Ancaman Kesehatan dari Paparan BPA
Masyarakat harus lebih waspada terhadap dampak buruk paparan kandungan Bisphenol A atau BPA pada air minum dalam kemasan. Paparan BPA dapat memicu berbagai gangguan kesehatan, seperti kanker dan gangguan reproduksi.
Urgensi regulasi penggunaan Bisphenol A atau BPA pada kemasan pangan semakin menguat. Berbagai kajian telah membuktikan bahwa paparan BPA membahayakan kesehatan.
Bisphenol A merupakan bahan yang sering digunakan dalam produksi plastik polikarbonat (PC) dan resin epoksi. Bahan kimia ini yang digunakan sebagai pengeras plastik untuk air minum dalam kemasan galon.
Bahaya paparan BPA dalam kemasan pangan olahan kian mengkhawatirkan setelah Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) merilis hasil pengawasan pada 2021-2022. Dari hasil uji migrasi Bisphenol A pada kemasan plastik berbahan polikarbonat, terdapat 3,4 persen sampel di sarana distribusi dan peredaran yang melebihi batas migrasi BPA sebesar 0,6 bagian per juta (ppm).
Sementara dari hasil uji migrasi BPA pada galon air minum dalam kemasan berbahan polikarbonat lebih dari ambang batas 0,6 ppm ditemukan di enam daerah di Indonesia, yakni Medan, Bandung, Jakarta, Manado, Banda Aceh, dan Aceh Tenggara (Kompas, 14/9/2022). Dari temuan inilah desakan adanya aturan penggunaan BPA pada kemasan pangan olahan menguat.
Paparan BPA sangat berbahaya bagi kesehatan. Hasil riset pada 2015 yang dimuat di PubMed National Library of Medicine menunjukkan, kandungan BPA berpotensi sebagai karsinogenik. Paparan BPA yang dapat larut di dalam makanan dan air ini dapat meningkatkan kerentanan terhadap kanker payudara dan kanker prostat.
Baca Juga: Kandungan BPA Berbahaya bagi Kesehatan
BPA dapat meniru hormon estrogen dan saat proses inilah migrasi BPA terjadi. Hal ini dicurigai dapat berkontribusi pada perkembangan kanker. Selain itu, paparan BPA pun dapat mengganggu fungsi sistem reproduksi.
Pada ibu hamil, paparan terhadap zat kimia tersebut dapat menyebabkan gangguan perkembangan janin. Risiko infertilitas (gangguan kesuburan) serta penurunan kualitas sperma juga bisa terjadi. Bahaya lain dari BPA terhadap kesehatan adalah gangguan pada sistem kardiovaskular, diabetes dan obesitas, penyakit ginjal, serta gangguan perkembangan otak.
Laporan program toksikologi nasional AS pada 2008 menyebut, BPA bisa mengganggu kesehatan otak, perilaku, dan kelenjar prostat pada janin, bayi, dan anak-anak. Kandungan BPA yang ditemukan pada botol bayi juga perlu diperhatikan. Pemanasan berulang pada botol yang terbuat dari plastik polikarbonat dapat memicu larutnya BPA pada air sehingga berbahaya bagi bayi yang menggunakannya.
Regulasi
Besarnya dampak buruk penggunaan BPA tersebut telah mendorong sejumlah negara di dunia untuk melarang penggunaan BPA pada kemasan pangan. Pelarangan tersebut berlaku, antara lain, di Perancis, Brasil, dan Kolombia. Sementara aturan adanya pencantuman peringatan label bahaya BPA sudah berlaku di Negara Bagian California, AS.
Di Asia, regulasi mengenai penggunaan BPA pun telah diatur di sejumlah negara. Larangan penggunaan BPA pada botol susu bayi dan peralatan bayi telah berlaku di Malaysia, Filipina, Singapura, dan China. Sementara di Indonesia belum ada regulasi yang mengatur secara khusus label BPA pada produk kemasan pangan. Pengaturan label BPA hanya ada pada botol bayi.
Baca Juga: Air Minum Kemasan Galon di Enam Daerah Terkontaminasi Bisphenol-A
Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi merekomendasikan agar pemerintah dapat mengontrol dan mengawasi keamanan kemasan air minum dalam kemasan (AMDK). Sanksi tegas juga perlu diberlakukan kepada produsen yang tidak melengkapi label keterangan keamanan kemasan.
”BPA pada kemasan pangan berapa pun kadarnya itu tetap saja menjadi polutan bagi kesehatan manusia. Konsumen memerlukan standar yang lebih tinggi untuk mewujudkan keamanan pangan yang dikonsumsinya,” ucapnya.
Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan Badan POM Rita Endang, di Jakarta, Rabu (14/9/2022), menuturkan, revisi Peraturan Badan POM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan masih dalam kajian dan pembahasan ulang. Sebelumnya, rancangan peraturan tersebut telah disampaikan kepada Presiden, tetapi dikembalikan untuk dikaji ulang.
Rita menyampaikan, revisi aturan tersebut telah melibatkan berbagai pihak, mulai dari pakar dan akademisi terkait di perguruan tinggi, perwakilan kementerian/lembaga terkait, asosiasi pelaku usaha, dan organisasi masyarakat konsumen. Konsultasi publik juga dilakukan bersama dengan Kementerian Kesehatan, Kementerian Perindustrian, pakar keamanan pangan di perguruan tinggi, asosiasi ibu menyusui, dan Komisi Nasional Perlindungan Anak.
BPA pada kemasan pangan berapa pun kadarnya itu tetap saja menjadi polutan bagi kesehatan manusia. Konsumen memerlukan standar yang lebih tinggi untuk mewujudkan keamanan pangan yang dikonsumsinya.
Rancangan peraturan Badan POM tersebut akan mengatur sejumlah ketentuan pelabelan pangan olahan, termasuk pelabelan pada AMDK. Aturan tersebut, antara lain, adanya kewajiban mencantumkan tulisan ”simpan di tempat bersih dan sejuk, hindarkan dari sinar matahari langsung, dan benda-benda berbau tajam”, serta pada AMDK yang menggunakan kemasan plastik polikarbonat wajib mencantumkan tulisan ”berpotensi mengandung BPA” pada label.
Baca Juga: Pelabelan Bisphenol-A pada Kemasan Galon Perlu Segera Diterapkan
”Poin penting dari revisi rancangan peraturan (label pangan olahan) tersebut yaitu tidak melarang penggunaan kemasan galon polikarbonat sehingga dapat dipastikan tidak ada kerugian ekonomi bagi pelaku usaha. Aturan ini juga berlaku untuk AMDK yang punya izin edar sehingga tidak berdampak pada depot air minum isi ulang,” tutur Rita.
Ia mengatakan, selama proses revisi ini berlangsung serta tahapan penguatan aturan dijalankan, masyarakat diharapkan bisa semakin sadar akan bahaya dari dampak BPA. Masyarakat perlu paham bahwa AMDK galon harus disimpan di tempat yang sejuk dan tidak boleh dibanting atau dilempar.