Penganiayaan terhadap Ade Armando Mencoreng Wajah Keberagaman
Unjuk rasa mahasiswa untuk menolak perpanjangan masa jabatan presiden dinodai penganiayaan terhadap Ade Armando, dosen UI dan aktivis kebinekaan. Akademisi dan aktivis meminta polisi segera mengusut tuntas peristiwa ini.
Oleh
NINA SUSILO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pengeroyokan dan perlakuan tidak manusiawi yang menimpa Ade Armando, dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, saat menghadiri unjuk rasa mahasiswa di sekitar Gedung DPR, Jakarta, Senin (11/4/2022), perlu diusut tuntas. Selain itu, penganiayaan terhadap Ade yang mengatasnamakan agama dinilai merusak wajah Islam Indonesia yang toleran.
Seruan agar aparat penegak hukum segera mengusut tuntas pelaku penganiayaan terhadap Ade disampaikan akademisi, tokoh agama, dan aktivis secara daring, Senin (11/4/2022) petang.
Ade yang hadir sebagai Ketua Pergerakan Indonesia untuk Semua dalam aksi unjuk rasa mahasiswa itu dipukuli sekelompok orang di sekitar Gedung DPR. Tak hanya dianiaya, dia juga diperlakukan dengan tidak manusiawi.
Guru Besar Antropologi UI Prof Sulistyowati Irianto menegaskan, ada yang salah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di negara ini. Sebab, semestinya tidak demikian orang muda menyampaikan ketidaksetujuannya.
Sulistyowati pun meminta polisi segera bertindak tegas. ”Tindakan seperti ini tidak boleh dibiarkan bila ingin negeri ini mencapai usia seratus tahun,” ujarnya.
Sekretaris Umum Persekutuan Gereja-gereja Indonesia Jack Manuputty juga mengecam perilaku barbar yang menganiaya dan mempermalukan Ade Armando. Dia meminta aparat segera bertindak. ”Kekerasan tidak bisa dirayakan di ruang publik sebagai pilihan sikap untuk mengelola perbedaan,” ujarnya.
Selain itu, dia berharap seluruh masyarakat yang mendukung kemajemukan Indonesia saling menguatkan.
Cendekiawan Nahdlatul Ulama (NU), Akhmad Sahal, menambahkan, dalam rekaman tertangkap bahwa persekusi dilakukan dengan meneriakkan ayat-ayat agama. Hal tersebut seakan-akan kekerasan dilakukan untuk membela Islam.
”Ini khas kaum radikal ekstremis yang menghalalkan kekerasan untuk tujuan agama, merasa berbuat kebaikan dan membela Islam. Jadi, kalau dibiarkan, berbahaya sekali, bukan hanya untuk Indonesia ke depan, melainkan juga bagi wajah Islam Indonesia,” tuturnya.
Cendekiawan Nahdlatul Ulama, Akhmad Sahal, menambahkan, dalam rekaman tertangkap bahwa persekusi dilakukan dengan meneriakkan ayat-ayat agama. Hal tersebut seakan-akan kekerasan dilakukan untuk membela Islam.
Dia juga menilai, pelakunya bukan mahasiswa yang menolak perpanjangan masa jabatan presiden atau menolak penambahan periodisasi jabatan presiden. Sebab, Ade pun memiliki pendapat sama dengan mahasiswa soal ini.
Akhmad Sahal juga menilai absurd apabila para pelaku menuduh Ade sebagai penista agama. Sebab, mereka yang mengenalnya mengetahui bahwa Ade tak pernah melewatkan shalat lima waktu, puasa Ramadhan, dan sangat komit pada ajaran Islam. Namun, Ade memang selalu mencari dan hal ini menjadi bagian sikap kritis yang diperjuangkan. Karena itu, Sahal juga meminta polisi bertindak tegas.
Wartawan Cokrotv yang hadir dalam kejadian tersebut, Indrajaya Putra, menceritakan, insiden tersebut terjadi setelah Kepala Polri menemui mahasiswa dan mahasiswa sudah mundur dengan teratur. Umumnya mahasiswa mengarah ke Senayan, sedangkan dirinya dan Ade ke arah Stasiun Palmerah.
Saat itu, ada sekelompok orang yang ditengarai bukan mahasiswa yang memberhentikan mereka. Cekcok sempat terjadi dan kemudian Ade dipukul dari belakang. Pemukulan disambut kekerasan oleh pelaku lainnya. Indrajaya sempat mencari polisi, tetapi baru setelah 20 menit kemudian polisi menyelamatkan Ade Armando.