Di tengah pandemi Covid-19, MRT Jakarta membukukan pendapatan nontiket atau NFB Rp 453,8 miliar pada 2021. Memaksimalkan pendapatan dari aspek NFB merupakan strategi pengembangan bisnis MRT Jakarta di tengah pandemi.
Oleh
HELENA FRANSISCA NABABAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — PT MRT Jakarta (Perseroda) membukukan pendapatan dari nonfare box atau pendapatan dari nontiket di 2021 sebesar Rp 453,8 miliar. Capaian di akhir tahun kedua pandemi Covid-19 itu memberikan angin segar dan menandakan MRT Jakarta tetap mampu bangkit bertahan.
Direktur Pengembangan Bisnis PT MRT Jakarta (Perseroda) Farchad Mahmud dalam acara forum jurnalis MRT Jakarta yang digelar virtual, Selasa (1/3/2022), menjelaskan, capaian pendapatan nonfare box (NFB) atau nontiket itu disumbang dari sejumlah potensi.
Potensi yang dimaksud mulai dari periklanan luar dan dalam stasiun, kolaborasi pelayanan telekomunikasi, hak penamaan stasiun atau naming rights, payment gateway partnership atau kerja sama sistem pembayaran, expanding retail business atau pengembangan bisnis ritel terutama dengan melakukan intensifikasi aset-aset yang dimiliki di dalam stasiun, hingga melalui pembukaan coworking space di stasiun untuk mengedepankan lifestyle bisnis di area MRT.
Dengan capaian di 2021, di 2022 kami menargetkan pendapatan NFB Rp 550 miliar. (Farchad)
Dari pengoptimalan aset juga potensi pendapatan di luar tiket, pada 2021 MRT Jakarta membukukan pendapatan Rp 453,8 miliar. Capaian itu sesuai dengan target yang dipatok.
Pada agenda yang sama Juli 2021, Direktur Utama PT MRT Jakarta (Perseroda) William P Sabandar pernah menyebut, target pendapatan NFB MRT Jakarta 2021 adalah Rp 450 miliar. Pengoptimalan aset dan potensi dari nontiket itu menjadi strategi MRT Jakarta melakukan pengembangan bisnis untuk memaksimalkan pendapatan.
Farchad menambahkan, capaian 2021 itu lebih besar dari capaian di 2020 yang sebesar Rp 370 miliar ataupun di tahun pertama MRT Jakarta beroperasi komersial. Pada 2019, MRT membukukan pendapatan NFB Rp 94 miliar.
”Dengan capaian di 2021, di 2022 kami menargetkan pendapatan NFB Rp 550 miliar,” kata Farchad.
William P Sabandar dalam forum jurnalis Selasa kemarin menyampaikan, capaian pendapatan NFB 2021 sebesar itu diperoleh dari pendekatan-pendekatan yang melihat pendapatan dari nontiket juga punya potensi. Ini juga menunjukkan MRT Jakarta tetap mampu bangkit dan bertahan di tengah pandemi Covid-19.
Farchad melanjutkan, langkah pengoptimalan berikutnya adalah dengan pembangunan kawasan berorientasi transit atau transit oriented development (TOD). Saat ini pembangunan di kawasan TOD di jalur MRT yang sedang berlangsung dan akan mendukung interkoneksi antarmoda adalah di kawasan TOD Dukuh Atas juga di kawasan TOD Lebak Bulus.
Di kedua titik itu sedang dibangun akses penghubung yang disebut simpang temu. Simpang temu ini akan menghubungkan akses MRT Jakarta ke bangunan-bangunan di sekitarnya untuk memudahkan pergerakan penumpang. Di kawasan TOD Dukuh atas pula saat ini sedang dibangun jembatan penyeberangan multiguna (JPM) yang akan menghubungkan LRT Jabodebek dengan stasiun kereta komuter.
Adapun untuk jumlah penumpang, William menjelaskan, MRT Jakarta juga terdampak dengan adanya pandemi Covid-19. Gelombang ketiga pandemi membuat penumpang kembali turun.
Apabila pada Januari 2022 rata-rata jumlah penumpang per hari 35.242 orang, pada Februari 2022 19.024 orang per hari. Meski demikian, penurunan ini tidak sedrastis penurunan jumlah penumpang saat gelombang kedua.
Pada Juli 2021, rata-rata jumlah penumpang harian adalah 4.324 orang, pada Agustus 2021 mulai naik menjadi 5.989 orang. Selanjutnya terus merayap naik dengan puncaknya di Desember 2021 sebanyak 35.429 orang per hari.
William berharap pandemi akan terkelola baik sehingga jumlah penumpang akan kembali meningkat.