Cemari Areal Sawah Petani, TPS Liar di Pebayuran Ditutup
Tempat sampah ilegal di Bekasi muncul akibat lemahnya pengawasan dinas lingkungan hidup setempat.
Oleh
STEFANUS ATO
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, kembali menutup permanen tempat pembuangan sampah liar di Desa Karang Reja, Pebayuran, Bekasi. Tempat sampah seluas 9.000 meter persegi itu berada di areal persawahan dan menjadi pemicu areal persawahan petani gagal panen.
Camat Pebayuran Hanief Zulkifli mengatakan, tempat sampah liar di Kampung Kobak Rante, Desa Karang Reja, Kecamatan Pebayuran, sudah ditutup permanen, Selasa (17/5/2022). Tempat sampah itu ditutup lantaran mengganggu kesehatan masyarakat hingga mencemari irigasi dan area persawahan warga.
”Tempat sampah ini sudah lama, sudah lima tahun yang lalu. Sebetulnya tujuh bulan yang lalu sudah ditutup, tetapi ada yang bandel, mereka buka lagi dan malah makin parah,” kata Hanief melalui sambungan telepon, Rabu (18/5/2022) pagi, di Bekasi.
Tempat sampah liar itu luasnya 9.000 meter persegi. Lokasinya berada persis di tengah areal persawahan. Areal sawah warga di sekitar tempat sampah itu mencapai puluhan hektar.
Menurut Hanif, tanaman padi para petani di beberapa lokasi sekitar tempat sampah itu sering gagal panen. Air di persawahan pun sampai mengering.
”Kami khawatir ada zat beracun. Makanya, kami ambil sampel untuk diteliti di laboratorium. Hasilnya bakal keluar 10 hari ke depan,” katanya.
Menurut Hanief, penutupan tempat sampah liar ini merupakan bagian dari komitmen Pemerintah Kabupaten Bekasi dalam mengurangi tempat-tempat sampah liar di Bekasi. Upaya ini juga untuk menutup peluang sejumlah pihak yang mengambil peluang bisnis demi kepentingan pribadi dari usaha pengelolaan sampah secara ilegal.
Lemahnya pengawasan
Kepala Bidang Pengendalian dan Pengelolaan Persampahan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bekasi Eddy Sirotim menambahkan, pihaknya tidak pernah menerbitkan izin kepada pengelola untuk membuang sampah di Kampung Kobak Rante. Izin yang diberikan hanya sebatas izin pengangkutan sampah dari rumah-rumah warga.
”Kami ada jalinan koordinasi sebelummya (bersama pengelola). Tetapi, terkait izinnya angkut buang dan kewajibannya membuang ke Tempat Pembuangan Akhir Burangkeng,” tutur Eddy.
Eddy mengakui, tempat sampah ilegal ini muncul akibat lemahnya pengawasan dari dinas lingkungan hidup. Hal ini yang menyebabkan pengelola menyalahgunakan wewenang dan mengangkut sampah itu ke lahan pribadinya.
Lemahnya pengawasan dinas lingkungan hidup terjadi akibat keterbatasan sumber daya manusia. Pihaknya juga kewalahan dalam mengawasi pembuangan sampah di daerahnya lantaran banyaknya TPS ilegal di wilayah itu.
Berdasarkan data Koalisi Persampahan Nasional, ada sekitar 115 TPS ilegal di Bekasi. TPS ilegal ini muncul karena tidak semua sampah di daerah itu terangkut ke TPA Burangkeng.
Produksi sampah di wilayah Kabupaten Bekasi setiap hari berkisar 2.700-2.900 ton. Dari jumlah tersebut, sampah yang diangkut ke TPA Burangkeng hanya 42-45 persen.