rekomendasi yang dimaksud berupa catatan keahlian dari orang-orang yang memiliki latar belakang keilmuan yang berbeda-beda dari tim sidang pemugaran berdasarkan kebutuhan pemohon. Yang disampaikan adalah yang memenuhi kaidah-kaidah pelestarian cagar budaya.
”Bilamana dilanggar, menjadi tanggung jawab si pemohon, yaitu Transjakarta, karena ada bersinggungan dengan cagar budaya. Tanggung jawabnya diserahkan ke PT Transjakarta,” ucapnya.
Untuk itu, lanjut Iwan, yang dikerjakan oleh PT Transjakarta dijalani sampai selesai. ”Lanjutkan saja,” kata Iwan.
Bambang menambahkan, karena prosedur tidak dijalankan, ada masalah yang muncul. Untuk halte Bundaran HI, selain terlalu dekat dengan ODCB, ukuran bangunan terlalu besar. Selain itu, bangunan halte itu dibangun di jalur hijau.
Meski menggunakan jalur hijau, pembangunan halte dibolehkan karena untuk memenuhi fungsi transit, untuk mendukung penggunaan angkutan umum. Namun, halte yang dikembangkan tersebut akan dilengkapi dengan kafe yang artinya menjadi ruang komersial.
”Halte itu tempat transit orang untuk keluar dan masuk angkutan umum. Jadi, tidak boleh dijadikan tempat nongkrong. Nanti ada pola, di semua jalur hijau orang akan nongkrong,” kata Bambang.
Untuk halte Stasiun Jatinegara 2, dari arah utara, bangunan halte itu menenggelamkan visual patung pahlawan dan Gereja Koinonia yang berstatus cagar budaya. Bangunan halte itu tinggi menjulang dan memanjang.
Terpisah, Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi menegaskan, Transjakarta seharusnya mengikuti prosedur karena pembangunan dilakukan di dekat kawasan ODCB. ”Transjakarta seharusnya menghormati cagar budaya, Transjakarta harus memahami sejarah,” katanya.
Dengan pernyataan TSP bahwa Transjakarta juga tidak memenuhi prosedur pembangunan, Prasetio menegaskan, DPRD DKI akan membentuk panitia khusus (pansus) terkait dengan revitalisasi halte Transjakarta. DPRD DKI juga akan memanggil Transjakarta.
”Senin pekan depan kita bahas,” kata Prasetio.
Terpisah, Direktur Utama PT Transportasi Jakarta M Yana Aditya menjelaskan, untuk revitalisasi halte Transjakarta yang berada dekat kawasan cagar budaya, ia menyatakan sudah berkoordinasi dengan semua pihak. ”Kami akan sesuai dengan aturan. Kalau aturan mengatakan lanjut, ya, berlanjut,” ujarnya di kantor PT Transjakarta di Cawang, Jakarta Timur.
Menurut Yana, semua yang dibangun Transjakarta sudah ada landasan hukumnya, peraturannya. ”Kita selalu tegak dan patuh terhadap aturan hukum,” katanya.