Antara Galon, Aliran Pipa, dan Zat Berbahaya
Tidak hanya keamanan dan kelayakan kualitas air galon kemasan, warga meminta sumber air pipa juga diperhatikan kualitasnya.
Sejak pengumuman atau informasi air minum kemasan galon terkontaminasi kandungan Bisphenol-A atau BPA, hingga saat ini belum ada langkah cepat dan pasti dari pemerintah melindungi kesehatan warga.
Balai Pengawasan Obat dan Makanan (Balai POM) menemukan kandungan Bisphenol-A (BPA) dalam air minum kemasan polikarbonat melebihi ambang batas 0,6 bagian per sejuta (ppm) per liter di enam daerah, seperti Jakarta, Bandung, Medan, Manado, Banda Aceh, dan Aceh Tenggara.
Baca juga: Ancaman Kesehatan dari Paparan BPA
Feni Fatria (38), warga Meruya Utara, Jakarta Barat, Rabu (21/9/2022), resah dengan gerak lambat pemerintah menindaklanjuti air minuman kemasan galon terkontaminasi BPA.
Keresahan makin menjadi karena ia tidak memiliki pilihan lain selain mengonsumsi air galon. Pasalnya, aliran air pipa di rumahnya kerap bermasalah, seperti muncul butiran hitam.
”Ada hari di mana air kotor, berwarna hitam ada butiran halus hitam gitu. Tidak tiap hari memang. Sejak baca berita galon ada zat berbahaya, sempat mikir untuk pakai air ledeng. Eh, enggak berani juga pikir-pikir karena bisa juga mengandung bahan berbahaya. Ya, akhirnya galon,” kata ibu satu anak itu.
Perempuan yang sudah tinggal sekitar 15 tahun di Jakarta itu pun kini harus memasak dahulu air galon agar mengurangi atau menghilang zat berbahaya dalam galon.
”Masalahnya jadi boros gasnya. Serba repot. Tapi, kalau sudah dimasak masih berbahaya tidak? Informasi ini perlu, loh. Saya mohon ini diperhatikan kalau memang tidak aman dan berbahaya. Terus, aliran ledeng juga pastikan juga apakah aman dikonsumsi atau tidak, jadi bisa beralih ke situ saja,” ujarnya, yang membeli isi ulang galon tiga kali per minggu.
Hasnah Tjunia (45), ibu rumah tangga, di perumahan Kebon Jeruk, Jakarta Barat, awalnya tak mengetahui apa pun tentang BPA. Namun, setelah mendapat penjelasan ia kaget air galon yang keluarganya konsumsi mengandung zat berbahaya.
”Kita warga tidak mengerti itu apa, baru dengar juga. Tapi, jika itu memang benar berbahaya tolong segera ditindaklanjuti agar peredarannya diawasi. Kita mau keamanan, kesehatan, dan kehalalan terjamin,” ujar ibu tiga anak itu.
Tidak ada pilihan bagi Hasnah untuk tetap mengonsumi air galon. Ia pun tak berani menggunakan air hujan, begitu pula aliran dari PAM. ”Polusi Jakarta, jadi enggak mungkin pakai air hujan. Sama juga kalau air ledeng PAM, belum berani. Jadi memang pilihannya air galon karena tampaknya itu bersih ya, masa ada zat bahaya sih. Tapi, dengar dampaknya seram juga,” lanjutnya.
Begitu pula Mia (40), warga Kembangan, Jakarta Barat, yang tidak punya alternatif pilihan selain air galon. Untuk memenuhi kebutuhan harian di rumah, Mia selalu memesan empat air galon per minggu.
”Mau minum apa lagi. Air galon pasti. Antisipasinya saat ini airnya direbus matang mendidih biar aman,” ujar Mia, yang berharap pemerintah atau BPPOM bisa segera mengambil langkah tepat dan cepat terkait BPA di air kemasan galon.
”Jangan dibiarkan lama-lama, cepat segera diurus itu. Kalau tidak ada langkah cepat artinya pembiaran dari mereka. Kita, kan, tidak ada pilihan lain selain galon. Ini bahaya jadi ancaman anak-anak kita ke depan,” katanya, yang akan tetap membeli air kemasan galon.
Sementara itu, Guntur (48), pemilik warung yang menyediakan berbagai merek galon, menuturkan tidak mengetahui bahaya dari galon yang dijualnya.
”Saya, kan, tangan ke sekian yang terima galon ini lalu saya jual lagi. Tapi memang mobil yang antar biasa tidak menutup galon itu saat dikirim ke sini jadi pasti kena panas. Saya juga tidak paham kalau itu bisa terdampak dan berbahaya (jika terkena panas),” ujar Guntur.
Layak minum
Di Jakarta, air yang disalurkan Perusahaan Air Minum (PAM) Jaya melalui saluran pipa-pipa air ke perumahan warga bisa dikonsumsi masyarakat setelah dimasak. Direktur Utama Arief Nasrudin memastikan seluruh air yang diproduksi di semua Instalasi Pengolahan Air (IPA) PAM Jaya layak minum, sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492 Tahun 2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum yang Layak Dikonsumsi.
”Namun, rata-rata pipa di DKI Jakarta merupakan pipa tua dari zaman Belanda yang belum memenuhi standardisasi material yang layak digunakan untuk memproduksi perlengkapan makanan (food grade) sehingga kami menyarankan agar air dimasak terlebih dulu sebelum dikonsumsi," ungkapnya kepada Kompas, Rabu.
Selama ini, PAM Jaya terus mengedukasi warga Jakarta mengenai cara pemanfaatan air tersebut melalui kanal-kanal media yang dimiliki PAM JAYA, salah satunya, media sosial resmi mereka.
Sementara itu, mereka mengakui ada sejumlah tantangan dalam menyediakan air bersih yang mereka olah dan dapat dikonsumsi oleh masyarakat. Tantangan itu terkait suplai air.
Untuk mengatasinya, pada 3 Januari 2022, mereka menandatangani nota kesepakatan dengan Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tentang ”Sinergi dan Dukungan Penyelenggaraan Sistem Penyediaan Air Minum di Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta”.
Dari kesepakatan itu, keluar rencana Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) yang akan memenuhi kebutuhan suplai air warga DKI Jakarta. Salah satunya SPAM Regional oleh PUPR, seperti SPAM Karian-Serpong kapasitas 3200 liter per detik (lpd), melayani sekitar 212.000 sambungan rumah. Lalu, SPAM Jatiluhur I kapasitas 4.000 lpd, melayani sekitar 300.000 sambungan rumah. Kemudian, SPAM Ir H Djuanda/Jatiluhur II kapasitas 2.054 lpd, melayani sekitar 120.000 sambungan rumah.
Berikutnya, SPAM DKI Jakarta, terdiri dari SPAM Buaran III kapasitas 3.000 lpd yang melayani sekitar 250.000 sambungan rumah, SPAM Pesanggrahan kapasitas 750 lpd, melayani sekitar 45.000 sambungan rumah.
Lalu SPAM Ciliwung kapasitas 200 lpd, melayani sekitar 15.000 sambungan rumah. Disusul, SPAM Hutan Kota kapasitas 500 lpd, melayani sekitar 30.000 sambungan rumah, SPAM Komunal kapasitas 15 lpd, uprating IPA Cilandak kapasitas 200 lpd.
”PAM Jaya menargetkan 100 persen cakupan atau lebih dari 2 juta pelanggan (sambungan rumah) pada 2030. Sampai saat ini, jumlah cakupan pelayanan PAM Jaya adalah sekitar 66 persen,” sebut Arief.
Perluasan cakupan ini bertujuan untuk menjangkau air bersih dan sehat untuk masyarakat Jakarta. Mengutip penelitian di 2018, kata Arief, sekitar 45 persen wilayah Jakarta memiliki air tanah dengan kualitas kritis hingga rusak. Penyediaan akses air minum perpipaan juga dapat menekan eksploitasi air tanah yang berdampak pada kerusakan lingkungan, gangguan kesehatan, hingga potensi bencana lingkungan.
Baca juga: Warga Desak Pemerintah Jamin Keamanan dan Kesehatan Air Minum