Drainase di Tangerang Selatan Tak Sanggup Tampung Air Hujan Deras
Drainase atau saluran air di Kota Tangerang Selatan, Banten, tak mampu menampung air hujan deras lebih dari dua jam. Situasi itu bertambah buruk ketika kali meluap sehingga air bah membanjiri jalan dan permukiman warga.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·4 menit baca
TANGERANG SELATAN, KOMPAS — Drainase atau saluran air di Kota Tangerang Selatan, Banten, tidak mampu menampung air ketika curah hujan tinggi. Situasi itu ketika ditambah dengan luapan air sungai, maka air bah tak terhindarkan menerjang jalan hingga ke permukiman warga.
Hujan deras pada Sabtu (10/9/2022) sore menyebabkan sedikitnya 14 kawasan terendam banjir. Sebanyak 2.135 keluarga terdampak banjir setinggi 30 sentimeter hingga 1,2 meter.
Berdasarkan laporan bencana Badan Penanggulangan Bencana (BPBD) Kota Tangerang Selatan per Minggu (11/9/2022), banjir terjadi karena drainase tidak mampu menampung debit air hujan, luapan Kali Angke dan Kali Serua, serta adanya perbaikan turap.
Senin (12/9/2022) banjir sudah surut, tetapi masih tampak sisa-sisa genangan di jalan dan permukiman, misalnya di Perumahan Graha Mas Serpong, Kelurahan Jelupang, Kecamatan Serpong, dan Perumahan Villa Mutiara Serpong, Kelurahan Pondok Jagung Timur, Kecamatan Serpong Utara.
Drainase di Perumahan Graha Mas Serpong dan Villa Mutiara Serpong tidak mampu menampung air hujan. Pada saat bersamaan, Kali Angke di belakang permukiman warga meluap sehingga terjadi banjir dengan ketinggian 60-120 cm.
Setiap hujan deras pasti banjir, drainase penuh, dan kali meluap," ujar Muslih, warga sekitar.
Selain di dua wilayah itu, banjir juga berulang terjadi di Perumahan Pondok Maharta dan Kavling Kampung Bulak di Kelurahan Pondok Kacang Timur, Palem Bintaro di Kelurahan Pondok Aren, dan Pondok Safari di Kelurahan Jurangmangu Barat, Kecamatan Pondok Aren; Serpong Park di Kelurahan Jelupang, Kecamatan Serpong Utara; dan Puri Bintaro Indah di Kelurahan Jombang, Kecamatan Ciputat.
Kebanyakan karena drainase tidak sanggup menampung air hujan deras. Cuaca masih belum menentu sehingga anggota terus siaga," ucap Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Tangerang Selatan Uci Sanusi.
Humas Dinas Sumber Daya Air, Bina Marga, dan Bina Kontruksi Kota Tangerang Selatan, Kemal, menambahkan, drainase tidak bisa menampung air hujan deras lebih dari dua jam. Namun, aliran air tetap lancar sehingga cepat surut.
"Drainase masih tetap lancar. Petugas terus pantau karena informasi dari BMKG bahwa hujan lebat masih akan berlangsung hingga satu minggu ke depan," kata Kemal.
Mitigasi
Program penanggulangan banjir di Kota Tangerang Selatan belum berdampak signifikan. Alhasil terjadi banjir berulang setiap hujan deras.
Anggota Komisi IV DPRD Tangerang Selatan Alexander Prabu menyebutkan, Pemkot Tangerang Selatan harus memetakan titik banjir yang terus berulang, seperti di Pondok Maharta dan Villa Mutiara. Pemetaan itu terperinci berdasarkan penyebab dari drainase, luapan kali atau lainnya agar mitigasinya tepat sasaran.
"Belum ada saluran terintegrasi. Pekan ini rencananya ada pembahasan banjir dengan Pemkot dan pengembang supaya sinkronisasi mitigasi," kata Alexander.
DPRD Tangerang Selatan juga mendorong anggaran Rp 300 miliar untuk Dinas Sumber Daya Air, Bina Marga, dan Bina Kontruksi Tangerang Selatan dalam APBD tahun 2023. Anggaran sebesar itu termasuk untuk penanggulangan banjir yang terus berulang.
"Supaya masalah banjir tertangani. Kalau tidak maka Wali Kota dan Wakilnya periode ini gagal," ucap Alexander.
Ade Yunus, aktivis lingkungan hidup sekaligus Direktur Bank Sampah Sungai Cisadane atau Banksasuci Foundation, menuturkan, terjadi pendangkalan daerah aliran sungai sehingga harus ada pengerukan lumpur dan sampah secara masif. Bukan parsial atau sebagian saja, melainkan mulai dari hulu ke hilir atau normalisasi sungai hingga perubahan perilaku masyarakat.
”Turap tanpa normalisasi sama saja. Tetap meluap karena sudah dangkal dasar kali dan sungai. Sederhananya seperti gelas teh tubruk, kalau ampas teh tidak dibersihkan, maka ketika diisi air akan luber,” katanya.
Selain normalisasi, dia juga menyarankan pembuatan embung untuk kantong luapan air dari sungai, kali, atau situ. Perlu juga dibangun sumur resapan di titik langganan banjir guna mendukung fungsi drainase yang sudah ada. Keduanya harus dirawat agar fungsinya optimal, tak sekadar pajangan.
”Perhatikan juga capaian jumlah ruang terbuka hijau dan pemberian rekomendasi kepada pengembang,” katanya.
Tak kalah penting, kebiasaan masyarakat membuang sampah di selokan, kali, dan sungai juga patut diubah. Menurut dia, percuma sampah dibersihkan, tetapi kebiasaan membuang sampah sembarangan tetap langgeng.
”Dibutuhkan program berkesinambungan, bukan sekadar seminar setahun sekali atau sosialisasi tiga bulan sekali. Butuh pendekatan kesadaran dan keteladanan langsung kepada masyarakat,” ucapnya.