PDJT Kota Bogor Diminta Berbenah dan Membayar Gaji Karyawan
Aset PDJT Kota Bogor jika dilihat dari penyertaan modal pemerintah (PMP) Kota Bogor sejak 2007 bernilai Rp 35 miliar. Hanya saja, sesuai hasil laporan audit, nilai aset terakhir yang dimiliki hanya sekitar Rp 600 juta.
Oleh
AGUIDO ADRI
·5 menit baca
BOGOR, KOMPAS — Komisi II DPRD Kota Bogor meminta Perusahaan Daerah Jasa Transportasi atau PDJT Kota Bogor menyelesaikan pekerjaan rumah yang salah satunya adalah melunasi gaji para karyawan. Dalam menjalankan program kerja hingga bisnis keberlanjutan yang memiliki kekuatan hukum, PDJT harus berubah menjadi perusahaan umum daerah atau perumda.
Ketua Komisi II DPRD Kota Bogor Edi Darmawansyah mengatakan, evaluasi kinerja PDJT dinilai penting, tidak hanya terkait peningkatan pelayanan transportasi publik di Kota Bogor, tetapi juga badan usaha itu harus memiliki landasan kuat agar ke depan sustainable atau keberlanjutan bisnis dan transportasi publik menjadi semakin baik dan menguntungkan semua pihak.
Perihal kejelasan aset yang saat ini dimiliki oleh PDJT Kota Bogor, menurut dia aset PDJT Kota Bogor jika dilihat dari penyertaan modal pemerintah (PMP) Kota Bogor sejak 2007 bernilai Rp 35 miliar. Hanya saja, berdasarkan hasil laporan audit, nilai aset terakhir yang dimiliki hanya sekitar Rp 600 juta.
”Ini kan uang rakyat, uang yang sudah diberikan oleh pemerintah tentunya harus ada pertanggungjawabannya. Karena, aset inilah yang akan menjadi modal dasar PDJT Kota Bogor untuk menjalankan bisnisnya lagi,” ujar Edi, saat dikonfirmasi, Senin (7/3/2022).
Selain itu, kata Edi, terkait rencana bisnis PDJT Kota Bogor perlu lebih jelas ke depannya. Menurut Edi, dengan dipegangnya tampuk kepimpinan yang baru, sudah saatnya bagi PDJT Kota Bogor memberikan kontribusi nyata bagi pendapatan Kota Bogor.
”Kita ingin tahu juga kapan ini PDJT bisa memberikan kontribusi nyata bagi pendapatan Kota Bogor,” lanjut Edi.
Menurut Sektretaris Komisi II DPRD Kota Bogor Atty Somadikarya, kejelasan terkait dana PMP yang sudah diberikan Pemkot Bogor kepada PDJT Kota Bogor perlu dilakukan uji tuntas aset untuk melihat kondisi PDJT dinyatakan sehat atau tidak.
”Pada 2015 itu sudah jelas amanat gubernur (Jawa Barat) bahwa PDJT perlu melakukan uji tuntas aset sebelum menggunakan dana PMP Rp 5,5 miliar. Nah, ini sudah dilakukan belum uji tuntasnya. Kalau sudah mana hasilnya,” ujar Atty.
Atty menilai, keberadaan uji tuntas ini juga penting untuk mendukung perubahan badan hukum yang saat ini tengah dihadapi oleh PDJT. Sebab, untuk program Biskita Trans Pakuan yang saat ini beroperasi di Kota Bogor, harus dipegang oleh perusahaan berbadan hukum perumda bukan PD.
”Kalau ini masih PD tapi sudah beroperasi, jangan sampai nanti malah ada temuan malaadministrasi di pusat. Ini berbahaya, bukannya menyelesaikan masalah malah menambah masalah,” ujarnya.
Hal lain yang perlu perhatikan, kata Atty, sebanyak 49 unit Biskita yang saat ini beroperasi merupakan milik Koperasi Duta Jasa Angkutan Mandiri (Kodjari). Hal itu menjadi pertanyaan besar bagi dirinya dan Komisi II DPRD Kota Bogor.
”Jika semua unit bus ini punya Kodjari, terus yang kita dapatkan apa. Aspal punya kita, koridor punya kita, trayek punya kita, kalau operatornya Kodjari, apa yang kita dapatkan. Jadi ini bahaya karena Kodjari yang sekarang menguasai aspal Kota Bogor,” tegas Atty.
Tak hanya itu, Atty juga meminta PDJT Kota Bogor menyelesaikan utang gaji karyawan yang nilainya hingga miliaran. Gaji itu harus tuntas karena jangan sampai berdampak luas pada pelayanan sehingga merugikan warga Kota Bogor yang antusias terhadap kehadiran Biskita Trans Pakuan. Pelunasan itu juga menjadi sangat penting karena menyangkut perekonomian para pekerja.
”Untuk menjalankan PDJT, perlu selesaikan dahulu permasalahan yang sudah menumpuk selama bertahun-tahun. Ini harus ada tanggung jawab. Piring nasi karyawan terdahulu yang belum terbayarkan, ini juga harus dituntaskan,” tegas Atty.
Sebelumnya, pada Selasa (1/3/2022), sejumlah pramudi Biskita Trans Pakuan mengelar aksi mogok selama sekitar dua jam untuk mempertanyakan transparansi gaji.
Ketua Pengawas Kodjari, Dewi Jani Tjandra, mengatakan, telah menemui para pramudi untuk memberikan penjelasan terkait besaran gaji yang mereka terima.
Dewi mengaku telah membayar para pramudi sesuai UMK. Bahkan saat operasional Biskita Trans Pakuan terhenti pada awal Januari silam karena ada penyesuaian dari Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ), pihaknya memberikan uang kepada sejumlah pramudi.
Padahal jika bus tidak beroperasi, pramudi dan karyawan tidak bayar karena pembayaran dilakukan ketika ritase atau jumlah perjalanan pulang pergi terpenuhi.
”Ada aturan dari BPTJ seperti kalau hadir sesuai jadwal, naik (mengemudi) dengan benar, menjalankan penuh ritase, itu dibayar melebihi UMK. Kami pun memberikan sekitar 5,4 juta,” tutur Dewi.
Pihak Kodjari juga menyediakan insentif tambahan Rp 1,8 juta untuk pramudi yang telah bertugas dengan baik.
Sementara itu, Direktur PDJT Kota Bogor Lies Permanasari mengatakan, sejak dilantik pada 2 Desember silam, ia memang tengah memperbaiki dan menyesuaikan masalah satu-persatu di tubuh PDJT agar ke depan berdampak positif secara bisnis, pelayanan, dan ekosistem di dalam PDJT.
Meski belum bisa memberikan penjelasan secara rinci terkait permasalahan di PDJT, Lies meminta waktu kepada Komisi II DPRD Kota Bogor untuk membenahi persoalan di PDJT.
Namun, terkait program kerja, Lies menjelaskan, untuk bisa bergerak sendiri tanpa mengharapkan bantuan dari Pemerintah Kota Bogor, ia beserta jajarannya akan melakukan revenue stream melalui pemanfaatan halte. Nantinya, iklan-iklan bisa dipasang di setiap halte di Kota Bogor sehingga bisa menambah pendapatan bagi PDJT Kota Bogor.
”Hanya saja, halte ini masih menjadi masalah karena kepemilikannya masih di Dinas Perhubungan Kota Bogor. Kami sudah bersurat ke dishub untuk bisa memberikan hak pemanfaatan,” ujar Lies.
Lies menegaskan, agar rencana bisnis yang sudah ia susun bisa berjalan, perlu adanya kepastian dasar hukum dengan diloloskannya raperda perubahan badan hukum PDJT menjadi perumda.
”Ini dasar kami untuk bisa menjalankan bisnis lain, supaya kita bisa hidup tanpa tergantung pada PMP Pemkot Bogor,” lanjut Lies.
Skema bisnis lainnya, kata Lies, pihaknya berencana untuk membuka bengkel untuk mengoptimalkan pul bus Bubulak. Selain untuk bengkel pemeliharaan kendaraan yang dimiliki oleh PDJT, bengkel tersebut juga bisa digunakan untuk pemeliharaan dan perbaikan kendaraan dinas lainnya secara berkala. Melalui rencana itu, Lies meyakini akan menjadi langkah efektif dan mendapatkan revenue.
Lies mengaku setuju dengan Atty, pekerjaan rumah dan masalah PDJT terdahulu harus diselesaikan terlebih dahulu dengan landasan hukum yang ada.
”PDJT ini saat ini dan ke depan memang tanggung jawab saya. Saya akan mengedepankan prinsip untuk melakukan pergerakan sesuai aturan hukum. Karena yang akan menyelamatkan PDJT adalah bukti dokumen,” kata Lies.