Tebet Eco Park sukses menarik warga yang mendamba taman kota nan menyenangkan. Di sisi lain, perencanaan buruk membuat taman itu memicu masalah bagi lingkungan sekitarnya.
Oleh
ERIKA KURNIA
·3 menit baca
Mulai Rabu (15/6/2022) hingga akhir Juni, Tebet Eco Park, di Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan, tutup untuk sementara. Penutupan diyakini buntut dari membeludaknya jumlah pengunjung yang menyebabkan kesemrawutan, baik di dalam taman maupun di lingkungan perumahan sekitarnya. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memutuskan memperbaiki dan mengevaluasi operasional taman seluas 2,5 hektar itu.
Kemarin, spanduk berukuran besar berisi informasi penutupan sementara Tebet Eco Park terlihat terpasang di berbagai sisi taman di Kelurahan Tebet Barat itu. Beberapa spanduk yang lebih besar berisi rekomendasi 10 taman lain yang bisa dikunjungi warga di Jakarta juga dipasang di sisi pagar taman.
Informasi penutupan ini dikabarkan melalui akun media sosial DKI. ”Untuk pemeliharaan taman dan perbaikan fasilitas serta persiapan penetapan kawasan Tebet Eco Park sebagai zona emisi rendah setiap akhir pekan, Tebet Eco Park tutup sementara,” tulis @dkijakarta di Instragram.
Zulfikar, salah satu petugas pengamanan dalam (pamdal) Tebet Eco Park, mengatakan, keputusan penutupan terbilang mendadak setelah pada Selasa (14/6/2022), Gubernur Anies Baswedan inspeksi mendadak taman yang ia resmikan akhir April lalu. Selasa itu, taman tutup pukul 17.00 atau sekitar 2 jam lebih cepat dari biasanya.
”Setelah dilihat (Gubernur), ternyata ada rumput taman rusak, beberapa bagian di jembatan penghubung rusak,” katanya. Daerah yang rusak kini telah dibatasi dengan pita kuning hitam.
Idealnya, hal yang tujuannya membuat warga bahagia, jangan membuat warga sekitarnya jadi enggak bahagia
Rabu siang, sejumlah pegawai satuan kerja perangkat daerah (SKPD) di Jakarta Selatan meninjau Tebet Eco Park. Setelah bertemu Gubernur, Wali Kota Jakarta Selatan Munjirin akan memimpin perbaikan di taman tersebut.
Kemarin, banyak calon pengunjung yang kecele. Yana (58), warga Cempaka Putih, Jakarta Pusat, misalnya, datang bersama tiga anak dan lima cucunya asal Bekasi, Jawa Barat, menggunakan taksi. ”Ke sini karena lagi libur sekolah. Eh, tutup,” katanya.
Kesemrawutan
Berbeda dengan Yana, Dody Armansyah (50), warga yang tinggal di Tebet sejak 1979, dan Muhammad Nugie (37), penghuni rumah susun di sebelah taman, cukup lega setelah resah dengan magnet Tebet Eco Park. Mereka dan warga Tebet lain terganggu dengan kendaraan pengunjung yang parkir sembarangan, pedagang kaki lima, delman, dan odong-odong yang membuat jalan dua arah selebar sekitar enam meter di sekitar taman penuh.
Masalah lain yang muncul adalah parkir liar memenuhi badan jalan. Semua keramaian itu berdampak pada sampah yang berceceran di taman dan sekitar taman.
Nugie berharap pemerintah daerah turut menyiapkan fasilitas publik pendukung, termasuk lahan parkir, tempat khusus bagi pedagang kecil atau usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), serta tempat sampah yang memadai.
Dinas Pertamanan dan Hutan Kota DKI Jakarta menjelaskan, Tebet Eco Park menawarkan zona untuk UMKM di sisi utara. Namun, zona itu belum difungsikan.
Nirwono Joga dari Pusat Studi Perkotaan menyoroti fungsi Taman Tebet sebagai taman lingkungan yang dulunya bernama Taman Honda. Setelah diremajakan, taman itu dipaksa melayani seluruh kota dengan fasilitas sebatas taman lingkungan.
”Seperti Taman Langsat dan Taman Leuser di Kebayoran Baru, panjang dan luas Taman Tebet dibuat untuk lingkungan, tidak menerima warga dari luar sekitar kawasan tersebut. Taman itu juga dirancang tidak untuk menampung pengunjung hingga 1.500 orang,” kata Nirwono, Rabu (15/6/2022).
Menurut dia, ada kesalahan kajian dan perencanaan revitalisasi Taman Tebet. Ia menyarankan hal itu diperbaiki, di antaranya dengan menambah layanan angkutan umum.
Di sisi lain, keriuhan warga akan Tebet Eco Park menandakan kerinduan warga kota akan pentingnya ruang terbuka hijau (RTH). Karena itu, menjadi pekerjaan pemerintah daerah untuk memperbanyak RTH dan lokasinya harus mudah dijangkau warga tanpa harus menggunakan kendaraan bermotor pribadi.
”Idealnya, hal yang tujuannya membuat warga bahagia, jangan membuat warga sekitarnya jadi enggak bahagia,” kata Nugie.