Dalam 45 hari, terjadi dua kecelakaan yang memakan 20 korban jiwa dan puluhan lainnya mengalami luka-luka di Kota Bekasi. Secara nasional, setiap jam tiga nyawa hilang di jalanan. Perlu aksi nyata bersama mengatasinya.
Oleh
AGUIDO ADRI, STEFANUS ATO
·4 menit baca
Kerasnya jalanan di wilayah Kota Bekasi, Jawa Barat, terus memakan korban jiwa. Ingatan publik belum sepenuhnya pudar saat 10 orang hilang nyawa di Jalan Alternatif Cibubur Transyogi, Jatisampurna. Setelah 45 hari, tragedi serupa terjadi lagi, 10 orang kembali meregang nyawa. Negara abai terhadap keselamatan lalu lintas.
Peristiwa kecelakaan lalu lintas di Jalan Sultan Agung, Bekasi Barat, Kota Bekasi, terjadi pada Rabu (31/8/2022) sekitar pukul 10.00. Saat itu, sebuah truk bermuatan besi beton melaju kencang di Jalan Sultan Agung dari arah Kranji menuju ke Cakung, Jakarta Timur.
Saat mendekati SDN Kota Baru II dan III, truk itu oleng dan menabrak menara BTS, tepat di depan sekolah dasar tersebut. Tabrakan itu menewaskan empat pelajar dan mengakibatkan 18 siswa menderita luka-luka.
Selain anak-anak, kecelakaan truk itu juga menyebabkan enam orang dewasa meninggal dan lima orang dewasa lainnya menderita luka-luka. Artinya, total korban meninggal dan luka-luka akibat tragedi tersebut sebanyak 33 orang.
Kecelakaan yang menelan banyak korban jiwa ini meninggalkan kesedihan tak terperi bagi keluarga. Pada Rabu sore, di RSUD dr Chasbullah Abdulmasjid Kota Bekasi, tangis keluarga pecah saat para jenazah itu digotong dari kamar jenazah menuju mobil jenazah.
Duka mendalam dirasakan para keluarga saat proses serah terima jenazah dari pihak rumah sakit kepada keluarga. Proses serah terima jenazah di RSUD Kota Bekasi dilakukan oleh pihak rumah sakit didampingi Kepala Kepolisian Resor Metro Bekasi Kota Komisaris Besar Hengki.
Proses penyerahan jenazah dimulai pada Rabu pukul 16.00-pukul 17.00. Jumlah jenazah yang diserahkan kepada keluarga dari RSUD Kota Bekasi sebanyak tujuh jenazah. Adapun tiga jenazah lain diserahkan kepada keluarga dari Rumah Sakit Ananda.
”Dari rumah sakit maupun dari Satlantas Polres selaku penyidik sudah menyerahkan kepada keluarga korban. Ada dua jenazah yang diserahkan untuk dimakamkan keluarga di luar kota. Sementara delapan orang lainnya itu di Kota Bekasi,” kata Hengki.
Catatan saya, sedikitnya setiap tahun ada 22.000 jiwa melayang akibat kecelakaan di jalan. Ini belum dihitung dengan luka berat, cacat, dan ringan, bisa sampai ratusan ribu orang (Deddy Herlambang)
Menurut Hengki, polisi saat ini sudah menahan pengemudi truk berinisial AS (30) yang terlibat tragedi maut di Jalan Sultan Agung. Namun, sopir truk tersebut belum bisa diperiksa karena masih trauma dan terus menangis.
”Perusahaan (tempat AS bekerja) belum diperiksa. Yang pasti, AS membawa barang berupa besi beton untuk cor bangunan dari Cileungsi ke Jawa Timur,” kata Hengki.
Perlu pembahasan bersama
Kasus kecelakaan lalu lintas yang menelan banyak korban jiwa di Bekasi terjadi berdekatan selama kurang dari dua bulan. Sebelumnya, pada 18 Juli 2022, sebanyak 10 orang juga tewas akibat kecelakaan lalu lintas di perempatan lampu merah Jalan Alternatif Cibubur Transyogi, Kelurahan Jatirangga, Kecamatan Jatisampurna.
Kecelakaan ini bermula saat truk tangki milik PT Pertamina Patra Niaga berjalan ke arah Cileungsi, Bogor, melalui jalan yang kondisinya menurun di dekat perempatan lampu merah. Truk kemudian menabrak dua kendaraan roda empat dan 10 kendaraan roda dua, (Kompas, 18/7/2022).
Menyikapi kejadian berulang ini, Hengki mengatakan, perlu dibahas lebih dalam bersama pemerintah, kepolisian, Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), ahli transportasi, dan pihak penting lainnya.
Pembahasan itu, antara lain, untuk mengevaluasi faktor-faktor penyebab kecelakaan, mulai dari faktor kesalahan manusia, ruas jalan yang sempit, kepadatan lalu lintas, kondisi kendaraan, rambu lalu lintas, hingga garis kejut.
”Semua itu pasti akan dikaji, termasuk kejadian Transyogi sudah dikaji dilakukan focus group discussion di polres. Mudah-mudahan tidak terjadi kembali,” katanya.
Direktur Institute Studi Transportasi (Instran) Deddy Herlambang mengatakan, kecelakaan lalu lintas terjadi berulang setiap tahun. Namun, tragedi yang terus menimbulkan korban jiwa ini dinilai belum jadi perhatian serius pemerintah.
”Catatan saya, sedikitnya setiap tahun ada 22.000 jiwa melayang akibat kecelakaan di jalan. Ini belum dihitung dengan luka berat, cacat, dan ringan, bisa sampai ratusan ribu orang,” kata Deddy.
Pemerintah diminta memperhatikan secara serius dan menyeluruh kasus kecelakaan lalu lintas di darat. Penegakan hukum juga dinilai masih tebang pilih lantaran setiap kali terjadi kecelakaan lalu lintas hanya sopir yang bersalah.
Ini menjadi salah satu kelemahan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Dalam aturan tersebut, hanya sopir yang dihukum jika terjadi kecelakaan lalu lintas. Seharusnya ada penguatan fungsi kontrol yang melibatkan pengusaha truk, pemilik, perusahaan otobus, atau pengusaha di bidang jasa angkut barang, jasa, dan logistik.
”Mereka seharusnya juga diminta pertanggungjawaban jika terjadi kecelakaan. Kondisi kelaikan kendaraan atau kecelakaan tidak bisa dilimpahkan ke sopir. Belum lagi jika melihat tuntutan jam kerja sopir dalam perjalanan jauh dan kondisi tubuh mereka,” ujar Deddy.
Pengamat transportasi dari Universitas Katolik Soegijapranata, Djoko Setijowarno, mengatakan, Presiden harus turun tangan dalam mengatasi masalah kecelakaan lalu lintas di jalanan. Sebab, kecelakaan terjadi setiap hari di lokasi dan tempat yang berbeda-beda.
Setiap jam ada tiga orang yang meninggal di jalanan akibat kecelakaan lalu lintas. Negara dianggap abai terhadap keselamatan lalu lintas. ”Masalah truk ini, ada 10 kementerian lembaga yang terlibat. Jadi, ini hanya bisa diselesaikan oleh Presiden,” kata Djoko.