Nilai dan sikap empati serta memupuk jiwa sosial pada lingkungan menjadi landasan untuk menumbuhkan kepedulian dan menghormati sesama dengan berbagai latar belakang.
Oleh
AGUIDO ADRI
·3 menit baca
Wartawan senior Kompas, Bambang Setio Prihadi, berpulang ke Rahmatullah pada Rabu (23/3/2022) pukul 08.05 WIB di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto, Jakarta. Pria kelahiran Pati, Jawa Tengah, 18 Juli 1946, itu meninggalkan Istri, Suhartini; tiga anak perempuan, Seli Pawarti, Sali Pawiatan, dan Sila Pujiari; serta enam cucu.
Pemilik inisial BSP saat masih bertugas sebagai wartawan Kompas itu dimakamkan di tempat pemakaman umum (TPU) Jombang, Kota Tangerang Selatan, Banten. Mantan Sekretaris Redaksi Kompas, yang juga turut berkecimpung mengelola Dana Kemanusiaan Kompas, tersebut telah menghadap Sang Khalik.
Perjalanan BSP sebagai seorang wartawan ternyata mewarnai dan menginspirasi kehidupan keluarganya. Nama anak pertamanya, Seli Pawarti, terinspirasi dari profesi BSP. Adapun anak keduanya, Sali Pawiatan, mengikuti jejak karier almarhum menjadi seorang wartawan.
”Nama saya itu terinspirasi karena profesi bapak. Tapi saya tak mengikuti jejak bapak, adik saya yang kedua ikut jejak bapak. Jiwa kewartawanan bapak tak hanya itu saja, tetapi sampai pada nilai kehidupan, yaitu kejujuran, disiplin, dan kepedulian kepada sesama. Kita harus saling membantu,” kata Seli, Rabu (23/3/2022), di rumah duka almarhum di Jalan Kubis IV Blok A5 Nomor 8 Griya Loka Sektor 1.6 RT 002 RW 008 Rawa Buntu, Serpong, Tangerang Selatan.
”Sekecil apa pun, itu berarti untuk orang yang membutuhkan. Jangan putus untuk membantu sesama yang mengalami kesusahan,” lanjut Seli, menirukan ucapan sang bapak.
Saling membantu dan menderma, lanjut Seli, memang tak lepas dari aktivitas BSP menjadi Ketua Dana Kemanusiaan Kompas, lembaga nonprofit yang menyalurkan bantuan para pembaca Kompas bagi masyarakat yang membutuhkan. Namun, jauh sebelum itu, BSP sudah menanamkan sikap untuk menderma, peduli, dan jangan pernah menyakiti orang lain sejak dini.
Hal senada disampaikan Sali Pawitan. Nilai dan sikap empati serta menumbuhkan jiwa sosial pada lingkungan menjadi landasan untuk menumbuhkan kepedulian dan menghormati sesama dengan berbagai latarbelakang.
”Kakung mengajarkan itu, learning by doing. Kakung cerita sempat bertemu dengan Pak Jakob Oetama agar memberikan kesempatan naik haji kepada teman-teman dan Kompas harus hadir dan berdampak positif dengan membantu kepada sesama,” lanjutnya.
Mengikuti jejak BSP sebagai seorang wartawan, lanjut Sali, menjadi tantangan buat dirinya karena pada awal karier tidak disetujui oleh bapaknya. Namun, ia membuktikan menjadi wartawan merupakan pilihan hidupnya hingga saat ini.
Perjalanan menjadi wartawan pun diapresiasi oleh BSP karena meski jam kerja yang tidak menentu Sali membuktikan bisa menjaga integritas dan nilai kewartawanan, sekaligus bisa sekolah, serta menjadi seorang ibu yang semuanya dijalankan dengan tanggung jawab.
“Saya ingin buktikan saya bisa menjadi wartawan tangguh seperti bapak. Itu diapresiasi dan bapak berpesan agar menjadi wartawan yang berintegritas dan berkomitmen. Menjadi wartawan artinya siap hidup dari berbagai kelas dengan tidak memandang perbedaan,” ujarnya.
Sali merasa seperti cerminan bapaknya tak hanya sama berprofesi menjadi wartawan, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari.
Di balik keras dan disiplinnya BSP, menurut Seli Parwati, bapaknya ingin menunjukkan bahwa dalam mencapai tujuan hidup, pantang untuk menyerah, menghargai waktu dan sesama.
”Selayaknya orangtua, meski sudah menikah dan memiliki anak, kami seperti anak kecil manja yang masih harus dilindungi. Itu bapak, keras dan cerewet, itu orangtua yang meski kita sudah tua juga pun tetap tak lepas perhatiannya. Itu ungkapan cintanya dengan sikap kerasnya. Mengajarkan kita untuk kuat jangan lembek. Hidup harus termotivasi,” katanya.