Polisi mulai mengecek jejak empat terlapor dugaan pencabulan dan persetubuhan terhadap santriwati. Tiga terlapor adalah pengajar berinisial I, R, D, dan satu terlapor lainnya adalah siswa senior berinisial P.
Oleh
ERIKA KURNIA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Penyidikan kasus dugaan pencabulan dan persetubuhan terhadap sejumlah santriwati di Pondok Pesantren Istana Riyadhul Jannah, Beji, Depok, Jawa Barat, terus berlanjut. Jumat (8/7/2022), polisi menyita barang bukti di tempat pendidikan dan asrama untuk anak yatim dan piatu tersebut.
Agenda ini disampaikan Khoirul selaku kuasa hukum Ketua Umum Pondok Pesantren Istana Riyadhul Jannah Ahmad Riyadh Muchtar saat ditemui di Polda Metro Jaya, Jakarta. Siang itu, ia mendampingi Ahmad Riyadh untuk menjalani pemeriksaan kedua bersama penyidik di Direktorat Kriminal Umum.
”Hari ini kami memenuhi panggilan dari pihak Polda Metro Jaya untuk kedua kalinya untuk menambah berita acara pemeriksaan. Setelah pemeriksaan ini, kami ditunggu para penyidik. Kalau tidak ada halangan, akan dilakukan pemeriksaan tempat dugaan perkara pidana,” katanya.
Pihak pondok pesantren pertama kali memenuhi panggilan polisi pada Selasa (5/7/2022) setelah polisi menaikkan status perkara ke penyidikan. Khoirul mengatakan, pihaknya antara lain mengklarifikasi ke polisi perihal legalitas pondok pesantren yang didirikan pada 2011 tersebut.
”Soal izin yayasan dan pondok pesantren sudah jelas. Sudah aman semua,” ucapnya. Pondok pesantren tersebut beroperasi di Depok dan Bogor dan menampung puluhan siswa pendidikan dasar hingga menengah atas. Sekolah asrama yang berada di Depok beroperasi untuk tingkat pendidikan anak usia dasar hingga sekolah dasar. Di sanalah tempat dugaan perkara terjadi.
Pihak pesantren juga mengklarifikasi status empat orang yang dilaporkan tiga korban yang juga santriwati kepada polisi. Polisi saat ini belum juga memberikan keterangan terbaru terkait dengan penanganan kasus ini. Namun, Senin (4/7/2022), Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Endra Zulpan memastikan empat terlapor akan menjadi tersangka.
Ahmad Riyadh menyebut empat terlapor ini ialah tiga bekas pengajar laki-laki berinisial I, R, dan D serta satu terlapor lainnya adalah siswa senior berinisial P yang masih di bawah umur.
”Kami ingin menyampaikan bahwasanya inisial I adalah guru honorer yang telah tinggal di luar asrama mulai 7 Januari 2021. Kedua, inisial R guru honorer yang sudah tidak mengajar, meninggalkan pondok pesantren pada tanggal 6 Desember 2021. Ketiga, inisial D adalah guru honorer yang telah meninggalkan pondok dari tanggal 26 April 2021,” paparnya.
Sementara itu, ia belum menjelaskan santri berinisial P yang merupakan kakak kelas para korban. Menurut sumber di pondok pesantren, P yang sudah berusia belasan tahun ini pernah bekerja sebagai petugas piket gerbang di sekolah di Depok.
”Kami mengharapkan kepada seluruh masyarakat, wabil khusus kepada para wali santri dan calon wali santri, mari kita sama-sama mengawal proses hukum yang sedang berlangsung. Kami harapkan proses hukum ini terang benderang dan tidak ada lagi fitnah terhadap pondok pesanteren yang kami asuh dan juga anak-anak didik kami belajar dengan tenang dan nyaman,” pesan Ahmad.
Diberitakan sebelumnya, kuasa hukum pelapor menyebut ada 11 korban selain tiga korban yang pertama kali membuat laporan ke polisi pada Selasa (21/6/2022). Seluruh korban adalah santriwati. Diperkirakan perbuatan asusila dilakukan setahun terakhir.